-------------------------------
-----------------------------
Bagian 06
"Lebih dulu jawablah
pertanyaanku," sahutnya. "Apakah kau bisa memenuhi tiga syarat yang
diajukan olehku.."
Touw Tay Kim menepuk lututnya
seraya berkata: "In Toa ya, sesudah kau memberi hadiah yang begitu besar,
biarlah aku mempertaruhkan jiwa untuk memenuhi segala permintaanmu, Kapan aku
bisa menerima piauw itu?"
"Piauw yang harus
dilindungi dan diantar olehmu adalah orang rebah dibalai2 itu," jawabnya
dengan suara dingin.
Tanpa merasa, Touw Tay Kim
mengeluarkan seruan tertahan, bahkan herannya.
Jie Thay Giam terkesiap. Ia
membuka mulut, tapi suara yang mau dikeluarkan, tak bisa keluar.
Dengan menggunakan seantero
tenaganya, is coba melompat turun, tapi tubuhnya tak bisa bergerak sedikitpun.
Sekarang baru ia tahu, racun Cit seng teng benar2 liehay.
"Apa ... apa .... benar
tuan ini?" menegas Touw Tay Kim dengan suara terputus2.
"Tak salah,"
jawabnya. "Kau sendiri yang harus mengantarkannya. Kau bolah menukar
orang. Dalam sepuluh hari, kau sudah mesti tiba di Boe tong san, Siang yang
hoe, propinsi Ouw pak, dan menyerahkan orang itu kepada Thio Sam Hong, Ciang
coen Couw soe boe tong pay."
"Boe tong pay?"
menegas Touw Tay Kim. "Biarpun tak mempunyai ganjela apa2 dengan Boe tong
pay, tapi kami, murid2 Siauw lim-sie jarang...jarang sekali berhubungan dengan
mereka ....Ia...."
"Jika gagal, kau tak akan
dapat mengganti kerugian dengan laksaan tail emas," kata si orang she In
dengan suara tawar.
"Katakan saja. Terima
atau tidak. Mengapa sebagai seo-rang laki2 kau begitu sukar mengambil
keputusan?"
"Baiklah, dengan
memandang muka In Toanya, Liong-boan Piauw-kiok menerima baik piauw ini,"
jawabnya.
Orang ini tersenyum.
"Hari ini Sha gwe Jie kauw (Bulan tiga tanggal 2?)," katanya.
"Kalau pada Sie gwee Cee kauw Ngosie (Bu1an Empat tanggai 9), tengah hari,
kau belum menyerahkan tuan ini kepada Ciong boen Couwsoe Boe tong pay, aku akan
membasmi besar kecil tujupuluh satu orang di Liong baen Piauw kiok. Malah ayam
dan anjingpun tak akan diampuni olehku!" Ancaman itu disusul dengan suara
"trik trik" dan belasan jarum perak yang halus menancap dipot bunga
itu yang lantas saja hUncur jadi puluhan keping yang jatuh berhamburan
dilantai.
Timpukan senjata rahasia itu
yang disertai dengan Lwekang dahsyat, benar2 mengejutkan. Touw Tay Kim
mengeluarkan seruan kaget sedang Jie Thay Giam pun terkesiap.
"Ayoh pulang!"
bentak siorang she In. Dua tukang gotong lalu saja menaruh balai2 diatas lantai
dan segera meninggalkan ruangan itu dengan ter-buru2.
Selang beberapa saat, sesudah
dapat menentramkan hati Touw Tay Kim menghampiri Jie Thay Giam seraya menanya:
"Bolehkah kutahu she dan nama tuan yang mulia? Apa benar tuan dari Boe
tong pay ?"
Thay Giam tak dapat berbicara,
ia hanya mengawasi Cong piauw tauw itu yang berusia kira2 limapuluh tahun,
badannya tinggi besar dengan otot2 lengan yang menonjol keluar dan parasnya
angker sekali. Melihat potongan badan dan gera2kan orang itu, Thay Giam tahu
bahwa ia adalah seorang ahli ilmu silat Gwa kang(ilmu silat luar).
"In Toaya adalah seorang
tampan yang lemah lembut gerakannya," kata Touw Tay Kim. "Tak dinyana
mereka memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Orang dari partai manakah
dia?" Ia mengulangi pertanyaannya beberara kali tapi Thay Giam tetap tidak
menjawab dan terus memeramkan kedua matanya.
Hati Cong-piauw tauw itu
merasa sangat tidak enak. Ia sendiri adalah seorang ahli melepaskan senjata
rahasia sehingga didalam dunia Kangouw, ia mendapat julukan Ie-pie-him, tapi
kepandaian siorang she In betul2 luar biasa.
Dengan sekali mengebas tangan
bajunya belasan batang jarum yang halus bagaikan bulu kerbau telah
menghancurkan sebuah pot kristal. Jika tak melihatnya dengan mata kepala
sendiri ia tentu tak akan percaya. Ia membungkuk dan menjemput kepingan kristal
yang jatuh dilantai ternyata setiap jarum seperti juga terpantek masuk dengan
martil kedalam kristal itu. Lweekang yang sedemikian hebat, ia sungguh belum
pernah mendengarnya.
Sudah dua puluh tahun lebih
Touw Tay Kim mengepalai Liong boen Piauw kiok dan selama itu ia telah mengalami
tidak sedikit gelombang dari dunia Kang ouw. Tapi piauw manusia hidup dengan
ongkos dua ribu tahil emas bukan saja belum pernah dialami olehnya, tapi juga
belum pernah terdengar dalam seluruh sejarah perusahaan piauw.
Sesudah menyimpan emas itu ia
segera memerintahkan orang untuk membawa Jie Thay Giam kesebuah kamar yang sepi
supaya sisakit bisa mengaso, kemudian dengan cepat ia mengumpulkan para piauw
tauw, menyiapkan kuda kereta untuk berangkat pada hari itu juga.
Sebelum berangkat karena
merasi tidak enak mendengar ancaman siorang she In, Touw Tay kam lebih dulu
berdamai dengan dua orang piaum tauw yang berusia tinggi sesudah menghitung2,
mereka mendapat kenyataan bahwa dari ibu Touw Tay Kiam sampai bayi Ciok Piauw
tauw yang berusia belum cukup sebulan keluarga Liong boen Piauw kiok tepat
berjumlah tujuh puluh satu orang yaitu sesuai dengan jumlah yang disebutkan
oleh siorang she In. Mereka bertiga lantas saja saling mengawasi dengan hati
berdebar.
"Cong pauw touw,"
kata Piauw tauw she Ciok itu. "Menurut pendapatku meskipun hadiahnya besar
tugas ini terlalu berbahaya, sehingga lebih baik kita menolak saja."
Piauw tauw yang satunya lagi
seorang she Soe, lantas saja berkata: "Ciok Sam ko sayang sungguh
pendapatmu diutarakan sesudah kasep. Piauw ini sudah diterima dan apakah Liong
boen Piauw kiok yang sudah mendapat nama besar selama dua puluh tahun lebih
harus mengembalikannya lagi?"
"Soe Ngo tee," kata
Ciok Piauw tauw dengan suara mendongkol. "Kau menyayang nama besar Liong
boen Piauw kiok tapi apa kau tidak menyayangi jiwanya begitu banyak orang?
Menurut penglihatanku urusan ini sangat mencurigakan dan mungkin sekali orang
sedang memasang jebakan untuk menjebak kita."
Soe Pauw tauw tertawa dingin
seraya berkata "sesudah makan dari perusahaan piauw, memang siang malam
kita hidup diujung senjata. Kalau Ciok Sam ko mau hidup tenteram, kau harus
berdiam saja dirumah sambil mendukung bayimu dan jangan berkelana
diluaran."
Kedua Piauw tauw itu lantas
saja mulai bertengkar keras, sehingga Touw Tay Kim harus datang disama tengah,
"Jie wie jangan tarik urat," katanya sambil tersenyum. "Piauw
sudah diterima dan kita memang tidak boleh mundur lagi, Orang kata, musuh
datang jenderal menyambut, air datang tanah menguruk. Bahwa Ciok Sam ko
memikiri So So istri kakek lelaki dan anaknya, adalah kejadian yang sangat bisa
dimengerti. Sekarang begini saja, kita mengirim semua orang tua, perempuan dan
anak2 dari keluarga piauw hang kesebuah kampung diluar kota Lim an. Tindakan
ini bukan sebab kita bernyali kecil, tapi hanya untuk menjaga akan terjadinya
segala kemungkinan.
Sehabis berkata begitu, ia
segera memerintah kan sejumlah pegawai piauw hang untuk segera mengantar
keluarga para piauw tauw ke sebuah dusun guna menyingkirkan diri sementara
waktu.
Semua orang yang bakal
mengiring piauw istimewa itu, lantas saja makan kenyang dan mempersiapkan
bekalan untuk disepanjang jalan. Sesudah beres, seorang pegawai segera membawa
bendera piauw dengan kedua tangannya dan berjalan kepintu tengah dari gedung
Liong boen Piauw tok. Sambil membuka bendera itu, ia membentak: "Liong
boen sam yauw lee, Hie jie hoa wia long!" (Tiga ekor gabus yang sedang
melompat dari Liong boen, akan berubah menjadi naga).
Sementara itu, macam2 pikiran
masuk kedalam otak Jie Thay Giam yang rebah dalam sebuah kereta. "Selama
berkelana dalam dunia Kangouw aku selalu memandang rendah orang2 Phiauw hang,
katanya didalam hati. "Tak dinyana, selagi menghadapi bencana besar, aku
harus diangkut ke Boe tong san oleh mereka." Dilain saat, ia bertanya pada
dirinya sendiri "Siapakah sahabat she In itu yang sudah menolong jiwaku?
Didengar dari suaranya, ia mestinya seorang perempuan dan menurut katanya Cong
piauw tauw, parasnya tampan dan ilmu silatmya tinggi. Tapi cara2nya sungguh
luar biasa. Hanya sayang, aku tak dapat melihat wajahnya dan, juga tak bisa
menghaturkan terima kasih. Jika bisa terlolos dari kebinasaan. aku pasti akan
membalas budinya yang sangat besar itu."
Kereta berjalan terus dan
waktu hampir tiba dipintu kota, se-konyong2 terdengar teriakkan Touw Tay Kim:
"Mengapa kamu kembali? Aku sudah memesan, kamu tak boleh balik ke
Lim-an."
"Cong...cong-piauw-
tauw," demikian terdengar jawaban ter putus?. "Kami...kuping
kami!"
"Siapa yang potong
kupingmu?" teriak pula Touw Tay Kim dengan suara gusar tercampur kaget.
