Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 51

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 51
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 51

Satu membawa pedang, satu menyangga khim besi dan dua orang memegang hudtim (kebutan) Begitu tiba di tengah gelanggang, keempat kacung itu membungkuk dan mundur, akan kemudian berdiri di belakang Ho Thay Ciong.

Pan Siok Ham melirik suaminya dan berkata, kita berempat coba main-main dengan bocah itu supaya dia mengenal lihainya ilmu silat Hwa San dan Koen Loen. Ia menengok dan mendadak mengeluarkan seruan tertahan. Sambil mengawasi Boe Kie dengan mata membelalak, ia berkata, kau.

Sebagaimana diketahui, pada empat tahun berselang, ia pernah bertemu dengan Boe Kie. Walaupun sekarang dari kanak-kanak Boe Kie sudah menjadi seorang pemuda, badannya sudah berubah dan di atas bibirnya sudah tumbuh sedikit kumis, ia masih mengenali pemuda itu.

Apa tak baik jika kita melupakan kejadian yang dulu? kata Boe Kie. Aku Can A Goe.

Pan Siok Ham mengerti maksud pemuda yang tidak mau memperkenalkan namanya yang sejati. Ia mengerti, bahwa jika ia membuka rahasia, Boe Kie pun akan melucuti kedoknya akan mengumumkan cara bagaimana ia dan suaminya sudah membalas kebaikan dengan kejahatan. Maka itu, seraya mengangkat pedang, ia berkata, Can Siauw Hiap telah mendapat kemajuan pesat sekali. Dengan jalan ini, aku memberi selamat, aku ingin minta pengajaranmu.

Boe Kie tersenyum. Sudah lama kudengar Kiam Hoat kalian berdua yang sangat lihai, katanya. Boanpwee hanya mengharap cianpwee suka menaruh belas kasihan.

Sementara itu, Ho Thay Ciong sudah mengambil pedang yang dipegang kacungnya. Senjata apa yang ingin digunakan Can siauw Hiap? tanyanya.

Melihat Ho Thay Ciong, Boe Kie lantas saja ingat kejadian-kejadian pada empat tahun berselang. Ia ingat Kim Koan dan Cin Koan yang bisa mengisap racun dan yang kemudian mati sebab tiada makanan. Hal ini sangat disayangkanolehnya. Iapun ingat, bahwa Ho Thay Ciong dan isterinya pernah naik ke Boe tong untuk mendesak kedua orang tuanya, sehingga ayah dan ibu itu mati bunuh diri. Ia ingat pula, bahwa ia pernah dipaksa minum arak beracun, dipukul sampai babak belur dan dilemparkan ke batu gunung. Kalau tidak ditolong Yo Siauw, jiwanya pasti sudah melayang.

Mengingat itu darah Boe Kie meluap. Ho Thay Ciong, Ho Thay Ciong! katanya di dalam hati.

Hari itu kau menghajar aku sepuas hati, hari ini meskipun tidak mengambil jiwamu, aku akan memberi pelajaran setimpal kepadamu.

Ketika itu kedua pemimpin Koen Loen dan kedua ratus Hwa San Pay sudah berdiri di empat sudut sambil mencekal senjata mereka yang berkeredepan. Sekonyong-konyong Boe Kie bersiul dan bagaikan sebatang pit badannya meluncur ke atas, akan kemudian, dengan tibatiba mengubah arah ke jurusan sebuah pohon bwee. Dengan sekali menggerakkan tangan, ia sudah mematahkan sebatang ranting yang penuh bunga dan sesudah itu, barulah badannya melayang kembali ke bumi.

Ilmu ringan badan Boe Kie sudah dilihat orang. Tapi gerakannya dalam memetik ranting bwee itu indah luar biasa, sehingga semua orang menggeleng-gelengkan kepala, bahkan kagumnya.

Sementara itu, Boe Kie sudah bertindak ke tengah gelanggang dan sambil mengangkat ranting pohon itu. Ia berkata, biarlah dengan menggunakan ini, boanpwee menerima pelajaran dari Hwa San Koen Loen.

Semua orang kaget. Cara bagaimana pemuda itu melawan keempat ahli silat dengan menggunakan ranting pohon yang dihias dengan kurang lebih sepuluh kuntum bunga? Biarpun memiliki lweekang yang sangat tinggi, cabang kayu itu takkan bisa melawan golok dan pedang.

Pan Siok Ham tertawa dingin, Bagus, katanya. Bocah! Kau sedikitpun tidak memandang sebelah mata kepada ilmu silat Hwa San dan Koen Loen.

Boe Kie tersenyum dan menjawab, Boanpwee pernah dengar cerita seorang Sian Hoe (mendiang ayah) bahwa seorang cianpwee dari Koen Loen Pay yaitu, Ho Ciok To Sian Seng, mempunyai kepandaian luar biasa dalam ilmu memetik khim, bersilat dengan pedang dan main catur, sehingga beliau dikenal sebagai Koen Loen Sam Seng. Hanya sayang kita terlahir terlalu lambat dan tak mendapat kesempatan untuk bertemu dengan orang tua itu.

Semua orang mengerti maksud pemuda itu, dengan memuju Ho Ciok Too, Boe Kie menghargai Koen Loen Pay yang mempunyai leluhur jempolan, tapi ia memang tak memandang sebelah mata kepada Cian Boen Jin yang sekarang bersama isterinya.

Sekonyong-konyong dalam barisan Koen Loen Pay terdengar bentakan menggeledek. Anak haram! Betapa tingginya kepandaianmu sehingga kau begitu kurang ajar terhadap guruku? cacian itu disusul dengan melompatny seorang pria bewokan yang mengenakan jubah imam warna kuning. Berbareng lompatan itu, pedangnya menikam punggung Boe Kie, biarpun sebelum menyerang ia mancaci tapi sebab gerakannya cepat luar biasa, maka serangan itu tiada bedanya seperti bokongan.

Pada detik ujung pedang hampir menyentuh punggungnya, tanpa memutar badan, kaki kiri Boe Kie menyambar ke belakang dan dengan gerakan yang tak dapat dilihat orang, kakinya sudah menginjak pedang itu di atas tanah. Dengan menggunakan seantero tenaganya, si imam membetot pedang itu, tapi sedikitpun tidak bergeming.

Perlahan-lahan Boe Kie menengok dan ia segera mengenali, bahwa penyerang itu bukan lain daripada See Hoa Coe yang pernah ditemui di tengah lautan. Imam itu yang sangat berangasan pernah mengeluarkan perkataan kurang ajar terhadap mendiang ibunya In So So.

Mengingat itu Boe Kie berduka dan lalu bertanya, Apakah kau See Hoa Coe Tootiang? See Hoa Coe tidak menyahut. Dengan muka kemerah-merahan, ia terus membetot pedangnya dengan sekuat tenaga.

Tiba-tiba sesudah menotol badan pedang dengan tumit sepatu. Boe Kie mengangkat kakinya. Sebab tidak mendug, si imam terhuyung setindak, tapi berkat kepandaiannya yang tinggi, dengan mengerahkan lweekang, ia segera dapat mempertahankan diri. Tapi, baru saja menggunakan Cian Kin Toei (ilmu memberatkan badan supaya bisa berdiri tetap) semacam tenaga yang datang dari badan pedang mendorongnya. Tenaga itu adalah begitu hebat, hingga tanpa berdaya ia jatuh duduk. Hampir berbareng, terdengar suara tang! dan pedang patah dan ia hanya mencekal gagangnya saja.

Bukan main malunya See Hoa Coe, Sang Soe Nio (isteri guru) mengawasinya mencorong dengan sorot mata yang gusar dan ia tahu bahwa ia akan mendapat hukuman. Dengan bingung dan ketakutan, buru-buru ia berbangkit, anak haram!... bentaknya.

Sebenarnya Boe Kie sudah merasa cukup, tapi begitu mendengar cacian anak haram yang mencaci juga kedua orang tuanya, darahnya lantas saja meluap. Bagaikan kilat, ia mengibas ranting bwee dan tiga hiat di dada See Hoa Coe sudah tertotok. Tapi dengan berlagak pilon ia segera berkata kepada empat lawannya, para cianpwee boleh lantas mulai!

Minggir kau! bentak Pan Siok Ham.

Apa belum cukup?

Baik, jawab See Hoa Coe, tapi badannya tak bergerak.

Pan Siok Ham jadi makin gusar, aku suruh kau minggir, apa kau tak dengar! teriaknya. Baik soe nio baik jawabnya terputus-putus. Tapi ia tetap berdiri tegak.

Tak kepalang marahnya si jago betina. Dia sungguh tak mengerti, mengapa murid itu sungguh kurang ajar. Ia belum tahu, bahwa beberapa jalan darah See Hoa Coe sudah ditotok Boe Kie.

Dengan mata mendelik, ia mendorong keras murid yang dianggapnya bandel itu. Badan si imam terdorong beberapa kaki, tapi badan dan kaki tangannya tetap tidak berubah.

Sekarang barulah Pan Siok Ham berdua suami tahu sebab musababnya. Mereka heran bercampur kagum. Mereka tak mengerti, bagaimana Boe Kie bisa menotok jalan darah tanpa diketahui mereka. Buru-buru Ho Thay Ciong menotok beberapa hiat di pinggang muridnya untuk membuka jalan darah yang tertutup. Diluar dugaan, See Hoa Coe masih tetap tidak bisa bergerak.

Sambil menunjuk tubuh PH yang bersandar pada YS, Boe Kie berkata, Beberapa tahun yang lalu, nona kecil itu sudah pernah ditutup jalan darahnya dan mereka dipaksa untuk minum arak beracun, sedang aku sendiri tidak berdaya untuk membuka hiat to yang tertotok.

Sekarang muridmu pun mendapat pengalaman yang sama. Kau tak usah heran, ilmu Tiam Hiat kita berdua memang berlainan.

Melihat berubahnya paras muka para hadirin, Pan Siok Ham merasa jengah dan untuk menutup rasa malunya, tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia segera menikam alis Boe Kie. Hampir berbareng, pedang Ho Thay Ciong menyambar punggung pemuda itu, dan kedua kakek Hwa San Pay-pun lantas mulai menyerang.

Dengan sekali melompat Boe Kie menyelamatkan diri dari empat senjata. Ho Thay Ciong segera mengirim tikaman ke kedua pinggang Boe Kie untuk memaksa pemuda itu menangkis dengan ranting bwee. Sambil mementil golok si kate dengan telunjuk kiri, Boe Kie menotol badan pedang Ho Thay Ciong memutar senjatanya dan memapas cabang yang kecil itu. Ia berpendapat, bahwa biarpun lawan memiliki kepandaian tinggi, ranting itu takkan bisa melawan tajam dan kerasnya pedang. Diluar dugaan, Boe Kie pun memutar rantingnya dan memukul badan pedang. Tiba-tiba Ho Thay Ciong merasa dorongan dari semacam tenaga lembek sehingga pedangnya terpental dan menghantam golok si jangkung.

Aha, Ho Thay Ciong! seru kakek itu. Mengapa kau membantu lawan?

Paras muka Ho Ciang Boen berubah merah, tapi ia tentu saja tidak mau mengaku bahwa pedangnya telah dipukul terpental oleh pemuda itu.

Omong kosong! bentaknya seraya menikam Boe Kie.