"Selagi...mengantar...Loa
tay tay (nyonya tua ibu Touw Tay Kim) keluar kota, baru kira2 dua li,
kami....dicegat orang," menerangkan orang itu dengan suara gemetar:
"Pencegat2 itu bengis dan ganas sekali. Keluarga Liong boen Piauw kiok
tidak boleh meninggalkan kota Lim an, kata satu diantaranya. Aku coba melawan
dengan mulut, tapi orang itu lantas saja menghunus golok dan memotong kupingku!
Kuping meraka... mereka berduapun telah dipotong olehnya. Orang itu menyuruh
aku beritahukan Cong piauw tiauw, bahwa jika piauw yang harus diantar tidak
tiba pada temponya yang betul, maka...maka....ayam dan anjing akan di basmi
semua.
Touw Tay Kim menghela napas.
Ia mengerti bahwa setiap gerak gerik Liong boen Piauw kiauw sekarang diawasi
orang. Sambil mengebas tangan kanannya ia lantas saja berkata. "Baiklah
kamu pulang saja. Jaga baik2 semua keluarga dan gedung Piauw kiok. Jangan
keluar kalau tidak terlalu perlu." Sehabis berkata begitu ia mencambuk
kuda dan rombongan itu lantas berangkat.
Dengan secepat2nya mereka
menuju kejurusan barat. Yang mengantar Jie Thay Giam, selain Touw Couw piauw
tauw Ciok dan Soe Piauw tauw, masih ada empat orang piauw soe muda yang
bertubuh kuat dan kekar. Mereka semua menunggang kuda pilihan dan seperti yang
dikatakan siorang she In mereka menukar kereta, menukar kuda2, tapi tidak
diperbolehkan menukar orang2. Dengan hati berdebar mereka meneruskan perjalanan
siang hari dan malam karena mereka tahu, bahwa jika terlambat bukan saja jiwa
mereka sendiri tapi jiwa semua keluarga Liong boen Piauw kiok pun tak akan bisa
ditolong lagi.
Waktu baru keluar dari kota
Lim an, Touw Tay Kim menduga, bahwa disepanjang jalan, ia akan harus mengadu
jiwa. Ia harus mengadu jiwa dalam pertempuran2 mati2an. Tapi diluar dugaan,
sesudah meniggalkan Ciat kang, melewati An hoei dan kemudian masuk dalam
propinsi Ouw pak, dalam beberapa hari, mereka tak pernah menemui rintangan
apapun jugaa. Hari itu, telah mereka lewati kota Hoan shia, Thay pang tiam,
Sian jin touw, Kong hwa koan. Dia kemudian sesudah menyeberang sungai Han soei,
tibalah mereka di Laoho kouw dari mana mereka bisa mencapai Boe tong san dalam
tempo sehari.
Sebelum Ngo sie, mereka sudah
tiba di Song kengcoe dan tak lama lagi akan tiba digunung Boetongsan. Biarpun
disepanjang jalan cepat lelah tapi mereka tiba pada waktu yang tepat sehingga
para piauw tauw jadi sangat girang.
Waktu itu adalah buntut musim
semi dan permulaan musim panas. Langit cerah, hawa hangat, pohon2 hijau, dan
bunga2 beraneka warna. Sambil memandang puncak Thian coe hong yang menjulang
kelangit dengan cambuknya. Touw Tay Kim berkata: "Ciok Sam tee selama
beberapa tahun ini nama Boe tong bay jadi semakin tersohor dan meskipun masih
belum bisa menandingi Siauw lim pay, sepak terjang Boe tong Cit hiap telah
menggetarkan dunia Kang ouw. Dengan melihat Thian coe hong yang begitu angker,
aku jadi ingat perkataan orang bahwa jika manusianya jempol tanahnya pun
keramat."
"Biarpun Boe tong pay
telah mendapat nama besar tapi dasarnya masih sangat cetek dan tak bisa
dibandengkan dengan Siauw lim pay yang mempunyai sejarah seribu tahun
lebih," kata Ciok Piauw tauw.
"Ambil saja contoh, Cong
piauw-tauw sendiri, yang memiliki Jie sie chioe Hang-mo-ciang (Pukulan takluki
iblis yang mempunyai duapuluh empat jalan) dan Liam coe Kong-piauw yang bisa
dilepaskan beruntun. Siapakah diantara orang2 Boetong yang mempunyai ilmu yang
sangat tinggi itu."
"Benar", seru Soe
Piauw tauw. "Omongan2 dalam kalangan Kangouw kebanyakan tidak boleh
dipercaya. Nama Boe tong cit hiap memang cukup tersohor, tapi bagaimana tinggi
kepandaian mereka, kami belum pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Mungkin sekali pujian2 itu diberikan oleb orang2 kampung yang belum pernah
melihat luasnya dunia."
Touw Tay Kim hanya bersenyum.
Sebagai seorang yang mempunyai pengetahuan banyak lebih tinggi daripada kedua
Piauw-tauw itu, ia yakin, bahwa nama besarnya boe tong pay bukan nama kosong
dan Boe-tong Cit hiap pasti memiliki kepandaian luar biasa. Akan tetapi karena
selama duapuluh tahun lebih ia memang jarang bertemu dengan tandingan maka ia
sangat percaya akan kepandaiannya sendiri. Sudah ber-ulang2 ia mendengar
umpakan kedua piauw tauw itu dan sebagai manusia biasa, ia tetap merasa girang
setiap kali, mendengar pujian yang muluk.
Sembari ber-omong2 ketiga
piauw tauw itu, berjalan dangan rendengkan kuda mereka semakin lama jalanan
gunung semakin sempit, sehingga orang tidak bisa jalan berendeng dan Soe Piauw
tauw lalu menahan les kuda untuk berjalan disebelah belakang.
"Cong piauw tauw kalau
sebentar kita bertemu dengan Thio Sam Hoag, peradatan apa yang dijalankan
kita", tanya Ciok piauw tauw.
"Kita bukan dari partai
dan tak punya ikatan apupun juga" jawabnya. "Akan tetapi Thio Sam
Hong sudah beusia sembilan puluh tahun dan dalam Rimba Persilatan dapat
dikatakan ialah yang merasa paling tua. Untuk menghormati seorang Ciau pwee
dari Rimba Persilatan tidak halangannya jika kira berlutut dihadapannya."
"Menurut pendapatku,
begitu bertemu kita berteriak: "Thio Cinjin, Boanpwee memberi hormat
dengan berlutut!" ia tentu akan belaku sungkan dan coba mencegah",
kata Ciok Piau tauw, "dengan demikian kita boleh tidak usah menjalankan
peradatan yang besar itu.."
Touw Tay Kim tidak memberi
jawaban. Ia hanya bersenyum karena ia sedang coba menebak asal usul Jie Thay
Giam.
Selama sepuluh hari Thay Giam
tidak pernah bergerak dan juga tidak pernah mengeluar kan sepatah kata. Makan
minumnya dan segalanya harus ditolong oleh pegawai piauw kiok. Sudah beberapa
hari Tauw Tay Kim dan lain piauw tauw coba men duga2 tapi mereka tetap tak bisa
menebak siapa adanya pemuda itu. Apa dia murid Boe tong pay? Sahabat atau musuh
Boe tong? Semakin mendekat Boe tong san semakin besar rasa heran mereka. Tapi
mereka ingat bahwa begitu lekas bertemu dengan Thio Sam Hong teka teki itu akan
terpecah sendirinya. Hanya mereka tak tahu apa pertemuan itu akan berbuntut
dengan kecelakaan atau keberuntungan.
Selagi Touw Tay Kim mengasah
otak disebelah barat tiba2 terdengar suara kaki kuda. Untuk menyelidiki Ciok
piauw tauw lantas saja mengebrak tunggangannya yang segera kabur terlebih dulu.
Beberapa saat kemudian ia melihat enam penunggang kuda yang setelah berada
dalam jarak belasan tombak dari rombongan piauw mendadak menahan les dan
menghadang ditengah jalan. Tiga orang terbaris didepan dan tiga orang disebelah
belakang.
"Apakah bakal muncul
rintangan dikaki Boe tong san?" Touw Tay Kim bertanya didalam hati. Ia
mendekati Soe Piauw tauw dan ber bisik. "Hati2 jaga kereta."
Sementara itu seorang pegawai
piauw kiok sudah meng-goyang2 bendera ikan gabus sebagai satu pemberian harmat,
sedang Touw Tay Kim sendiri segera majukan kudanya untuk menyambut keenam orang
itu. "Liongboen Piauw kiok numpang lewat ditempat sahabat dan jika kami
berlaku kurang hormat mohon sahabat sudi memaafkan" katanya seraya
membungkuk.
Diantara enam pemegat itu
terdapa dua orang toosoe "imam" yang memakai topi kuning sedang yang
lainnya adalah orang2 biasa. Mereka semua menyoren golok atau pedang dan
sikapnya angker sekali. Mendadak Touw Tay Kim mendapat satu ingatan:
"Apakah mereka bukan enam pendekar dari Boe tong Cit hiap?" tanyanya
didalam hati ia segera menggebrak tunggangannya dan berkata sambil merangkap
kedua tangannya "aku adalah Touw Tay Kim dari Liong boen Piauw kiok,
bolehkah aku mendapat tahu she dan nama saudara yang mulia?"
"Perlu apa Touw heng
datang di Boe tong san", tanya salah seorang yang berdiri disebelah kanan.
Orang itu bertubuh jangung sedang pada pipi kirinya terdapat sebuah tahi lalat
itu tumbuh tiga lembar rambut yang panjang. "Piauw kiok kami telah diminta
membawa seorang yang terluka berat ke Boe tong san untuk diserahkan kepada
Ciang boen dari partai saudara2. Thio Cinjin," jawabnya.
"Kami telah diminia oleh
seorang she In untuk membawa tuan itu kegunung ini," sahutnya. "Siapa
adanya tuan itu, bagaimana ia mendapat luka dan duduknya persoalan semua tak
diketahui oleh kami. Liong Boen Piauw kiok hanya menerima permintaan orang dan
menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Mengenai soal pribadi, kami selamanya
belum pernah mencari tuan."
Sebagai seorang yang sudah
puluhan tahun bekerja dalam perusahaan piauw. Touw Tay Kim punya pengalaman
luas. Dengan berkata begitu, ia mencuci bersih segala kemungkinan yang bisa
merembet kepada Liong boen Piauw kiok. Baik Jie Thay Giam seorang sahabat,
maupun musuh Boe tong pay, keenam orang itu tak bisa menjadi gusar terhadapnya.
Orang yang bertahi lalat
menengok kepada dua kawannya seraya berkata. "Orang she In? Siapa orang
itu?"
"Ia adalah seorang pemuda
yang berparas tampan dan mempunyai kepandaian tinggi dalam ilmu melepaskan
senjata rahasia," menerangkan Touw Tay Kim.