Pertempuran lantas berubah dengan hebatnya.

Bagaikan hujan gerimis, Ho Thay Ciong mengirim tikaman-tikaman berantai, sedang isterinya yang bergerak di belakang Boe Kie berusaha menutup jalan mundur pemuda itu. Dari kedua samping kedua kakek Hwa San Pay mencecer dengan pukulan-pukulan terhebat dari Liang Gie To Hoat.

Kedua macam ilmu silat itu yang satu ceng yang lain hoan berasal dari pat kwa dan pulang ke pat kwa. Dengan lain perkataan, karena sumbernya sama maka meskipun jurus-jurusnya berlainan pada hakekatnya kedua ilmu silat itu bersatu padu. Makin lama keempat tokoh makin saling mengerti dan kerja sama juga jadi makin erat.

Sebelum bergebrak, Boe Kie pun tahu, bahwa keempat lawannya tak boleh dibuat gegabah. Ia hanya tidak menduga, bahwa kerja sama antara Hoan Liang Gie To Hoat dan Ceng Liang Gie Kim Hoat bisa sedemikian hebat dan berkat bantuan antara yang dan Im kerjasama itu dikatakan tiada cacatnya. Tak ada bagian yang lemah, baik dalam serangan maupun dalam pembelaannya. Kalau menggunakan senjata biasa, ia masih bisa mendapat bantuan dari senjata itu. Apa mau secara temberang, ia memilih ranting bwee dan sekarang ia menghadapi bahaya besar.

Sesudah bertempur lagi beberapa lama, si kakek kate mendadak menyerang kaki Boe Kie dengan menggulingkan badan di tanah. Boe Kie berkelit ke samping, ia dipaki Pan Siok Ham, kena! bentak jago betina itu dan paha Boe Kie sudah tertikam!

Baru saja ia mementil senjata lawan, pedang Ho Thay Ciong sudah menyambar dan golok kedua kakek itu membabat kakinya. Dilain detik, Pan Siok Ham sudah lantas saja menikam pula dengan serentak. Keadaan Boe Kie terdesak.

Dalam bahaya, mendadak ia mendapat serupa ingatan. Laksana kilat ia melompat dan bersembunyi di belakang See Hoa Coe. Pan Siok Ham menikam dengan tujuan membinasakan dan bukan hanya untuk menjajal kepandaian. Ujung pedang yang menyambar dengan disertai lweekang, hampir amblas di badan muridnya. Untung juga ia keburu menarik pulang senjatanya, tapi See Hoa Coe sudah berteriak dan mengeluarkan keringat dingin.

Boe Kie jengkel dan bingung. Sesudah bertempur beberapa lama, ia masih juga belum bisa menangkap intisari daripada kedua ilmu silat itu. Sebelum dapat menyelam isinya, ia tak akan bisa memecahkannya. Maka itu, jalan satu-satunya ialah berkelit kian kemari dengan menggunakan See Hoa Coe sebagai tameng. Sambil menggunakan siasat main petak ini, pemuda itu mengeluh, Boe Kie! Boe Kie! Kau terlalu memandang enteng kepada orang gagah di kolong langit. Sekarang kau menghadapi bencana. Jika bisa keluar dengan selamat, kau harus ingat baik-baik pelajaran yang pahit ini. Benar juga kata orang, di luar langit masih ada langit, di atas manusia masih ada manusia.

Pan Siok Ham merasa dadanya seperti mau meledak. Kalau tidak dihadang See Hoa Coe, beberapa kali ia bisa menikam pemuda itu. Kalau menuruti napsu, ia ingin membuat putus badan si imam, tapi dengan adanya kecintaan antara guru dan murid, ia tentu saja tidak tega turunkan tangan jahat.

Ho Hoe jin! teriak si jangkung. Kalau kau tidak mau turun tangan terhadap orangmu, biarlah aku yang turun tangan.

Sesudahmu! bentaknya dengan gusar.

Si jangkung lantas saja mengangkat goloknya dan menyabet pinggang See Hoa Coe. Boe Kie terkejut. Jika kakek itu benar-benar membunuhi imam, maka bukan saja ia sendiri terancam kebinasaan, tapi dalam persoalan ini juga akan timbul sengketa baru. Maka itu, dengan menggunakan sinkang, ia mengebut dengan tangan bajunya dan golok si jangkung terpental.

Hampir berbareng si kate membacok. Boe Kie berkelit ke kanan, tapi ia tidak mengubah arah goloknya yang terus menyambar ke pundak See Hoa Coe. Ia membuat gerakannya sedemikian rupa, sehingga seolah-olah tidak keburu mengubah arah atau menarik pulang senjatanya. Tapi di mulut ia berteriak, See Hoa Coe Tooheng, hati-hati!

Dengan berbuat begitu, si kate coba menyebar bibit penyakit kepada Boe Kie. Ia mengerti, bahwa jika ia membinasakan See Hoa Coe, Ia akan bermusuhan dengan Koen Loen Pay. Tapi dengan pura-pura tidak keburu menarik pulang senjata, ia bisa memindahkan kedosaan ke atas pundak Boe Kie.

Boe Kie memutar badan dan mendorong dada si kate dengan telapak tangannya. Napas kakek itu menyesak. Buru-buru ia menyambut dengan tangan kiri, tapi goloknya menyambar terus.

Untung sungguh, sebelum golok mampir di pundak See Hoa Coe, kedua tangan itu kebentrok dan si kate terhuyung ke belakang, sehingga goloknya pun membacok angin.

Sesudah jiwanya ditolong dua kali, si imam merasa sangat berterima kasih kepada Boe Kie dan berbalik membenci kedua kakek itu. Kalau bisa hidup terus, aku pasti akan berhitungan dengan bangsat kate dan jangkung itu. Katanya di dalam hati.