"Apa kau pernah bertempur
dengannya ?" tanya pula si penyegat.
Touw Tay Kim jadi bingung dan
menjawab dengan gugup: "Tidak... tidak .. dia yang...."
Belum habis perkataannya salah
seorang lain sudah membentak: "Mana To liong to? Dalam tangan siapa golok
itu berada ?"
"Apa itu To liong
to?" menegas Touw Tay Kim dengan kaget. "Apakah Boe lim cie coen, Po
to to liong ! yang tersohor?"
Orang yang membentak ternyata
beradat berangasan. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera melompat turun dari
tunggangannya meng hampiri kereta, membuka tirai lain melongok kedalamnya.
Melihat gerakan orang itu yang
gesit luar biasa, Tauw Tay Kim jadi semakin bercuriga. "Apakah kalian
bukan Boe tong Cit hiap yang namanya tersohor dalam dunia Kangouw ?' tanyanya.
"Yang mana Song Tay hiap" Sudah lama kudengar nama besarnya dan aku
ingin sekali bertemu muka."
"Nama itu hanya nama
kosong belaka dan tidak-cukup berharga untuk di-sebut2," kata orang vang
bertahi lalat. "Touw heng terlalu merendahkan diri."
Sesaat itu, si berangasan
sudah melompat pula keatas punggung kudanya. "Lukanya sangat berat dan
harus segera ditolong " katanya. "Biarlah kita saja yang
membawanya."
Orang yang bertahi lalat lalu
merangkap ke dua tangannya seraya berkata dengan suara manis: "Untuk capai
lelah Touw heng yang dari jauh sudah mengantar sampai disini, Siauwte
menghaturkan banyak terima kasih."
Tauw Tay Kim segera membalas
hormat dan mengucapkan perkataan merendahkan diri.
"Saudara itu mendapat
luka yang sangat berat, maka biarlah kami saja yang membawanya keatas gunung
untuk segera ditolong." kata pula orang itu.
Toaw Tay Kim yang memang ingin
melepas kan diri dari tanggung jawab selekas mungkin lantas saja berkata:
"Biarlah. Kalau begitu di sini saja kami menyerahkan tuan itu kepada
Butong-pay."
"Touw heng jangan
kuatir," kata orang itu. "Sekarang Siauwte yang bertanggung jawab.
Apakah ongkos piauw sudah dibayar?"
"Sudah dibayar
cukup," jawabnya.
Orang itu lalu mengeluarkan
sepotong emas yang beratnya kira2 seratus tahil dan berkata sambil
mengangsurkan kepada Touw tay Kim: "Ini untuk beli teh, harap Touw heng
suka mem-bagi2kan kepada saudara2 yang lain."
Cong piaw tauw itu menolak
dengan keras. "Dua ribu tahil emas sudah lebih daripada cukup."
katanya. "Aku bukan seorang temaha."
"Hm Dua tahil
emas..." kata orang yang bertahi lalat itu. Dua kawannya lantas saja
majukan tunggangan mereka, yang satu melompat keatas kereta, mengambil Ies dari
tangan kusir dan lalu menjalankan kereta itu sedang yang satunya lagi mengikuti
dari belakang.
Orang yang bertahi lalat
mengayun tangan dan melemparkan potongan emas itu kearah Touw Tay Kim.
"Touw heng jangan berlaku sungkan," katanya seraya tertawa.
"Kalian kem ball saja kekota Lim an."
Melihat potongan emas melayang
kehadapan nya, Touw Tay Kim terpaksa menyambutnya. Sebenarnya ia masih ingin
memulangkannya tapi orang itu sudah berlaku dengan kaburkan tunggangannya.
Disebelah kejauhan ia lihat
lima orang mengiring kereta yang muat Jie Tay Giam dan sesudah membelok disuatu
tikungan mereka menghilang dari pemandangan. Dilain saat melihat potongan emas
yang dicekal dalam tangannya, ia terkesiap karena terdapatnya sepuluh tapak
jari yang dalamnya kira2 setengah dim. Apa yang lebih luar biasa, ialah, tapak
jari2 itu, sampai urat2nya, terpeta nyata diatas potongan emas itu. Walaupun
emas lebih lembek dari pada besi atau tembaga, tapi tenaga jari tangan itu,
yang disertai dengan Lweekang yang sangat dahsyat benar2 mengejutkan. Sambil
mengawasi emas itu dengan mulut ternganga, ia berkata dalam hatinya "Boe
tong Cip hiap sungguh2 lihay. Didalam Siau lim pay mungkin hanya satu dua Soe
siok yang mempelajari Kim kong cie, yang mempunyai kepandaian seperti
itu."
Melihat pemimpin mengawasi
potongan emas itu dengan bengong, Ciok Piauw tauw ber kata: "Cong piauw-tauw,
murid2 Boe tong agak tak tahu adat. Sesudah bertemu muka, mereka sama sekali
tidak memperkenalkan diri dan juga tidak menanyakan she dan nama kita. Dari
tempat yang jauhnya ribuan kita datang kesini. Tapi mereka merasa tak perlu
untuk mengundang kita bersantap atau menginap semalaman datam kuil mereka.
Sebagai sesama orang Rimba Persilatan, sikap mereka sangat tidak manis."
Didalam hati, memang Touw Tay
Kim me rasa sangat tak puas akan sikap orang2 itu, hanya ia tak mengatakan
terang2an. Maka itu mendengar perkataan rekannya, ia seera berkata dengan suara
tawar: "Dengan adanya mereka, kita bisa menghemat tenaga. Baiklah ada
baiknya juga?"
"Disamping itu, aku
sebenarnya agak tak enak jika orang2 Siauw-lim-pay mesti masuk kedalam kuil Boe
tong-pay. Jie-wie Hiantee marilah kita berangkat pulang!"
Dalam perjalanan itu, meskipun
tidak menemui, halangan Liong boen Piauw-kiok telah dihina orang. Bahwa
Boe-tong Liok-hiap sudah tidak mamperkenalkan diri, merupakan tanda bahwa
mereka tak memandang sebelah mata kepada Piauw kiok itu. Semakin memikir Touw
Tay Kim jadi semakin mendongkol dan diam2 ia menghitung cara bagaimana sakit
hati itu bisa dibalasnya.
Dalam perjalanan pulang itu
sedang sipemimpin diliputi dengan kemasgulan, para Piauw tiauw dan pegawai
bergirang2. Sesudah capai sepuluh hari dan sepuluh malam, Liong boen Piauw-kiok
bisa mengantongi duaribu tail emas dan Cong piauw tiauw mereka yang terbuka
tangannya, sudah pasti akan memberi hadiah besar.
Diwaktu magrib, mereka sudah
melewati Song kengcoe. Melihat Touw Tay Kim masih berduka Ciok piauw-touw
berkata: "Cong-piauw, jangan kau terlalu jengkel. Gunung tinggi dan air
panjang dilain hari dalam dunia Kangouw, kita pasti akan bisa berpapasan
lagi dengan mereka. Hm! Berapa
lama Boe�tong Cit-hiap
bisa mempertahankannya ?"
Touw Tay kim menghela napas.
Ciok Hiante katanya. "Ada suatu hal yang sangat dibuat menyesal
olehku."
"Hal apa ?"
tanyanya.
Baru saja ia berkata begitu,
disebelah belakang tiba2 terdengar suara kaki kuda. Tindak kuda itu tidak
begitu gencar, malah boleh di katakan perlahan, tapi heran sungguh, semakin
lama kedengarannya semakin dekat. Semua orang lantas saja menengok kebelakang.
Ternyata kuda itu mempunyai kaki yang amat panjang sedang bendanyapun kira2 dua
kaki lebih tinggi daripada kuda biasa, dengan kaki yang panjang langkahnya
sangat lebar, sehingga biarpun larinya tak terlalu cepat, jarak yang dicapai
lebih jauh daripada kuda biasa, bukan saja istimewa tubuh dan kakinya,
gerakannya angker sekali sedang bulunya mengkilap seperti dipoles minyak.
"Bagus benar kuda
itu!" memuji Ciok piauw tauw. Ia terdiam sejenak dan kemudian berka ta :
"..Cong pit tauw, apakah kami berbuat sesuatu kesalahan?"
"Bukan, bukan kalian
berbuat kesalahan," jawabnya dengan suara duka. "Apa yang diingatkan
adalah kejadian pada duapuluh lima tahun berselang. Waktu itu, sudah dua belas
tahun aku belajar dalam Siauw lim sie dan sudah memenuhi syarat2 sebagai murid
yang lulus. Guruku Goan-hiap Sian soe coba membujuk supaya aku berdiam lagi
lima tahun guna belajar lima Tay kim kong ciang. Tapi sebagai seorang pemuda
yang pendek pikiran, aku menganggap, bahwa kepandaian dimilikiku, sudah cukup
untuk aku malang melintang dalam dunia Kangouw. Maka itu, ditambah lagi dengan
rasa tak tahan untuk hidup menderita terlebih lama didalam kuil, aku sudah
menolak bujukan In soe. Hai! Jika pada waktu itu aku belajar lagi lima tahun,
hari ini aku tentu tak akan dihina oleh murid2 oe tong..." Baru berkata
sampai disitu, orang yang menunggang kuda jempolan itu, yang bulunya berwarna
hijau putih, sudah menyandak dan kemudian melewati rombongan piauw hang. Selagi
lewat, sipenunggang kuda melirik Touw Tay Kim dan Ciok Ptauw tauw dengan paras
muka heran.
Touw Tay Kim pun mengawasi
orang itu yang ternyata adalah seorang pemuda tampan yang berusia kira2 dua
puluh dua tahun dengan paras muka yang angker.
Dilihat sekelebatan ia seorang
yang bertubuh kecil lemah tapi sesudah diawasi dalam tubuh yang kecil itu
terdapat gerakan2 yang gesit,lincah dan mantep. Sambil merangkap kedua
tangannya, pemuda itu berseru: "Numpang lewat! Numpang lewat!" Dalam
sekejap, kuda itu sudah kabur didepan rombongan piauw hang.
Sembari mengawasi byangan
pemuda itu, Touw Tay Kim bertanya: "Ciok Hian tee, bagaimana pendapatmu
mengenai orang muda itu ?"
"Dia turun dari atas
gunung mungkin sekali salah seorang murid Boe tong." jawabnya. Tapi ia
tidak membekal senjata dan badannyapun kelihatan lemah. Bisa jadi juga ia
seorang biasa saja dan bukan murid Boe tong."
Mendadak, pemuda itu memutar
tunggangan nya dan balik kembali. Jauh2 ia sudah memberi hormat seraya berkata:
"Maaf ! Siauwtee ingin ajukan satu pertanyaan, harap kalian tidak jadi
gusar."