Dilain pihak, melihat pemuda itu melindungi muridnya. Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham merasa girang. Mereka bergirang sebab dalam usahanya melindungi See Hoa Coe, Boe Kie jadi lebih sukar untuk membela diri. Mereka sedikitpun tidak merasa berterima kasih terhadap lawan yang sudah menolong muridnya dan mereka menyerang makin hebat.

Melihat begitu, tokoh-tokoh Siauw Lim, Boe Tong, dan Go Bie menggeleng-gelengkan kepala dan di dalam hati kecil, mereka merasa malu. Kalau pemuda itu binasa, sedikit banyak mereka turut berdosa.

Kedua kakek Hwa San Pay terus menyerang dengan hebatnya, sebentar membabat Boe Kie, sebentar membacok See Hoa Coe. Makin lama Boe Kie makin terdesak. Tak apa jika aku sendiri yang binasa, pikirnya. Tapi sangat tidak pantas kalau aku menyeret juga imam ini. Memikir begitu, sambil menghantam si jangkung ia mengibas ranting bwee dan dengan kibasan itu, ia membuka jalan darah See Hoa Coe.

Sesaat itu, si kate membabat kaki See Hoa Coe dan Boe Kie menendang pergelangan tangannya. Dengan cepat kakek itu menarik pulang tangannya. Mendadak si imam yang sudah merdeka mengirim tinju yang tepat mampir di batang hidung si kate, yang lantas saja mengucurkan darah. Kepandaian jago Hwa San Pay itu banyak lebih tinggi daripada si imam. Tapi sebab diserang sedari tidak diduga-duga, ia tidak keburu berkelit lagi.

Kejadian yang lucu itu disambut dengan gelak tertawa. See Hoa Coe, mundur kau! bentak Pan Siok Ham sambil menahan tertawa.

Baiklah, jawabnya, Bangsat jangkung itu masih hutang satu tinju, tiba-tiba si kate menyapu kaki See Hoa Coe, membacok dan menyikut. Duk! sikut kirinya mampir di dada si imam. Tiga gerakan berantai itu adalah salah satu jurus terlihai dari Hwa San Pay. Tubuh See Hoa Coe bergoyang-goyang dan tanpa tercegah lagi, ia muntah darah.

Bagaikan kilat, Ho Thay Ciong menempelkan telapak tangan kirinya di pinggang si murid dan dengan sekali mendorong, tubuh yang tinggi besar itu sudah terpental beberapa tombak jauhnya. Sungguh indah pukulan itu! Katanya, seraya mendongak si kate dan sret! pedangnya menikam Boe Kie merupakan bukti bahwa Ciang Boen Jin Koen Loen Pay memang bukan sembarang orang.

Sesudah penghalang menyingkir, keempat jago itu menyerang makin hebat. Dua golok dan pedang berkelabat-kelebat bagaikan titiran dan Boe Kie seolah-olah dikurung dengan sinar senjata.

Dengan tenaga dalam yang sangat kuat, ia tidak merasa lelah. Tapi serangan-serangan itu dengan perubahan-perubahannya yang aneh-aneh dengan sesungguhnya terlampau hebat.

Ia mengerti bahwa dalam dua ratus atau tiga jurus lagi, ia akan binasa.

KIOE YANG SIN KANG yang dimiliki Boe Kie didapat dari Kioe Yang Cin Kang gubahan Tat Mo Couw Soe dari India, sedang KIAN KOEN TAY LO IE berasal dari Iran. Kedua ilmu ini boleh dikatakan puncaknya kepandaian manusia. Dilain pihak, kedua ilmu silat Liang Gie itu digubah dari macam-macam ilmu Tiongkok asli yang dicampur dengan kedudukankedudukan Pat Kwa dari Boe Ong. Jika seseorang sudah melatih diri sampai pada tingkat tertinggi dari ilmu tersebu maka ia akan banyak lebih lihai daripada orang yang mempunyai KIAN KOEN TAY LO IE Sin Kan. Tapi sebab Kitab Yan Keng (kitab tentang Pat Kwa) sangat sukar dipelajari, maka keempat jago itu baru mengenal kulitnya saja. Kalau bukan begitu, siang-siang Boe Kie sudah binasa.

Sambil bertempur, pemuda itu terus mengasah otak. Kalau mau dengan menggunakan ilmu pengenteng badan dengan mudah ia bisa meloloskan diri dari kepungan. Keempat tokoh itu tak akan mampu mengejarnya. Akan tetapi jika ia lari, tujuannya yaitu mendamaikan permusuhan antara enam partai dan Beng Kauw akan gagal sama sekali. Sesudah memikirkan bolak-balik, ia mengambil keputusan untuk bertahan terus dan baru menyerang sesudah keempat lawannya lelah. Tapi diluar dugaan, keempat orang tua itu memiliki tenaga dalam yang sangat kuat dan aneh sampai kapan baru menjadi letih.

Biarpun sudah berada di atas angin, di dalam hati keempat jago itu merasa sangat tidak enak.

Mereka merasa malu pada diri sendiri. Dengan mengingat kedudukan dan nama mereka, jangankan empat lawan satu, sedang satu lawan satupun sudah sangat hilang muka. Lebih daripada itu, sesudah bertempur tiga empat ratus jurus, mereka belum juga bisa merobohkan Boe Kie. Untung juga, pemuda itu sudah lebih dahulu menjatuhkan pendeta suci Kong Seng. Sehingga kalau malu, malu beramai-ramai.

Makin lama Boe Kie makin terdesak, tapi tak gampang-gampang ia bisa dilukai. Pada detikdetik yang berbahaya ia selalu dapat menyelamatkan diri dengan berkelit atau menangkis dengan ranting bwee yang disertai sin kang.

Dilain pihak, keempat tokoh itu mempunyai pengalaman luas dan kenyang menghadapi lawan berat. Makin lama bertempur, mereka makin tidak berani berlaku sembrono. Seraya mengempos semangat, mereka mendesak setingkat demi setingkat.

Para tetua keempat partai mengikuti jalan pertandingan dengan penuh perhatian dan sabansaban memberi penjelasan serta petunjuk kepada murid-murid mereka yang berdiri di sekitar lapangan.

Lihatlah kamu semua, kata BCS kepada murid-muridnya. Ilmu silat pemuda itu sangat luar biasa. Tapi keempat pemimpin dari Koen Loen Pay dan Hwa San Pay sudah menjepitnya, sehingga ia tidak bisa bergerak lagi. Ilmu silat dari Tiong Goan tak akan bisa ditandingi oleh segalma ilmu siluman dari See Hek. Liang Gie berubah menjadi Soe siang dan Soe siang berubah menjadi Pat Kwa. Dalam ilmu silat itu terdapat 8 kali delapan 64 kie pian (perubahan yang luar biasa) dan kali empat puluh empat teng pian (perubahan yang sudah tetap) enam puluh empat dikali dengan enam puluh empat sehingga sama sekali ada empat ribu sembilan puluh enam perubahan. Diantara macam-macam ilmu silat di kolong langit, ilmu silat Liang Gie lah yang mempunyai banyak perubahan.

Sedari Boe Kie turun ke gelanggang. Cioe Coe Jiak sangat berkhawatir akan keselamatannya.

Karena sangat disayang oleh sang guru, nona itu sudah diberi pelajaran kitab Ya keng.

Sekarang dengan mengggunakan kesempatan baik, ia segera berkata dengan suara nyaring. Soe hoe, menurut pendapat teecoe, biarpun jurus-juruanya sangat beraneka warna, intisari dari Cong Han Siang Gie ialah Thay Kek menjadi Im Yang Liang Gie. Yang terdiri dair Thay Yang dan Siauw Im. Inilah yang dinamakan Siauw Yang dan Thay Im. Inilah yang dinamakan Soe Sian. Kalau tidak salah meskipun pukulan-pukulan keempat cianpwee itu hebat luar biasa, tetapi yang paling lihai adalah po hoatnya (tindakannya). Karena ia menggunakan bicara dengan menggunakan tenaga dalam tanpa merasa semua orang menengok kepadanya.

Meskipun sedang bertempur mati-matian, kuping dan mata Boe Kie tetap berwaspada terhadap keadaan di luar gelanggang dan setiap perkataan nona Cioe didengar tegas olehnya.

mengapa ia bicara begitu keras? tanyanya di dalam hati. Apakah ia sengaja ingin memberi petunjuk kepadaku?

Penglihatanmu sedikitpun tak salah, kata BC. Aku merasa girang, bahwa kau bisa menangkap intisari dari ilmu silat para cianpwee.

Ya, kata pula si nona pada diri sendiri. Kian di selatan, koen di utara, loodi di timur, kan di barat, cin di timur laut, twie di tenggara, soen di barat daya, gin di barat laut. Dari cin sampai Kian dinamakan soen (menurut) dari soen sampai koen dinamakan gek (melawan). Sesudah berdiam sejenak, ia berkata lagi dengan suara lebih keras. Soehoe, tak salah, tepat seperti yang diajar olehmu, Ceng Liang Gie Kiam Hoat dari Koen Loen Pay adalah Soen yang meliputi kedudukan dari Cin sampai pada Kian. Hoan Liang Gie To Hoat dari Hwa San Pay ialah Gek yang meliputi kedudukan dari Soen sampai papa Koen. Soehoe, bukankah begitu?

Mendengar perkataan muridnya, Biat-coat jadi girang sekali. Ia mengangguk beberapa kali dan berkata. Anak, kau tidak menyia-nyiakan capai lelahku. Nenek itu adalah manusia yang paling jarang memuji orang. Perkataannya itu adalah pujian tertinggi yang dapat diberikan olehnya.

Dalam girangnya, Biat-coat sedikitpun tidak memperhatikan suara Cie Jiak yang sebenarnya terlampau nyaring. Tapi banyak orang sudah melihat keluarbiasaan itu.

Melihat banyak mata ditujukan kepadanya, Cie Jiak lantas saja pura-pura tergirang-girang dan berkata sambil menepuk-nepuk tangan. Soehoe, benar, Soe-siang ciang dari Go bie pay kita, dalam bundarnya terdapat persegi, Im dan Yang saling bantu membantu. Yang bundar yang berada di luar, adalah Yang. Yang persegi, yang di tengah-tengah, ialah Im. Yang bundar, yang bergerak dinamakan Thian (langit). Yang persegi, yang diam (tenang), dinamakan Tee (bumi). Dengan demikian, dalam ilmu silat kita itu terdapat Langit, Bumi, Im, Yang, persegi, bundar, bergerak dan diam. Menurut pendapatku, Soesiang ciang lebih unggul setingkat daripada Ceng hoan Liang gie.

Biat coat yang memang selalu merasa bangga akan kelihayannya Soe siang ciang jadi makin girang, Tak salah apa yang dikatakan olehmu katanya selalu bersenyum. Akan tetapi,  kelihayan ilmu silat itu tergantung atas kepandaian dan tenaga dalam diri orang yang menggunakannya.

Diwaktu kecil, Boe Kie sering mendengar ceramah-ceramah mengenai pelajaran kedudukan Pat-kwa, karena Ya-keng adalah kitab yang terutama dipelajari oleh murid2 Boe tong dan lweekang Boe tong pay juga berdasarkan kitab itu.