Mendengar kata2 yang manis
itu, Touw Tay Kim segera menahan les dan balas menanya: "Pertanyaan apa
?"
Seraya melirik bendera ikan
gabus yang dicekal oleh seorang pegawai piauw hang, pemuda itu berkata.
"Apakah kalian dari Liong-boen Piauwkiok dikota Lim-an ?"
"Benar," jawab Ciok
Piauw tauw.�Boleh aku
mendapat tahu she dan nama Sahabat2 yang mulia?" tanya lagi pemuda itu
"Apakah Touw Cong-piauw-tauw baik?"
Ciok-piauw-tauw merasa senang
sekali melihat cara2 pemuda itu yang ramah tamah, tapi karena orang2 Kang-ouw
sangat sukar ditebak isi hatinya, maka ia belum berani bicara terus terang.
"Aku she Cok, siapakah sahabat?" katanya. "Apakah sahabat men
genal Cong-piauw tauw dari piauw-kiok kami?"
Pemuda itu lantas saja
melompat turun dari tunggangannya dan maju beberapa tindak dengan satu tangan
menuntun kuda. "Aku she Thio, namaku Coei San," ia memperkenalkan
diri. "Sudah lama kudengar nama besar dari Cong piauw tauw hanya sayang
aku belum bisa berkenalan dengannya."
Begitu mendengar nama
"Thio Coei San" Touw Tay Kim dan yang lain2 terkejut bukan main. Nama
Thio Coei San "Touw tong Cit hiap" dan dalam beberapa tahun yang
terakhir namanya sangat terkenal dalam Rimba Persilatan. Menurut katanya orang
ia memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan tidak dinyana, ia bukan saja
masih berusia begitu muda, tapi gerak geriknya juga menyerupai anak sekolah
yang lembut.
Dengan rasa sangsi Touw Tay
Kim majukan kudanya seraya berkata: "Aku yang rendah ialah Touw Tay Kim.
Apakah tuan bukan Gin kauw Tiat hoa Thio Ngo hiap?"
Muka pemuda itu lantas saja
bersemu dadu "Pendekar apa?" tanya dengan suara jengah. "Pujian
Touw Cong piauw-touw terlalu tinggi untuk diterima olehku. Sesudah datang di
Boe tong-san, mengapa kalian tidak mampir ditempat kami? Hari ini adalah hari
ulang tahun kesembilanpuluh dari guru kami dan jika sekiranya tidak menjadi
halangan aku mengundang saudara2 naik kegunung untuk minum arak panjang
umur."
Senang sekali hati Touw Tay
Kim dan yang lain, "mengapa diantara Boe tong Cit hiap terdapat perbedaan
watak yang begitu besar?" Kata Ciong piauw tauw itu didalam "Enam
orang yang jadi begitu tak mengenal adat tapi Thio Ngo hiap sedemikian tambah
ramah. Ia lantas saja melompat turun dari tunggangannya dan herkata: "Dari
Lim-an kami datang di Siangyang dan tujuan kami sebenarnya adalah untuk menemui
Thio Cinjin. Hanya...hanya tidak membawa barang antaran, kami merasa malu untuk
mendaki gunung."
Thio Coei San tersenyum.
"Kita semua sama dari kalangan Rimba Persilatan," katanya dengan
suara halus,"Toaw Cong piauw tauw janganlah menganggap kami sebagai orang
luar. Guruku sering mengatakan bahwa ilmu silat Boe tong pay bersumber dari
Siauw lim dan ia memesan bahwa jika bertemu dengan Cian pwee Siauw lim pay kami
harus menghormat nya sebagaimana mustinya kalau guruku tahu rombongan Toaw Cong
piauw tauw lewat di-kaki gunung siang2 ia tentu sudah memerintahkan kami
menyambut dari tempat yang jauh."
Mendengar perkataan itu Touw
Tay Kim jadi salah mengerti, ia menduga Thio Coei San hanya ber-pura2 dan dalam
perkataan yang tajam. Ia tertawa dan berkat dengan suara tawar. "Walaupun
ilmu silat Boe tong dikatakan ter sumber dari Siau lim sie akan tetapi bagaikan
warna2 hijau sebenarnya berasal dari warna biru tapi pada akhirnya hijau
mengalahkan biru. Thio Sian hiap yang masih berusia muda memang sangat dikagumi
orang. Tapi manusia yang seperti aku dalam usia yang sudah lanjut ini kepalaku
seperti juga menempel di badan anjing."
"Ah, mengapa Cong piauw
tauw", kata begitu Thio Coei San. "Dalam kalangan Kang ouw, siapakah
yang tidak mengenal nama besar Lioag boen Piauw kiok? Dalam Rimba Persilatan
semua orang tabu liehaynya Jie cap sie chioe Hong mo ciang dan Lian coe Kong
piauw. Touw Cong piauw tauw apakah kau boleh memperkenalkan beberapa Toako ini
ke padaku?"
Mendengar permintaan orang
yang diajukan secara pantas, Touw Tay Kim lantas saja memperkenalkan Ciok dan
Soe Piauw tauw kepada pemuda itu.
"Aku sungguh merasa
beruntung bahwa dini hari bisa berkenalan dengan saudara2 yang mempunyai nama
besar dalam Rimba Persilatan" kata pula pemuda itu. "Dulu Kim to
golok emas dari Ciok Piauw tauw telah merohohkan Ie yang Ngo hiang (Lima Jago
Ie yang) dijalankan Sin an sedang ilmu silat toya Sam gie koen dari Soe Piau
tauw juga tidak kurang tersohornya."
Sebagai seorang murid yang
sangat disayang oleh Thio Sam Hong pemuda itu mempunyai pengetahuan yang sangat
luas mengenai didunia Kang ouw karena dia sering mendengari cerita gurunya.
Dengan otak yang cerdas dan
peringatan yang kuat apa yang sudah didengarnya tidak terlupa lagi sebagai Couw
soe Boe tong pay yang sudah mencapai usia sembilan puluh tahun dan mempunyai
pergaulan luar, Thio Sam Hong dapat dikatakan mengenal semua partai semua
cabang persilatan dan semua tokoh dan segala pengalamannya serta pengetahuannya
sering diceritahan kepada murid2nya. Maka itu, begitu mendengar nama Ciok dan
Soe Piaaw tauw, Thio Coei San lantas saja bisa menyebutkan kepandaian yang
sering diandalkan dari kedua orang.
Bahwa pemuda itu mengenal
kepandaian Touw Tay Kim yang namanya sudah terkenal selama puluhan tahun, bukan
kejadian yang meng herankan. Tapi pengetahuannya mengenai Ciok dan Soe Piauw
tauw, yaitu ahli2 silat kelas empat atau kelas lima, ada sedikit luar biasa.
Tak usah dikatakan lagi, pujian yang diucapkan dengan nada sungguh2 itu,
menggirang kan sangat hatinya ketiga pemimpin piauw hang itu.
"Cong piauw tauw"
kata Ciok piauw tauw. "Hari itu secara kebetulan adalah hari ulang tahun
orang tua itu. Menurut pendapatku, memang pantas jika kita naik keatas untuk
menberi selamat panjang umur."
"Benar," kata Thio
Coei San. "Sesudah kalian datang kesini. kami harus memenuhi tugas sebagai
tuan rumah. Beberapa saudara seperuruanku adalah orang2 yang sangat suka
bergaul. Marilah, aku mengundang kalian menginap semalam dua malam."
Sesudah mendengar pembicaraan
itu, Touw Tay Kim mendapat lain pikiran. "Bagaimana dia bisa tahu begitu
tegas mengenal Ciok dan Soe Piauw tauw?" tanya didalam hati. Dalam hal ini
mungkin terdapat lain latar belakang. Apakah karena perbuatannya yang tak
mengenal adat keenam orang yang tadi sudah ditegur oleh gurunya yang
memerintahkan pemuda ini menghaturkan maaf dan mengundang kita?" Memikir
begitu, hatinya jadi lebih lega. Ia tertawa seraya berkata: "Kalau saudara
seperguruanmu sama ramah tamahnya seperti Thio Ngo hiap, sedari tadi kami sudah
naik keatas gunung."
"Apa?" menegasi Coei
San dengan suara heran. "Apakah Cong piauw tauw sudah bertemu dengan
saudara seperguruanku? Yang mana?"
Touw Tay Kim kembali menduga
pemuda itu ber-pura2. "Hari ini, rejekimu sangat besar," jawabnya.
"Dalam seharian saja, aku su dah bertemu dengan hampir semua anggauta dari
Boe tong Cit hiap."
Pemuda itu jadi semakin heran
dan mengawasi pemimpin piauw hang itu dengan mata terbuka lebar. "Apakah
kau juga bertemu dengan Jie Sam ko?" tanyanya.
"Apa Jie Thay Giam Jie
Sam hiap?" menegas Touw Tay Kim. "Mereka merasa segan untuk
memperkenalkan diri, sehingga aku tak tahu, yang mana itu Jie Sam hiap. Aku
hanya bertemu dengan enam orang dan mungkin sekali Jie Sam hiap terdapat
diantara mereka.,"
"Enam orang?" seru
pemuda itu dengan suara kaget. "Sungguh mengherankan ! Siapa mereka
?"
"Mana aku tahu ? Saudara2
seperguruanmu sendiri yang sungkan memperkenalkan diri," jawabnya.
"Karena kau adalah Thio Ngo hiap maka keenam orang iru mestinya Song
Tayhiap dan yang lain2". Waktu berkata begitu, ia menekankan setiap
perkataan "Hiap" dengan nada mengejek tapi pemuda itu yang sedang ke
bingungan tidak, memperhatikan ejekan orang.
"Apa benar2 Cong piauw
tauw telah betemu dengan mereka?" menegas pula Thio Coei San.
"Bukan saja aku, tapi
semua orang yang mengikut dalam rombongan ini, juga telah lihat mereka,"
jawabnya.
Pemuda itu meng geleng2kan
kepalanya. "Tak bisa jadi," katanya dengan suara pasti. "Hari
ini, Song Soeko dan yang lain2 sehari suntuk menemani Soehoe di Giok hie kiong
dan setindak pun mereka tak pernah berlalu dari samping Soehoe. Melihat sampai
tengah hari Jie Samko belum juga datang, Soehoe telah memerintahkan siauw tee
turun gunung untuk menyambutnya. Cara bagaimana Cong piauw tauw bisa bertemu
dengan Song Soeko dan yang lain lain ?"
"Apakah orang yang pada
pipinya terdapat sebuah tahi lalat dan pada tahi lalat itu tumbuh tiga lembar
rambut bukan Song Tay hiap?" tanya Touw Tay Kim dengan hati ber debar2.
Coei San terkesiap.