Mendengar perkataan nona Cioe mengenai Soe siang ciang, Soen dan Gok, ia terkejut. Ia segera memperhatikan po hoat (tindakan) dan jurus2 keempat lawannya dan benar saja, semua itu berdasarkan perubahan2 dari Soe siang Pat kwa. Sekarang ia mengerti, mengapa Kian koen Tay lo ie tidak bisa bergerak.

Pada hakekatnya, kalau sama-sama sudah mencapai puncak kesempurnaan, ilmu silat See hek tidak akan bisa menandingi ilmu dari Tiong goan. Bahwa Boe Kie masih terus bisa mempertahankan diri adalah karena ia sudah memiliki ilmu See hek sampai pada tingkat yang tertinggi, sedang keempat lawannya baru mengenal kulit-kulit dari ilmu silat Tionggoan itu. (See hek Daerah barat).

Dalam sekejap ia sudah dapat memikir beberapa cara untuk merobohkan lawannya itu. Tapi ia masih bersangsi. Kalau kini aku menjatuhkan mereka, Biat coat akan mendusin dan menggusari nona Cioe, pikirnya. Nenek itu sangat kejam. Ia dapat melakukan perbuatan apapun jua.

Maka ia tak lantas mengubah cara bersilatnya. Tapi sekarang, berbeda daripada tadi, ia bisa melayani dengan tenang sambil memperhatikan jurus-jurus lawan. Makin lama ia makin tahu seluk-beluk Ceng-hoan Liang gie.

Sementara itu, melihat keadaan Boe Kie tak berubah, Cie Jiak jadi makin bingung.

Dalam repotnya melayani musuh, ia tentu tak bisa lantas menangkap ilmu silat yang sangat tinggi itu, pikirnya. Melihat Boe Kie makin terdesak, ia jadi nekat.

Sambil menghunus pedang, ia melompat masuk ke dalam gelanggang. Soe wie Cianpwee! serunya. Jika kalian tidak bisa merobohkan bocah itu, biarlah aku yang mencoba-coba. Ho Thay Ciong jadi gusar. Jangan rewel! Minggir kau! bentaknya.

Alis Pan Siok Ham berdiri. Pernah apa kau dengan bocah itu? tanyanya dengan suara keras. Kau mau melindungi dia? Koen loen pay tak boleh dibuat permainan.

Karena topengnya dilucuti, paras muka Cie Jiak lantas saja berubah merah. Cie Jiak balik! bentak Biat-coat.

Koen-loen-pay tidak boleh dibuat permainan. Apa kau tidak mendengar?

Boe Kie merasa sangat berterima kasih. Dia merasa, bahwa mereka terus berlagak terdesak, si nona pasti akan mencari lain daya upaya untuk membantu dirinya. Kalau hal itu dilihat oleh Biat-coat, Cie Jiak bisa celaka. Maka itu, ia lantas tertawa terbahak-bahak. Aku adalah pecundang dari Go-bie-pay, katanya. Aku pernah ditawan Biat-coat Soethay, memang benar Go-bie-pay lebih unggul daripada Koen-loen pay. Seraya berkata begitu, ia maju dan tidak ke kiri. Kini tangan kanannya yang memegang ranting bwee membabat ke bawah.

Kesiuran angin yang dahsyat itu, lantas saja menghantam punggung si kate. Pukulan dan tindakan Boe Kie dilakukan dengan tenaga dan waktu yang tepat, sehingga tanpa merasa, golok si kate menyambar ke arah Pan Siok Ham. Pemuda itu ternyata memukul dengan Kian koen Tay-lo-ie Sin-kang dan bertindak menurut kedudukan Pat kwa. Dalam kagetnya, si jago pedang betina menangkis dengan pedangnya. Trang!, tangkisannya berhasil, tapi golok si jangkung sudah menyusul.

Untuk menolong istrinya, Ho Thay Ciong melompat dan menangkis golok si jangkung. Boe Kie menepuk dengan telapak tangannya dan golok si kate membacok kempungan Ho Thay Ciong. Pan Siok Ham gusar. Dengan beruntun ia mengirim tiga serangan berantai, sehingga si kate repot. Hei! Jangan kena diakali si bangsat kecil itu! teriaknya.

Kini Ho Thay Ciong mendusin. Seraya menikam Boe Kie. Dengan Tay-lo-ie Sin kang, pemuda itu menyambut pedang Ho Thay Ciong yang lantas saja berubah arah dan menyambar pundak si jangkung.

Si jangkung berteriak-teriak bahna gusarnya. Dengan sekuat tenaga ia membacok kepala Ho Thay Ciong.

Si kate buru-buru berteriak, Soetee, jangan kalap! Itu semua perbuatan si bocak. Celaka! Pada detik itu, pedang Pan Siok Ham berkelebat di pundaknya.

Dalam sekejap kedua kakek Hwa san pay sudah terluka enteng, digores pedang kawan sendiri.

Gerakan-gerakan kedua golok dan kedua pedang jadi kalang kabut. Bacokan, babatan, papasan, tikaman yang ditujukan ke tubuh Boe Kie selalu berubah arah dan menghantam kawannya sendiri.

Kini semua orang bisa lihat, bahwa itu semua perbuatan Boe Kie. Tapi ia tak tahu, ilmu apa yang digunakan pemuda itu. Yang tahu hanyalah Yo Siauw seorang. Tapi iapun hampir tidak percaya, bahwa seorang manusia bisa memiliki Kian koen Tay-lo-ie Sin-kang sampai pada taraf yang begitu tinggi.

Untuk melawan, Pan Siok Ham memberi isyarat dengan teriakan. Mutar ke Boe-bong wie!... Tapi itu semua tak menolong sebab Kian-koen Tay-lo ie Sin-kang sudah menguasai mereka dari delapan penjuru. Mati-matian ia coba memberontak. Tapi semua sia-sia saja setiap gerakan atau bacokan pasti menikam kawannya sendiri.

Soeko, apa tak baik kau mengurangi sedikit tenagamu? teriak si jangkung sambil menangkis golok kakak seperguruannya.

Aku bacok bangsat kecil itu, bukan kau? kata si kate.

Soeko, hati-hati! teriak si jangkung. Bacokan ini mungkin akan berbalik Benar saja goloknya menyambar sang kakak.

Tiba-tiba dengan paras muka menyeramkan, Pan Siok Ham melemparkan pedangnya. Ini benar, pikir si kate yang lantas saja turut membuang senjatanya dan kemudian menendang Boe Kie. Mendadak pedang Ho Thay Cong menyambar mukanya dan sebab telah tak bersenjata, buru2 ia menundukkan kepala. Lepaskan senjata! teriak Pan Siok Ham.

Mendengar perintah sang isteri, Ho Ciang-boen segera melontarkan pedangnya jauh2. Sambil membuang goloknya, si jangkung menjambret leher Boe Kie. Ia merasa telapak tangannya menyentuh benda keras dan ia segera mencengkeram. Sedetik kemudian ia terkesiap, sebab yang dicengkeramnya bukan lain daripada gagang goloknya sendiri yang dipulangkan oleh Boe Kie dengan menggunakan Kian-koen Tay-lo-ie Sin Kang.

Aku tak mau menggunakan senjata! teriak si jangkung seraya melemparkan lagi goloknya.

Boe Kie miringkan badan dan menangkap pula senjata itu yang sekali lagi dipulangkan ke tangan lawan. Kejadian itu terulang beberapa kali. Dalam kaget dan kagumnya si jangkung tertawa terbahak-bahak. Bangsat bau, kau benar-benar mempunyai ilmu siluman! teriaknya.

Sementara itu, si kate dan suami isteri Ho sudah menyerang dengan tangan kosong. Ilmu silat tangan kosong dari Hwa san dan Koen loen tidak kalah hebatnya dari ilmu silat dengan memakai senjata. Tapi pemuda itu licin bagaikan ikan di air. Pada detik-detik berbahaya, ia selalu bisa menyelamatkan diri, akan kemudian balas menyerang. Sampai di situ, keempat jago mengerti bahwa mereka tak akan bisa mendapat kemenangan.

Bangsat bau! Awas senjata rahasia! teriak si jangkung. Ia mendehem dan menyembur Boe Kie dengan riaknya. Boe Kie berkelit dan dengan menggunakan kesempatan itu, si jangkung melontarkan goloknya. Tiba-tiba ia berteriak, Celaka! Maaf! Apa yang sudah terjadi? Dengan tangan kiri Boe Kie mengibas riak itu yang berbalik dan mampir di dahi Pan Siok Ham. Si ratu Koen loen jadi kalap. Sekarang ia nekad. Ia mengambil keputusan untuk mati bersama-sama Boe Kie. Sambil mementang sepuluh jarinya dan berdiri di belakang Boe Kie untuk mencegat jalan mundur pemuda itu. Melihat kesempatan baik, Ho Thay Ciong juga menubruk. Ia merasa pasti kali ini bocah bau itu tak akan bisa meloloskan diri.

Seraya bersiul nyaring, badan Boe Kie mendadak melesat ke atas dan begitu berada di tengah udara, ia mengerahkan Kian koen Tay lo Ie Sin kang dan mengibas kedua tangannya dengan gesit dan cekatan. Sesudah itu ia lantas memutar badan dan dengan gerakan yang sangat indah tubuhnya melayang ke muka bumi dan hinggap pada jarak kurang lebih setombak dari tempat semula.

Hasil perbuatan Boe Kie sangat menakjubkan!

Ho Thay Ciong memeluk pinggang isterinya, Pan Siok Ham mencengkeram pundak sang suami, sedang si kate dan si jangkung juga saling peluk erat-erat. Sesudah berkutat sejenak, keempat jago itu sama-sama roboh.

Dilain detik suami isteri Ho mendusin dan dengan paras muka kemerah-merahan mereka melompat bangun.

Mampus kau! teriak si jangkung. Celaka! sial!...

Lepas! seru si kate.

Dengan malu bercampur gusar, kedua kakek itu pun berbangkit. Bangsat bau! teriak si jangkung. Ini bukan pieboe. Kau menggunakan ilmu siluman. Kau bukan enghiong.

Si kate mengerti, bahwa pertempuran tak guna dilangsungkan lagi. Makin lama mereka akan menderita makin hebat. Sambil mengangkat kedua tangannya ia berkata, Sin kang tuan tinggi luar biasa, aku si tua belum pernah melihat kepandaian yang semacam itu. Hwa san pay menyerah kalah.

Maaf, jawab Boe Kie sambil membalas hormat. Boanpwe menang sebab kebetulan. Kalau tadi para Cianpwee tak menaruh belas kasihan, siang-siang Boanpwee sudah binasa di bawah golok dan pedang Ceng-hoan Liang gie. Dengan berkata begitu Boe Kie bicara sejujurnya. Kalau tak dibantu Cie Jiak, ia memang bakal celaka.

Si jangkung girang. Bagus! Kau tahu, bahwa kau menang sebab kebetulan, katanya. Apakah aku boleh tahu she dan nama Jie wie Cianpwee yang mulia? tanya Boe Kie. Kalau belakang hari kita bertemu pula, boanpwee bisa memanggil dengan panggilan yang benar.

Si jangkung tertawa lebar dan menjawab. Soeko ku ialah Wie.