"Diantara Soehengteeku tak seorangpun yang bertahi lalat dipipinya,"
katanya.
Perkataan itu seperti air
dingin yang menggusur kepala Tauw tay Kim. "Keenam orang itu mengatakan
mereka adalah Boe tong Liokhiap," katanya dengan jantung memukul keras.
"Diantara mereka terdapat dua toojin yang memakai topi kuning. Tentu saja
kami...."
"Biarpun guruku seorang
toojin, akan tetapi semua muridnya adalah orang2 biasa yang tidak memeluk
agama," kata pemuda itu. "Apa kah mereka benar2 memperkenalkan diri
sebagai Boe tong Liok hiap ?"
Touw Tay Kim mengeluarkan
keringat dingin. Memang juga orang2 itu tidak pernah memperkenalkan diri
sebagai Boe tong Liok hiap. Adalah ia sendiri yang menganggap mereka sebagai
enam pendekar Boe tong, kenyataan yang sebenarnya ialah mereka tidak membantah
pada waktu ia mengutarakan anggapan begitu untuk beberapa saat ia dapat
mengeluarkan sepatah kata dan hanya mengawasi kedua kawannya dengan paras muka
pucat. "Kalau begitu keenam orang itu mengandung maksud jahat",
katanya dengan mendadak, mari kita ubar!" Ia melompat keatas punggung
kudanya yang lalu dikaburkan keatas gunung.
Thio Coen San pun lantas saja
menyusul dan kemudian merendengkan kudanya dengan tunggangan Touw Tay Kim.
"Touw heng!" serunya "Perlu apa kita menguber mereka? Tak apa2
jika mereka menggunakan nama kami."
"Dalam ini terselip lain
hal", kata Touw Tay Kim. "Bagaimana dengan orang itu? Kami sebetulnya
ingin menyerahkan orang ini kepada Thio Cinjin tapi enam orang itu sudah
mengabilnya dari tangan kami. Orang itu mendapat luka berat. Celaka
sungguh!"
Sambil membedel kudanya dengan
suara ter-putus2, ia menceritakan apa yang sudah terjadi.
"Siapa namanya orang itu?
Bagaimana macamnya", tanya Coei San dengan heran.
"Entahlah," jawabnya
"ia terluka berat, tak bisa bicara dan tak bisa bergerak sedang napasnya
tinggal sekali2. Ia berusia kurang lebih tigapuluh tahun." Sesudah berkata
begitu ia segera melukiskan roman dan potongan badan Jie Thay Giam.
"Celaka", teriak Coei San dengan hati mencelus, "itulah Jie
Samko!" Beberapa saat kemudian sesudah dapat menentramkan hatinya dengan
tangan kiri ia manyentak les kuda Touw Tay Kim.
Binatang itu yang sedang lari
keras berhenti dengan mendadak sambil berbengar keras dan berjingkrak sedang
mulutnya mengeluarkan darah akibat dentakan itu.
Dengan kaget seraya menghunus
golok Touw Tay Kim metompat turun dari tungganganaya. Ia heran, cara bagaimana
pemuda yang badannya begitu kurus lemah bisa mempunyai tenaga yang begitu
besar.
"Touw Toako jangan salah
mengerti" kata pe muda itu, "dari tempat jauhnya ribuan li Toako
telah mengantar Jie Sam ko sampai disini dan untuk itu semua siauwtee merasa
sangat berterima kasih. Maka itu sedikitpun siauwtee tidak mempunyai maksud
yang kurang baik."
Touw Tay Kim segera masukkan
goloknya kedalam sarung tapi tangan kanannya mesih tetap mencekal gagang
senjata itu.
"Bagaiman Jie Samko
mendapat luka? Siapa musuhnya? Siapa yang minta Touw Toako mengantarkannya
sampai disini?" tanya Coei San.
Tapi antara tiga pertanyaan
itu, satupun tak dapat dijawab oleh Touw Tay Kim.
"Bagaimana macamnya
keenam orang itu yang mengambil Jie Samko?" tanya pemuda itu. Sebelum
Toauw Tay Kim keburu menjawab, Soe Piauw-tauw sudah mendahului dan lalu
melukiskan macamnya orang2 itu.
"Kalau begitu, biarlah
Siauwtee coba mengubar mereka", kata Thio Coei San seraya memberi hormat
dan lalu kaburkan tunggangannya sekeras-kerasnya.
Sebagai saudara seperguruan
dan dengan bersama2 melakukan pekerjaan mulia, Boetong Cit hiap mencintai satu
sama lain seperti saudara kandung. Mendengar kakaknya luka berat dan jatuh
ketangan orang2 yang belum di ketahui siapa adanya, bukan main bingung Coei
San. Ia membedal mencambuk kuda mustika itu, se-olah2 tidak menghiraukan jika
tidak tunggangannya yang disayang mesti lantaran kecapaian. Dalam sekejap ia
sudah tiba di Co tiam, satu tempat dimana terdapat tiga cagak jalanan: yang
satu naik keatas gunung, sedang yang lain membelok kejurusan timur laut sampai
di kota In-yang.
"Kalau enam orang itu
benar2 mengantar Jie Samko keatas gunung, waktu turun gunung, aku pasti sudah
bertemu dengan mereka," katanya didalam hati. Memikir begitu, ia lantas
saja mengambil jalanan yang menjurus ketimur laut.
Sesudah lari kurang lebih satu
jam, meskipun bertenaga kuat, per-lahan2 kuda itu menjadi lelah dan semakin
lambat. Siang sudah ter ganti dengan malam dan dijalanan gunung yang memangnya
sepi, sudah tidak terdapat lagi manusiapun yang bisa diminta keterangannya.
Sambil mengubar, pemuda itu, mengaju kan macam2 pertanyaan pada dirinya sendiri
"Jie Samko memiliki kepandaian yang sangat tinggi." Pikirnya.
"Bagaimana ia bisa dilukakan orang dengan begitu mudah? Tapi dilihat dari
sikap dan perkataan Touw Tay Kim tak bisa jadi ia mendusta."
Selagi mengasah otak, tiba2
kuda itu berbanger dan lari kesebidang tanah lapang dimana terdapat beberapa
kuburan. Thio Coei San mengerti bahwa penyelewengannya binatang itu pasti
disebabkan oleh sesuatu yang luar biasa. Dengan waspada ia mengawasi tanah
lapang itu. Sesaat kemudian ia mendapat kenyataan, bahwa sebuah kereta roboh
terguling di antara rumput yang tinggi.
Setelah lihat seekor keledai
rebah didepan kereta itu dengan kepala hancur. Buru2 ia melompat turun dan
menyingkap tirai kereta, tapi didalamnya tidak terdapat manusia. Ia menengok
keseputarnya dan mendadak matanya yang sangat jeli melihat seso sok tubuh
manusia rebah didalam gompolan rumput. Dengan jantung memukul keras, ia
menubruk dan mengangkat orang itu. Dengan sekelebatan saja, ia sudah mengenal
bahwa orang itu bukan lain dari pada Soekonya yang sedang dicari.
Dalam kegelapan, samar2 ia
lihat kedua mata kakak seperguruan itu tertutup rapat, sedang mukanya pucat
bagaikan kertas. Bukan main kaget dan sakit hatinya. Dengan tangan gemetar, ia
mendukung sang Soeko dan menempelkan mukanya sendiri dimuka yang pucar itu.
Tiba2, dalam hatinya yang duka timbul harapan, karena ia merasakan sedikit hawa
hangat dipipi Jie Thay Giam. Buru2 ia meraba dada Soekonya dan ternyata jantung
sang kakak masih mengetuk dengan perlahan.
"Samko" teriaknya
sambil mengucurkan air mata. "Samko...mengapa kau? Aku Ngotee..
.Ngoteemu...." Dan perlahan dan hati2 ia bangun berdiri. Sekali lagi,
jantungnya memukul keras, ke dua tangan danw kedua kaki Jie Thay Giam kontal
kantul kebawah. Ternyata tulang2nya telah dipukul patah, sedang darah mengalir
dari jeriji pergelangan tangan lengan dan betis nya. Melihat kekejaman musuh,
Thio Coei San marasa dadanya mau meledak, melihat luka itu ia tahu bahwa musuh
belum pergi jauh dan jika diubar ia masih bisa menyandaknya. Dalam kalanya ia
lantas saja melompat keatas punggung kuda untuk mengejar, tapi dilain sa at ia
mendapat lain pikiran yang lebih jernih. "Luka Jie Samko berat luar biasa dan
perlu segera ditolong," pikirnya. "Jika seorang koencu mau membalas
sakit hati, sepuluh tahun masih belum terlambat,"
Karena kuatir goncangan2
diatas kuda memperhebat luka sang Soeko, maka, sesudah berpikir sejenak, ia
segera mendukung tubuh Jie Thay Giam dengan hedua tangannya dan lain berjalan
pulang dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan. Kuda jempolan itu, yang
mungkin merasa heran mengapa sang majikan tidak menunggunya, mengikuti dari
belakang.
==========================
HARI itu adalah hari ulang
tahun kesembilan puluh dari Couw-soe Boe-tong-pay Thio Sam Hong. Sedari pagi
sekali, Giak-hie-kiong sudah diliputi dengan suasana bersuka ria. Dengan
bergiliran, ke-6 muridnya memberi selamat panjang umur dan berlutut. Hanya
sayang diantara 7 murid itu masih kurang seorang. Menurut perhitungan, sesudah
menjalankan tugas membunuh seorang penjahat besar di Tiongkok Selatan. siang2
Jie Thay Giam sudah harus kembali. Tapi ditunggu sampai tengah hari, ia belum
juga kelihatan mata hidungnya. "Semua orang dibawah_gunung," kata
Thio Coei San.
Tapi begitu pergi, Thio Coei
San pun tak ada kabar ceritanya. Dengan menunggang kuda istimewi, andaikata ia
pergi sampai di Lao ho kouw, iapun sudah mesti pulang lebih siang, tapi
ditunggu hingga Yoe sie dari jam 5 sore sampai tujuh malam, ia belum juga
kelihatan bayangan bayangannya.
Di ruang tengah, meja
perjamuan sudah di atur rapih, sedang lilin merah sudah habis separuhnya. Semua
orang mulai bingung. Murid keenam In Lie Heng dan murid ke7 Boh Seng Kok sudah
keluar masuk puluhan kali, sedang saudaranya yang lainpun tak kurang
bingungnya. Sebagai seorang yang ilmu kebatinannya sudah sangat tinggi, Thio
Sam Hong tetap t nang. Tapi ia yakin, bahwa belum pulangnya kedua murid itu
mesti disebabkan oleh kejadian sangat luar biasa. Ia kenal baik watak mereka.
Jie Thay Giam sangat ber-hati2 dan boleh diandalkan untuk memegang pekerjaan
penting sedang Thio Coei San seorang pemuda yang cerdas dan selalu bisa
bertindak dengan mengimbangi jelatatan.
Serasa mengawasi lilin yang semakin
pendek Song Wan Kiauw berkata sambil tertawa "Soe hoe, Jie Samtee dan Thio
Ngotee tentulah juga bertemu dengan urusan ganjil dan mereka lalu menggulung
tangan baju untuk mencampurinya, Soehoe selamanya menganjurkan kami untuk
melakukan perbuatan mulia dan hari ini, hari ulang tahun Soehoe, kedua soetee
menolong sesama manusia sebagai hadiah ulang tahun."
Thio Sam Hong mengurut
jenggotnya."Hm pada hari ulang tahunku yang kedelapanpuluh kau telah
menolong seorang janda yang mem buang diri kedalam sumur" katanya seraya
tertawa, "perbuatanmu itu memang harus dipuji akan tetapi jika dalam
sepuluh tahun baru menolong orang satu kali mereka yang perlu di tolong sungguh
harus menunggu dengan sangat tidak sabaran". Mendengar perkataan guru mereka
lima murid itu lantas saja tertawa geli, tapi adatnya sangat terbuka dan sering
sekali ia berguyon dengan murid2nya "paling sedikit Soehoe akan bisa hidup
dua ratus tahun kata", Thio Siong Kee murid keempat sambil bersenyum
"jika setiap sepuluh tahun kami melakukan sesuatu perbuatan baik ditambah
jumlah nya tidak sedikit."
Boh Seng Kek murid ketujuh
tertawa nyaring "hanya mungkin sekali kita tak bisa makan umur begitu
panjang" katanya.
Baru saja perkataan itu habis
diucapkan, Song Wan Kiauw dan Jie Liam Cioe, murid ke dua se konyong2 melompat
keluar seraya ber teriak:" Apa Samtee!"
"Benar" jawab Thio
Coei San dengan suara parau dilain saat dengan kedua tangan pakaian berlepotan
darah dan penuh keringat ia bertindak masuk dengan tindakan limbung dan lalu
berlutut dihadapan Thio Sam Hong. "Soe hoe...." katanya "Jie
Samko.,..telah dibokong orang!"
Semua orang terkesip. Sehabis
berkata begitu, badan Thio Coei San bergoyang, dan ia roboh terjengkang karena
terlalu lelah dan duka.
Song Wan Kiauw dan Jie Lian
Cioe adalah orang2 yang mempunyai pengalaman luas dan mereka tahu sebab musabab
dari pingsannya Thio Coei San. Mereka mengerti bahwa apa yang penting adalah
Jie Tay Giam. Maka itu dengan berbareng mereka menubruk dan mengangkat tubuh
Jie Sam. Begitu meraba dada si adik, hati mereka mencelos sebab napas Jie Thay
Giam tinggal sekali.
Melihat muridnya yang disayang
terluka begitu berat tanpa mengeluarkan sepatah kata, Thio Sam Hong buru2 masuk
kekamarnya dan keluar lagi dengan membawa pels Pek houw Tok bang tan
(pememulihkan jiwa yang mulutnya ditutup dengan lilin putih)Untuk tidak
membuang tempo dengan dua jarinya ia mememijit peles itu yang lantas saja
menjadi hancur. Ia mengambil tiga butir pel yang lalu dimasukkan kedalam mulut
Jie Thay Giam. Tapi gigi Jie Sam hiap terkancing dan mulutnyn tertutup rapat.
Thian Sam Hong segera
mengangkat kedua tangannya dan dengan menggunakan jempol dan telunjuk, ia
menotok Liong yauw kiauw diujung kuping Jie Thay Giam dengan tenaga Ho cweekin.
Pada waktu itu kepandaian Thio Sam Hong sudah sedemikian tinggi sehingga dengan
Ho cweekin Tiam Liong yauw kiauw, tenaga Ho cwee kin menotol Liong yauw kiauw
ia malahan dapat menyadarkan untuk sementara waktu orang. Sesudah menotol dua
puluh kali, simurid masih juga tidak bergerak.
Sambil menghela napas, ia
segera menengkurupkan kedua telapak tangannya dan menotol jalanan darah Kian
kie hiat didagu muridnya, dengan menggunakan In cioe atau telaga dingin.
Sesudah itu, ia membalik kedua telapak tangannya dan menotok pula dengan Yang
cioe atau tenaga panas, per-lahan2 mulut Jie Thay Giam terbuka dan ia lalu
menelan tiga butir pil itu.
Tapi otot2 leher Jie Sam hiap
sudah menjadi kaku, sehingga biarpun masuk kedalam tenggorokan pel itu tak bisa
turun terus sampai di perut. Guru besar itu segera memerintahkan Thio Siong Kee
mengurut leher Jie Thay Giam sedang ia sendiri lalu menotok jalanan darah Kwat
poen dan Jie hoe dibagian pundak serta Yang koan dan Beng Boen diujung tulang
punggung, supaya sesudah tersadar si murid jangan merasakan kesakitan yang terlalu
hebat.
Semenjak Song Wan Kiauw dan
Jie Lian Cioe berguru biarpun menghadapi urusan yang bagai mana besar, sang
guru selalu bersikap tenang. Tapi sekarang tangan guru itu bergemetar sedang
paras mukanya mengunjuk rasa bingung sehingga mereka mengerti, bahwa luka adik
mereka luar biasa berat.
Selang beberapa saat, Jie Thay
Giam mulai tersadar.
"Soehoe," kata Thio
Coei San dengan suara pilu. "Apakah Jie San ko masih bisa ditolong jiwanya
?"
Thio Sam Hong tidak menjawab
secara langsung. Ia hanya berkata: "Dalam dunia ini siapa kah yang bisa
hidup untuk se-lama2nya ?"
Tiba2 terdengar suara tindakan
orang. Seorang toojin kecil masuk kedalam ruangan itu dan memberitahu, bahwa
Touw Tay Kim dan lain2 piauw tauw Liong boen Piouw kiok datang berkunjung.
Paras muka Thio Coei San
lantas saja berubah gusar. "Ini semua gara2 kawanan manusia itu!"
teriaknya seraya melompat keluar. Dilain saat diluar kelenteng terdengar suara
jatuhnya senjata2 diatas tanah. Baru saja In Lie Heng dan Boh Seng Kok ingin
melompat keluar untuk membantu Soehengnya, Thio Coei San sudah kelihatan
berjalan masuk dengan satu tangan menenteng seorang lelaki yang badannya tinggi
besar. Sambil melontarkannya keras2 di atas lantai ia berseru: "Manusia
inilah yang sudah merusak urusan besar!"
Diantara Boe tong Cit hiap, In
Lie Henglah yang beradat paling berangasan. Mendengar orang itu yang
menyebabkan terlukanya sang Soeko, ia segera melompat dan mengangkat kaki untuk
menendang Touw Tay Kim.
"Lioktee! Tahan!"
bentak Song Wan Kiauw.
"Hei! Orang2 Boetong
memakai aturan atau tidak?" demikian terdengar teriakan diluar kelenteng.
"Kami adalah tamu2 yang datang ber kunjung. Mengapa kau menghina
kami?"
Song Wan Kiauw mengerutkan
alisnya. Ia menghampiri Touw Tay Kim dan menepuk belakang kepala dan punggung
Cong-piauw-tauw itu, untuk membuka jalanan darahnya. "Yang di luar harap
jangan ribut," teriaknya, "Tunggu sebentar". Suara itu angker
dan nyaring luar biasa dan orang2 Liong-boen Piauw-kiok yang menduga bahwa
teriakan itu adalah teriakan Thio Sam Hong, tak berani banyak ribut lagi.
"Ngo-tee," kata Song
Wan Kiauw. "Bagaimana Samtee bisa mendapat luka begitu berat ?
Ceritakanlah dengan tenang."
Sesudah mengawasi Tauw Tay Kim
dengan sorot mata gusar, barulah Thio Coei San menerangkan, bagaimana Liong
boen Piauw-kiok telah diminta oleh seorang untuk mengantarkan Jie Thay Giam ke
Boetong-san dan bagai mana saudara itu akhirnya diambil enam penjahat yang
menyamar sebagai murid2 Boetong. Sedari tadi, sesudah lihat kepandaian Tay Kim,
Song Wan Kiauw sudah tahu, bahwa Cong piauw tauw itu bukan orang yang bisa
mencelakakan Soe-teenya. Begitu mendengar keterangan Thia Coei San, paras
mukanya lantas saja berubah sabar dan dengan kata2 manis, ia segera bertanya
kepada Tauw Tay Kim hal ihwal peristiwa itu.
Touw Tay Kim lantas saja
menceritakan segala kejadian se-terang2nya. Pada akhirnya ia berkata dengan
suara duka: "Song Tayhiap, aku benar2 tolol dan karena kebodohanku, Jie
Samhiap mesti menderita begitu lebat. Kutahu bahwa aku berdoa besar sekali dan
pantas mendapat hukuman mati. Nasib keluarga kami di Lim an juga belum tahu
bagaimana jadinya."
Selagi muridnya bicara dengan
tamu itu, Thia Sam Hong tidak mencampuri dan sambil mengempos semangat terus
menempelkan telapak tangannya pada jalan darah Sincong dan Lengtay untuk
memberi bawa panas kepada Jie Thay Giam, Tapi begitu lekas mendengar perkataan
Tauw Tay Kim yang berakhir ia segera berkata: "Lian Coe, bersama Seng Kok
sekarang juga kau harus berangkat ke Lim an untuk melindungi keluaga Long boen Piauw
kiok"
"Soehoe." kata Thio
Coei San dengan suara penasaran. "Orang she Touw itu terlalu gila dan
karena gara2nya, biarpun tidak disengaja Sam soeko mesti menderita begitu
hebat. Bahwa kita tidak membuat perhitungan dengannya, dia sudah untung besar.
Perlu apa melindungi anak isteri dan keluarganya ?"
Sang guru tidak menjawab, ia
hanya menggelengkan kepala, sebagai tanda tidak setuju dengan pendapat si
murid.
"Ngo tee," kata Song
Wan Kiauw. "Mengapa pemandanganmu begitu sempit? Untuk siapa Tauw Cong
piauw tauw datang kemari dengan melalui perjalanan ribuan li ?"
"Untuk mengantongi dua
ribu tahil emas," jawabnya sambil tertawa dingin. Mendengar perkataan itu,
muka Touw Tay Kim lantas saja berubah merah. Dalam hati kecilnya ia juga
mengakui, bahwa kesudiannya untuk mengantar Jie Thay Giam memang sebab hadiah
yang besar itu.
"Ngo tee!" bentak
Song Wan Kiauw. "Jangan kau kurang ajar terhadap tamu kita ! Kau sudah
terlalu capai pergilah mengaso."
Dalam kalangan Boe tong pay
kedudukan seorang Soeheng sangat diindahkan dan disegani. Baik dalam ilmu silat
dan usia maupun dalam pribadi dan kemuliaan Song Wan Kiauw lebih menang
setingkat daripada semua saudara seperguruannya. Maka itu dari Jie Lian Cioe
sampai Boh Seng Kok, tak seorangpun yang tidak menghormatinya. Begitu dibentak
Thio Coei San tidak berani mengeluarkan suara lagi, tapi ia terus berdiri
disitu sebab sangat memikiri keadaan Jie Thay Giam.
"Jie tee," kata pula
Song Wan Kiauw. "Menolong jiwa orang seperti menolong bahaya kebakaran.
Sesudah Soehoe mengeluarkan perintah, kurasa lebih baik kau berangkat malam ini
juga ber-sama2 Cittee," Jie Lian Cioe dan Boh Seng Kok lantas saja
meninggalkan ruangan itu untuk bebenah.
Melihat kedua pendekar itu
ber-siap2 untuk pergi ke Lim-an guna melindungi keluarga Liong boen Piauw kiok
bukan main rasa berterima kasihnya Touw Tay Kim. Tapi rasa terima kasih itu
bercampur dengan rasa malu yang besar. "Thio Cinjin," katanya sambil
memberi hormat kepada Thio Sam Hong dengan merangkapkan kedua tangannya.
"Dalam urusan kami Boanpwee tidak berani merepotkan Jie hiap dan Boan
hiap. Sekarang saja kami berpamit."
"Malam ini kalian
menginap saja ditempat kami " kata Song Wan Kiauw, "Kami masih ingin
menanyakan beberapa hal". Perkataan itu diucapkan dengan manis budi
mengandung pengaruh besar yang sukar ditolak, sehingga tanpa membantah lagi
Touw Tay Kim segera duduk dipinggiran. Beberapa saat kemudian Jie Liam Cioe dan
Boh Seng Kok mengambil selamat berpisah dari gurunya dan sesudah mengawasi Jie
Thay Giam beberapa kali, dengan perasaan tertindih mereka turun gunung untuk
menjalankan perintah sang guru. Bahwa mereka merasa berat untuk meninggalkan
saudara seperguruannya yang terluka berat, sangat bisa dimengerti, karena masih
merupakan pertanyaan, apakah mereka akan bisa bertemu muka lagi.
Seluruh ruangan sunyi senyap
dan apa yang terdengar, hanyalah suara nafas Thio Sam Hong yang ter-sengal2.
Diatas kepala guru besar itu kelihatan keluar semacan uap panas, sebagai tanda
bahwa Thio Sam Hong tengah mengerahkan Lweekang yang sangat dahsyat. Berselang
kira2 setengah jam, se-konyong2 Jie Thay Giam mengeluarkan teriakan
menggeledek, sehingga ruangan itu se-olah2 tergetar.
Touw Tay Kim terkesiap dan
tanpa merasa, ia melompat bangun dari kursinya. Ia melirik Thio Sam Hong dan
dapat kenyataan, paras muka orang itu mengunjuk rasa jengkel atau rasa girang,
sehingga sukar sekali ditebak apa artinya teriakan Jie Thay Giam itu.
"Siong Kee, Lie Heng,
bawalah Samkomu kedalam kamar supaya ia bisa mengaso."
Sesudah menjalankan titah
gurunya, mereka masuk lagi kedalam ruangan itu, "Soehoe, apa ilmu silat
Samko bisa pulih lagi seperti biasa?" tanya In Lie Heng.
Thio Sam Hong menghela napas
panjang. Selang beberapa saat, barulah ia menjawab dengan suara perlahan:
"Apakah jiwanya bisa tertolong, masih harus menunggu tempo sebulan.
Urat2nya yang sudah rusak dan tulang2-nya yang patah, tak bisa disambung lagi.
Selama hidupnya...." ia tak dapat meneruskan perkataannya dan hanya
meng-geleng2kan kepalanya dengan paras berduka.
Mendengar jawaban itu, In Lie Heng
tak bisa menahan lagi rasa sedihnya, ia lantas saja menangis tersedu2. Diantara
saudara seperguruannya, biarpun sudah memiliki kepandaian sebagai ahli silat
kelas utama, hatinya paling lembek dan mudah sekali menangis.
Melihat saudaranya menangis, Thio
Coei San lantas meluap darahnya. Dengan sekali me lompat, tangannya melayang
menggaplok muka Touw Tay Kim. Congpiauw tauw ini coba menangkis, tapi tangan
Thio Coei San menyambar bagaikan kilat cepatnya dan pipinya sudah kena
digampar. Kena belum puas, Coei San lalu mengirim tinju kepinggang Touw Tay Kim
tapi untung sebelum mengenakan sasarannya, Thio Siong Kee keburu men dorong
pundak saudaranya sehingga tinju itu jatuh ditempat kosong. Saat itu, Touw Tay
Kim pun coba menolong diri dengan melomat kebelakang dan selagi ia melompat
tiba2 terdengar suara "trang" sepotong emas jatuh dilantai dari
sakunya.
Thio Coei San menjemput emas
itu dan berkata dengan suara dingin "manusia serakah begitu lihat
berkredepnya emas kau segera menyerahkan Jie Samko kepada orang...." Tiba2
perkataannya putus ditengah jalan disusul dengan seruan "ih".
"Toako" katanya
sambil mengawasi potongan emas itu, "lihatlah tapak jari2 ini adalah
akibat ilmu Kim kong cie dari Siauw lim pay"
Song Wan Kiauw meneliti
potongan emas itu beberapa lama dan kemudian menyerah kan kepada sang guru yang
lalu mengawasi dengan penuh perhatian dan membulak balik nya beberapa kali tapi
tidak berkata apa2.
"Soehoa" teriak Thio
Coei San "tak bisa salah lagi itulah ilmu Kim kong cie dari Siauw lim pay.
Dalam dunia ini tiada lain partai yang memiliki ilmu begitu, Soeboe bukankah
begitu?"
Pada saat itu didepan mata
Thio Sam Hong kembali terbayang kejadian dimasa lampau. Ia ingat bagaimana
diwaktu masih kecil ia melayani gurunya. Kak wan Tay Soe yang bertugas dalam
Cong keng kok, bagaimana mereka telah merobohkan Koen loen Sam sang, bagaimana
mereka kabur dengan diuber oleh pendeta Siauw Him sie, dan bagaimanaia akhirnya
menetap digunung Boe tong san. Melihat tapak jarak pada potongan emas itu
memang tak bisa dipungkir lagi itu semua adalah akibat perbuatan seorang Siauw
lim sie. Ilmu silat Boe tong pay mengutamakan Lweekang dan tidak memperhatikan
ilmu keras untuk bisa menghancurkan batu dan sebagainya. Dalam lain2 partai
persilatan mempelajari ilmu Gwa kang (ilmu silat luar) terdapat tenaga telapak
tangan, tenaga tinju, tenaga kaki dan sebagai nya yang hebat tapi tak satu
partaipun yang memiliki tenaga jari tangan yang begitu dahsyat.
Maka itulah sesudah Thio Coei
San menanya dua tiga kali ia masih juga belum memberi jawaban. Jika ia bicara
terus muridnya tentu tak mau mengerti dan sebagai akibatnya dua partai besar
dalam Rimba Persilatan akan saling bertempur.
Thio Coei San yang sangat
cerdas lantas saja bisa menebak jalan pikiran gurunya. "See-hoe",
katanya pula. "Apakah dalam Rimba Persilatan bisa muncul seorang luar
biasa, yang tanpa didikan guru, dapat memiliki ilmu Kim kong cie?"
Thio Sam Hong menggelengkan
kepalanya. "Tak mungkin", jawabnya. "Kim-kongcie adalah hasil
pengalaman, bukan ilmu yang bisa digubah dalam tempo pendek. Menurut
pendapatku, seorang yang paling cerdas otaknya tak akan bisa memiliki Kim kong
cie, tanpa pimpinan guru". Ia berdiam sejenak dan kemudian berkata pula:
"Dulu, pada waktu berdiam dalam kuil Siauw lim sie, aku pun tak tahu,
bagaimana jari tangan manusia bisa mempunyai kekuatan yang begitu luar
biasa."
Sesaat itu pada kedua mata
Song Wan Kiauw terlihat sorot yang luar biasa "soehoe," katanya.
Dilihat begini, urat dan tulang sam tee juga dihancurkan dengan ilmu Kimkong
ci.
Mendengara perkataan sang
Toako. InLie Hang menangis pula.
Dilain pihak, Touw Tay Kim
mendengar pembicaraan antara guru dan murid itu dengan hati berdebar2. Beberapa
kali ia sudah membuka mulut, tapi mulutnya tak dapat mengeluarkan suara.
Akhirnya, sesudah menenteramkan hati, ia dapat juga berkata: "Tidak! Tak
mungkin orang Siauw Lim-sie. Belasan tahun aku berdiam dalam kuil Siauw lim sie
tapi belum pernah aku bertemu dengan orang itu."
Song Wan Kiauw mengawasi Cong
piauwtauw itu dengan sorot mata bersangsi. "Liok tee, antarlah tamu2 kita
keruangan belakang, supaya mereka bisa mengaso," katanya. "Bari
tahukan Loo-ong supaya ia merawat baik2 semua tamu kita." In Lie Heng
mengiakan dan lain mengajak Touw Tay Kim dan yang lain2 pergi kebagian belakang
kelenteng itu.
Sesudah mengantarkan Piauw
tauw dan pegawai Liong boen Piauw kiak kekamar tamu, In Lie Heng pergi kekamar
Jie Thay Giam. Ia lihat kakak itu rebah dengan paras muka seperti mayat, sedang
napasnya pun terdengar lemah sekali, "Samko!" serunya dengan suara
menyayat hati dan kemudian sambil menekap muka dengan kedua tangan, Song Wan
Kiauw dan lain2 saudara seperguruannya sedang duduk diseputar guru mereka, maka
iapun segera mengambil tempat duduk disamping Thio Coei San.
Untuk beberapa lama dengan mata
mendelong Thio Sam Hong mengawasi pohon kwie yang, tumbuh ditengah cemehe (Red:
what is a cemehe?). Ia meng gelengkan kepala dan berkata dengan suara duka:
"Urusan ini sulit sekali. Siong Kee, bagaimana pendapatmu?"
Diantara tujuh murid Boe tong.
Thio Siong Keelah yang paling berakal budi. Jika Boe tong pay menghadapi soal2
sulit, ialah yang jadi juru pemikir dan biasanya ia selalu dapat memecahkan
cengkeraman sukar. Tak usah dikatakan lagi, sedari pulangnya Thio Coei San
dengan mendukung Jie Thay Giam yang luka berat, ia sudah mengasah orak untuk
menembus kabut yang meliputi peristiwa itu. Mendengar pertanyaan gurunya, ia
lantas saja menjawab: "Menurut pendapat teecu, bencana ini bukan bersumber
pada Siauw lim-pay, tapi pada To liong to."
"Sie tee." kata Song
Wan Kiauw. "Coba ceritakan pendapatmu se-terang2nya, supaya bisa
dipertimbangkan Soehoe."
"Jie Sam ko adalah
seorang yang sangat berhati2 dan juga pandai bergaul, sehingga tak mungkin ia
menanam bibit permusuhan secara semberono." kata Siong Kee.
"Disamping itu, penjahat besar yang telah dibinasakan Sam ko hanya
memiliki ilmu silat kelas tiga dan sangat dibenci oleh orang Rimba Persilatan.
Maka itu, tak mungkin orang Siauw lim-pay turunkan tangan jahat untuk membela
penjahat itu."
Thio Sam Hong manggut2kan
kepalanya.
"Putusnya urat2 dan
tulang2 Sam ko sudah terjadi ditengah jalan." katanya pula. "sebelum
berangkat dari Lim an, Sam ko memang sudah kena racun yang sangat hebat,
sehingga menurut teecoe, jalan satu2nya bagi kita ialah pergi ke Lim an untuk
menyelidiki, bagaimana Sam ko kena senjata beracun dan siapa yang melepaskan
senjata itu."
"Benar," kata sang
guru. "Racun yang masuk kedalam badan Thay Giam sangat luar biasa. Sampai
sakarang, aku belum tahu, racun apa adanya itu. Pada telapak tangannya terdapat
tujuh lubang kecil, seperti ditusuk jarum. Dalam dunia Kangouw, belum pernah
kudengar senjata rahasia yang begitu aneh."
"Peristiwa ini memang
aneh bukan main." kata Song Wan Kiauw. "Menurut pantas, seorang yang
bisa melukakan Sam tee dengan senjata rahasia, mestinya seorang ahli silat dari
kelas satu. Tapi, seorang ahli silat kelas satu biasanya sungkan menggunakan
senjata rahasia keracun."
Semua bungkam. Seluruh ruangan
sunyi senyap, sehingga suara nafas guru dan murid2 itu bisa terdengar nyata.
Selang beberapa saat, kesunyian itu, dipecahkan oleh Thio Siong Kee
"mengapa orang yang bertahi lalat itu menghancurkan tulang Sam ko?"
tanyanya "jika ia sakit hati dengan sekali pukul saja ia bisa mengambil
jiwa Sam ko. Kalau mau menyiksa mengapa ia tidak menghantam tulang punggung.
Kurasa dipersakitinya Samko bertujuan untuk mengorek keterangan dari mulut
Samko. Keterangan apa tentang To liong to? Bukankah Tauw Tay Kim memberi
tahukan bahwa salah seorang diantara mereka telah menyebut To Liong to?"
"Perkataan Boe lim cie
coat po to to liong, Ie thian poet coat sweeie ceng hong sudah tersiar beberapa
ratus tahun" kata Song Wan Kiauw "apakah bisa jadi baru sekarang
benar muncul sebilah To liong to?"
"Bukan beberapa ratus
tahun", membantah sang guru, "perkataan itu baru tersiar pada kira2
tujuh puluh tahun berselang.Waktu aku masih muda dalam kalangan Kang ouw tidak
pernah terdengar perkataan bagitu."
Sekonyong2 Thio Coei San
bangun seraya berkata "apa yang dikatan Sie ko sedikitpun tak salah. Orang
yang mencelakakan Sam ko mestinya berada didaerah Kanglam, marilah kita sama2
cari manusia itu. Akan tetapi orang Siauw lin pay yang sudah turunkan tangan
begitu kejam juga tidak boleh dibiarkan begitu saja."
"Wan Kiauw bagaimana kita
harus menghadapi urusan ini?" tanya Thio Sam Hong sambil menengok kepada
muridnya. Selama berapa tahun yang paling akhir segala urusan besar dan kecil
dalam Boe tong pay memang sudah di serahkan kepada murid itu oleh sang guru.
Sebagai seorang yang pandai bekerja dan selalu bertindak dengan hati2, sebegitu
jauh Wan Kiauw belum pernah mengecewakan pengharapan gurunya.
Mendengar pertanyaan itu ia
lantas saja bangun berdiri dan segera menjawab dengan sikap hormat,
"Soehoe urusan ini bukan hanya urusan membalas sakit hati Sam tee, tapi
juga bersangkut paut dengan keselamatan nama dan Boe tong pay. Kalau kita
bertindak salah sedikit saja akibatnya bisa hebat sekali dan mungkin merupakan
bencana besar bagi seluruh rimba Persilatan. Maka itu dalam urusan yang sangat
besar ini tee coe memohon petunjuk dan keputusan Soehoe sendiri."
"Baiklah", kata Thio
Sam Hong "bersama Siauw Kee dan Lie Heng kau pergi kekuil Siauw lim sie
dan menyerahkan suratku kepada Hong thio Hong hoat Sian soe serta ceritakan
juga se-terang2nya. Kau boleh tambah dengan permintaan supaya Hong-hoat Siansoe
suka memberi petunjuk2. Dalam urusan Siawlim pay menurut hematku, kita boleh
tak usah mencampuri. Siauwlim pay adalah sebuah partai persilatan yang memegang
keras segala peraturannya, sedang Hong hoat Siansoe pun seorang yang sangat
dihormati dalam Rimba per silatan. Maka itu, aku merasa pasti, bahwa soal yang
mengenakan Siauw lim pay dapat di bereskan oleh mereka sendiri."
Ketiga murid itu lantas jaja
mengiakan de ngan sikap menghormat.
"Kalau hanya untuk
mengirim sepacuk surat Liok Sietee sendiri sudah lebih daripada cukup,"
pikir Thio Siong Kee. "Mengapa Soehoe memerintahkan juga Toasoeko dan aku
sendiri untuk pergi bersama? Perintah ini pasti mempunyai maksud yang lebih
dalam. Mungkin sekali Soenoe kuatir Siauw limpay akan rewel dan ingin supaya
kita bertiga bisa bertindak dengan mengimbangi selatan,"
Sesaat kemudian benar saja
sang guru berkata pula: "Perhubungan antara partai kita dan Siauw lira pay
tidak begitu erat. Aku adalah seorang murid Siauw lim sie yang telah kabur dari
tersebut. Mungkin sekali karena memandang usiaku yang sudah lanjut, mereka
tidak menyatroni Boetong san dan menyeretku kembali ke Siauw lim-sie. Tapi biar
bagaimanapun jua, antara kedua partai masih mempunyai sangkut paut." Ia tertawa
dan kemudian berkata pula. "Kalau sudah tiba di Siauw lim sie kau bertiga
harus bersikap hormat terhadap Hong boat Hong thio. Tapi kamipun tak boleh
bikin merosot derajatnya partai kita."
Ketiga murid itu manggut2kan
kepala sebagai janji, bahwa mereka akan memperhatikan segala pesanan sang guru.
Thio Sam Hong menengok kepada Thio Coei Sam dan berkata pula: "Coei San,
besok kau berangkat ke Kanglam untuk menyelidiki urusan ini dan dalam segala
hal kau harus mendengar perkataan Jie soeko." Murid ia lantas saja
membungkuk dan mengiakan
"Malam ini perjamuan
dibatalkan saja," kata lagi Thio Sam Hoag. "Satu bulan kemudian kita
berkumpul lagi disini. Andaikata Thay Giam tak bisa disembuhkan, kamu masih
bisa bertemu lagi dengannya." Perkataan yang paling akhir diucapkan dengan
suara gemetar. Didalam hati orang itu sangat berduka. dan ia tak nyana bahwa
sesudah mempunyai nama besar selama puluhan tahun, dalam usia sembilan puluh,
salah seoreng muridnya yang tercinta mengalami bencana. In Lie Hong yang cetek
air matanya lantas saja menangis dengan perlahan.
"Pergi tidurlah,"
kata sang guru seraya mengebas tangan jubahnya.
"Soehoe," kata Song
Wan Kiauw dengan suara menghibur. "Samsoetee adalah seorang mulia yang
selalu menolong sesama manusia. Orang kata manusia yang baik selalu dipayungi
Tuhan Yang Maha Kuasa. Teecoe percaya, Langit mempunyai Mata dan Samsoetee
pasti akan tertolong jiwanya...." berkata sampai di situ suaranya parau
dan air matanya mengalir turun.
Demikian pendekar2 itu yang
biasa menghadapi bahaya tanpa berkedip sekarang menangis ter-sedu2 karena rasa
duka dan penasaran yang sangat hebat.
Diantara saudara2
seperguruannya Jie Tay Giam dan In Lie Henglah yang bergaul paling erat dengan
Thio Coei San. Maka itu Thio Coei Sanlah yang paling bergusar dan kegusaran itu
menyesak dalam dadanya sebab tak bisa dilampiaskan. Sesudah kurang lebih satu
jam rebah diatas pembaringan dengan gelisah per-lahan2 ia bangun dan berjalan
keluar dari kamarnya dengan niatan mencari Touw Tay Kim dan menghajar Cong piauw
tauw itu untuk melampiaskan kemendongkolannya. Karena kuatir ia berlaku dengan
hati-hati supaya tindakannya tidak didengar orang.
Waktu tiba di ruangan itu
sambil menggendong kedua tangannya, orang yang bertubuh jangkung itu, bukan
lain dari pada gurunya sendiri. Ia berdiri terpaku dibelakang satu tiang tanpa
berani ber gerak. Ia tahu, bahwa jika sekarang ia kembali kekamarnya, gerak
geriknya pasti diketahui sang guru. Kalau ia mengaku sejujurnya yaitu hendak
menghajar Tauw Tay Kim, ia pasti bakal dapat teguran keras.
Beberapa saat kemudian, tiba2
Thio Sam Hong mengangkat tangan kanannya dan menulis huruf2 ditengah udara.
Dengan memperhatikan gerak2an tangan itu, Coei San mendapat kenyataan, bahwa
yang ditulis gurunya adalah dua huruf "Song loan" atau Kesedihan
kekalutan. Sesudah mengulangi beberapa kali sang guru menulis dua huruf lain
yaitu "To-tok" atau Penganiayaan hebat, diubrak abrik. Melihat
begitu, Thio Coei San lantas saja tahu, bahwa gurunya sedang menulis "Song
loan siap" dari Ong Hie Cie.