Tutup mulut! bentak si kate. Ia menengok kepada Boe Kie dan berkata pula. Sebagai jenderal yang keok kami merasa sangat malu. Tuan tak perlu tahu nama kami yang hina dina. Sesudah berkata begitu, ia masuk ke dalam barisan Hwa san pay. Si jangkung tertawa nyaring. Dalam peperangan, menang atau kalah adalah kejadian lumrah, katanya. Bagiku tak menjadi soal. Ia menjemput dua batang golok yang menggeletak di tanah dan kemudian balik ke barisannya sendiri.

Sementara itu Boe Kie sudah menghampiri Sian Ie Thong dan menotok jalan darahnya.

Sesudah pertempuran selesai, aku sekarang mau mengobati kau, katanya. Aku menotok jalan darahmu untuk mencegah naiknya racun ke jantung. Di detik itu, mendadak ia merasai kesiuran angin dingin di belakangnya dan rasa perih di punggungnya. Ia terkesiap, kakinya menotol bumi dan badannya melesat ke atas.

Cres cress disusul dengan teriakan menyayat hati. Di tengah udara ia memutar badan dan ia mendapat kenyataan dua batang pedang suami isteri Ho Thay Ciong sudah amblas di dada Sian Ie Thong!

Sebagai orang yang mempunyai kedudukan dan kepandaian tinggi dan sebagai orang yang selalu bangga akan kepandaiannya, Ho Thay Ciong dan Pak Siok Ham merasa penasaran, bahwa mereka telah roboh dalam tangannya seorang pemuda yang tak dikenal dalam rimba persilatan. maka itu, tanpa memperdulikan pantas atau tidak pantas selagi Boe Kie membungkuk untuk menotok jalan darah Sian Ie Thong, ia membokong dengan pukulan yang dinamakn Boe seng Boe sek (tak ada suaranya, tak ada warnanya).

Boe seng Boe sek adalah salah satu pukulan terhebat dari Koen loen pay. Pukulan itu harus didalami oleh dua orang yang tenaga dalamnya kira-kira bersama. Dua tenaga yang keluar dari pukulan itu saling bertentangan, sehingga sebagai akibatnya, suara yang bisa terdengar dalam menyambarnya senjata menjadi hilang. Itulah sebabnya mengapa jurus ini dinamakan Boe seng Boe sek.

Diluar dugaan, sesudah memiliki Kioe yang Sin kang, panca indera Boe Kie lebih tajam dan gerakannya cepat luar biasa. Tapi meskipun begitu, bajunya robek dan kulitnya kena juga digores pedang. Karena suami isteri Ho tidak keburu menarik pulang senjata mereka, maka yang menjadi korban adalah Sian Ie Thong.

Semua orang menjadi gempar.

Sebab sudah ketelanjur, bagaikan kalap kedua pemimpin Koen loen pay itu segera menerjang Boe Kie. Sesudah mendapat malu besar mereka mengambil keputusan untuk mengadu jiwa. Pedang mereka menyambar-nyambar dan setiap serangan adalah serangan untuk binasa bersama-sama musuh.

Tiba2 Boe Kie mendapat serupa ingatan. Ia berjongkok dan menjemput sedikit tanah yang sesudah dicampur dengan keringat pada telapak tangannya, lalu dibuat menjadi dua butir pel. Di lain saat Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham menyerang dari kiri kanan. Boe Kie melompat ke samping mayat Sian Ie Thong dan berlagak mengambil sesuatu dari saku mayat. Kemudian ia memutar badan dan menghantam kedua lawan itu dengan telapak tangan, dengan menggunakan tujuh bagian tenaga. Dengan berbareng suami-isteri Ho merasai tekanan hebat pada dada mereka dan napas mereka menyesak. Cepat-cepat mereka membuka mulut untuk menyedot hawa segar. Tiba-tiba Boe Kie mengayun kedua tangannya dan kedua pel tanah itu masuk ke dalam tenggorokan Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham. Mereka batu-batuk, tapi kedua yo-wan sudah masuk ke dalam perut.

Paras muka kedua suami isteri itu lantas saja berubah pucat. Mereka melihat Boe Kie mengambil sesuatu dari saku Sian Ie Thong. Apalagi kalau bukan racun? Mengingat penderitaan Sian Ie Thong, bulu roma mereka bangun semua. Pan Siok Ham sudah lantas merasa pusing dan badannya bergoyang-goyang.

Di dalam sakunya Sian Ie Thong selalu membawa-bawa ulat sutera emas yang dibungkus dengan lilin, kata Boe Kie dengan suara tawar. Kalian masing-masing sudah menelan sebutir lilin, kalau Jie wie cianpwee bisa memuntahkannya sebelum lilin melumer di dalam perut, mungkin sekali jiwa kalian masih bisa ditolong.

Sambil mengerahkan lweekang, Ho Thay Ciong dan isterinya segera berusaha untuk memuntahkan yo-wan itu. Dengan tenaga dalamnya yang sangat kuat, beberapa saat kemudian mereka berhasil mengeluarkan tanah itu yang sudah tercampur dengan cair kantong nasi.

Si kakek jangkung dari Hwa san pay lantas saja mendekati dan setelah melihat apa yang keluar dari perut, ia tertawa dan berkata, Aduh! Itulah tai ulat sutera emas. Ulat itu mengeram dalam perutmu dan berak.

Kaget dan gusarnya ratu Koen loen pay sukar dilukiskan. Dengan sekuat tenaga ia menghantam si jangkung yang iseng mulut. Kakek nakal itu melompat balik ke barisannya dan seraya menuding Pan Siok Ham, ia berteriak, Perempuan galak! Kau sudah membunuh Ciang bun jin dari partai kami dan Hwa san pay pasti tak akan menyudahi perbuatanmu itu.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar