Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 45

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 45
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 45

“Kiam koen Tay lo-ie!” bisik Pheng Eng Giok (Kiam koen Tay lo-ie, memindahkan langit dan bumi).

Mendengar perkataan itu Leng Kiam tersadar.

Di dalam sejarah Beng-kauw, Kiam koen Tay lo-ie adalah ilmu yang terhebat, dasarnya ilmu itu sederhana saja, yaitu berdasarkan ilmu “meminjam tenaga untuk memukul tenaga” dan ilmu “empat tahil memukul ribuan hati”. Tak usah dikatakan lagi, dalam dalil yang sangat sederhana itu terdapat perubahan-perubahan yang menakjubkan dan tidak bisa ditaksir oleh manusia biasa. Selama banyak tahun dalam kalangan Beng-kauw ilmu itu belum pernah disebut-sebut orang, maka tidaklah mengherankan jika Ngo Sian-jin dan Wie It Siauw tidak segera mengenalinya.

Dengan Kiam koen Tay lo-ie, Yo Siauw menggunakan Han peng Bian ciang dari Wie It Siauw untuk menyerang keempat Sian-jin dan tenaga keempat Sian-jin untuk menghantam Wie It Siauw. Ia sendiri di tengah-tengah dan tanpa mengeluarkan tenaga, mengadu domba kedua tenaga dari lawannya.

“Kiong hie!” kata Leng Kiam. “Kami tidak bermaksud jahat. Hentikanlah pertandingan.”

Leng Bian Sianseng adalah orang yang selalu bicara sedikit mungkin. “Kiong hie” berarti itu memberi selamat yang sudah tidak dikenal selama kurang lebih seabad kepada Yo Siauw, disamping sungkan bicara banyak-banyak, Leng Kiam pun orang jujur sehingga jika ia mengatakan “tidak bermaksud jahat”, mereka tentu tidak bermaksud jahat. Sebagai bukti lima pit perak itu hanya digunakan untuk menghentikan pertandingan dan bukan digunakan untuk mencelakai orang. Mengingat itu, Yo Siauw lantas saja tertawa terbahak-bahak. “Wie heng, Soe wie Sian-jin,” katanya, “Sesudah aku menghitung satu, dua, tiga, kalian tarik pulang tenaga dengan berbarengan supaya tak sampai terluka.”

Wie It Siauw dan keempat Sian-jin lantas saja menganggukkan kepala.

Yo Siauw tersenyum dan menghitung, “Satu!…dua!…tiga!” Berbarengan dengan perkataan tiga ia menarik pulang Kiam koen Tay lo-ie Sin-kang. Mendadak saja ia merasa punggungnya dingin dan semacam totokan hampir tepat di Sim to hiat punggungnya.

Yo Siauw mencelos hatinya. Ia menduga Wie It Siauw yang main gila. Baru saja mau membalas tiba-tiba badan Ceng ek Hok-ong terkulai dan terus jatuh terguling. Tak salah lagi, Wie It Siauw pun dibokong orang! Selama hidupnya Yo Siauw sudah kenyang mengalami gelombang hebat. Maka itu, meskipun sudah terpukul, ia tak jadi bingung. Bagaikan kilat ia melompat ke depan dan lalu memutar tubuh. Ia mendapati kenyataan bahwa Cioe Tian, Pheng Eng Giok, Tiat Koan Toojin dan Swee Poet Tek juga sudah roboh, sedangkan Leng Kiam tengah menyerang seseorang yang mengenakan jubah warna abu-abu. Orang itu menangkis dan Leng Bian Sianseng mengeluarkan suara “heh” seperti orang kesakitan.

Buru-buru Yo Siauw menarik nafas dalam-dalam dan lalu melompat untuk membantu Leng Kiam. Sekonyong-konyong merasakan serangan semacam hawa dingin yang naik dari Sim to hiat dan terus menerjang ke Sin cu, To to, Toa toei Hong hoe dan lain-lain “hiat” di seluruh tubuh.

Yo Siauw tahu ia sedang menghadapi bencana. Orang itu bukan saja berkepandaian tinggi tapi juga sangat licik dan beracun yang membokong pada detik Wie It Siauw, keempat Sian-jin dan ia sendiri menarik pulang tenaga Lweekang. Sekarang ia tak bisa berbuat lain daripada segera mengerahkan hawa dingin itu. Ia merasa hawa dingin itu berlainan dengan hawa Han peng Bian-ciang dari Wie It Siauw. Hawa itu lebih halus, tapi jalan darah yang diserang lantas saja kesemutan. Dalam keadaan waspada dan dengan tenaga dalam yang melindungi dirinya, Yo Siauw takkan bisa diserang dengan totokan apapun juga. Tapi sekarang ia sudah dibokong. Melihat Leng Kiam dalam bahaya, ia segera mengambil keputusan untuk menolong dengan menahan sakit.

Tapi baru saja bertindak dan menggerakkan tangan, ia sudah menggigil dan tenaganya menghilang.

Waktu itu Leng Kiam sudah bertempur dua puluh jurus lebih dan ia sudah tak dapat mempertahankan diri lagi. Yo Siauw bingung. Dilain saat Leng Kiam tertendang. Musuh melompat dan menotok lengan Leng Kiam yang lantas saja jatuh terjengkang. Yo Siauw kaget bercampur gusar. Ia menganggap bahwa karena Leng Kiam bisa meladeni musuh dalam dua puluh jurus lebih. Maka kepandaian musuh itu belum tentu lebih tinggi daripada kepandaiannya. Tapi celakanya, ia sudah dibokong dan tak berdaya.

Boe Kie yang berada di dalam karung sudah mendengar semua kejadian itu. Waktu Yo Siauw dan keempat Sian-jin, ia kuatir kedua belah pihak terluka berat. Ia ingin sekali menyaksikan pertandingan itu tapi dalam karung gelap gulita. Ia girang waktu Leng Kiam berhasil menghentikan pertandingan. Tak disangka datang musuh yang membokong. Ia tahu Yo Siauw masih berdiri tegak tapi mendengar gemeletukan gigi dan beratnya nafas, iapun mengerti bahwa jago itu sudah tak bertenaga lagi.

Untuk beberapa detik, keadaan sunyi senyap.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari dalam berlari-lari keluar.

“Thia! Siapa yang datang? Mengapa kau tak memperkenalkan mereka kepadaku?” Itu suara seorang wanita. Jantung Boe Kie memukul keras.

“Adik Poet Hwie!” katanya dalam hati.

“Pergi…pergi…Lebih jauh lebih baik…,” seru Yo Siauw dengan nafas tersengal-sengal.

Melihat keadaan dalam ruangan itu, Poet Hwie terkejut. “Thia…apa kau terluka?” tanyanya. Ia berpaling kepada si jubah abu-abu dan bertanya, “Apa kau yang melukai ayahku?”

Orang itu tidak menyahut, ia hanya tertawa dingin.

“Poet Hwie!” teriak Yo Siauw. “Turutilah perintah ayah! Ayo pergi!”

Poet Hwie sebenarnya ingin menyerang si jubah abu-abu, tapi ia ragu dan kemudian ia mendekati dan memeluk ayahnya.

“Bocah, pergi!” bentak si jubah abu-abu dengan suara menyeramkan.

Si nona tidak menghiraukannya, “Thia,” katanya. “Mari kita istirahat.”

Yo Siauw tertawa getir. “Kau pergilah lebih dahulu,” jawabnya. Ia mengerti bahwa ia tidak akan bisa meloloskan diri dengan begitu mudah. Poet Hwie mengawasi si jubah abu-abu seraya berkata, “Hweeshio, mengapa kau membokong ayahku?”

Orang itu tertawa tawar. “Bagus!” katanya. “Matamu sangat tajam. Kau bisa mengenali bahwa aku seorang hweeshio. Hm…aku tak bisa mengampuni kau lagi!” Ia mengibaskan tangannya dan lalu menotok Peng hong hiat si nona.

Hati Yo Siauw mencelos. Jika kena, putrinya pasti akan binasa. Pada detik berbahaya, walaupun Lweekangnya belum pulih, dengan nekat ia menyikut dada si hweeshio.

Jari tangan kiri orang itu menyambar dan menotok Siauw hau hiat, di bawah siku Yo Siauw tapi karena serangan itu, sambaran jari tangan kanannya agak mirip dan tidak kena pada jalan darah yang membinasakan si nona.

Sebagai seorang ayah yang sangat menyintai putrinya, sambil menahan dingin, Yo Siauw menendang hingga tubuh si nona terbang keluar dari ruangan itu kemudian ia berdiri di tengah-tengah pintu supaya si pendeta tidak bisa mengejar.

“Bocah itu sudah kena It im cieke,” katanya dengan suara dingin. “Belum tentu dia bisa hidup tiga hari tiga malam lagi.” Ia mengawasi Yo Siauw dan berkata pula, “Nama besar dari Kong Beng Soecia memang bukan nama kosong. Sudah kena dua totokan, kau masih bisa berdiri.”

“Kong Kian Taysoe, pendeta suci dari Siauw Lim adalah seorang yang welas asih dan mulia hatinya,” kata Yo Siauw. “Sungguh tak disangka ia mempunyai seorang murid yang terkutuk seperti kau. Kau tentulah seorang murid dari deretan Goan. Goan apa namamu?”

Si jubah abu-abu terkejut. “Hebat! Sungguh hebat!” ia memuji. “Matamu benar hebat. Kau sudah bisa melihat asal usulku. Pinceng bernama Goan-tin.” (Pinceng – Aku si pendeta yang miskin)

Boe Kie kaget tak kepalang. “Orang itu telah menghajar Siauw Lim Kioe-yang kang kepadaku,” pikirnya. “Dia tahu bahwa dalam tubuhku mengeram racun Hian beng Sin-ciang tapi dia sengaja membuka pembuluh darahku sehingga racun dingin itu sukar diusir dari dalam badanku. Dilihat begini, dia bukan saja berilmu tinggi tapi juga sangat jahat. Dalam enam partai persilatan, mungkin sekali dia yang paling hebat. Hm…kali ini Beng-kauw harus menerima nasib.”

Sementara itu Yo Siauw sudah berkata pula, “Dalam permusuhan antara enam partai dan beng-kauw, sebagai laki-laki sejati kita harus bertempur dengan senjata secara berhadap-hadapan tapi kau…,” ia tidak bisa meneruskan perkataannya, kedua lututnya lemas dan ia jatuh duduk di lantai.

Goan-tin tertawa terbahak-bahak, “Semenjak jaman purba, di dalam peperangan orang menarik keuntungan dengan siasat luar biasa dan dalam memimpin tentara orang memang biasa menggunakan tipu daya,” katanya. “Aku Goan-tin seorang sudah bisa merobohkan tujuh jago utama dari Beng-kauw. Apakah kamu masih penasaran?”

“Bagaimana kau bisa mencuri masuk di Kong Beng-teng?” tanya Yo Siauw. “Bagaimana kau bisa mengenal jalan-jalan rahasia di gunung ini? Jika kau mau memberitahukan, biarpun mati Yo Siauw akan mati dengan mata meram.”

Berhasilnya Goan-tin dalam serangan ini tentu saja disebabkan oleh kepandaiannya yang tinggi. Tapi disamping itu masih ada sebab lain yang lebih penting, yaitu pengetahuannya mengenai jalan-jalan rahasia sehingga ia bisa meloloskan diri dari pengawasan belasan rombongan penjaga dan akhirnya berhasil membokong ketujuh jago itu.

Goan-tin tertawa dan menjawab, “Orang-orang Mo-kauw menganggap bahwa Kong Beng-teng yang mempunyai tujuh puncak dan tiga belas tebing sebagai tempat yang tak akan bisa dilewati manusia. Tapi di mata pendeta Siauw Lim, tempat itu hanyalah jalanan raja yang tidak ada rintangannya. Kamu semua sudah kena totokan It im cie. Dalam tempo tiga hari, semua akan berpulang ke alam baka. Sesudah itu aku akan mendaki puncak Co Bong-hong dan menanam beberapa belas kati obat pasang kemudian pinceng akan mencoba memadamkan api siluman dari Mo-kauw. Peh Bie-kauw, Ngo Beng-kie dan lain-lain akan mencoba menolong, ‘Belendung’, obat pasang itu meledak dan seluruh Mo-kauw musnah tiada bekas! Inilah yang dinamakan dengan seorang diri pendeta Siauw Lim memusnahkan Beng-kauw, tujuh siluman Kong Beng-teng bersama-sama pulang ke See thian.” (See thian Langit Barat berarti alam baka)

Mendengar itu, Yo Siauw bingung tak kepalang. Ia mengerti bahwa ancaman itu bukan gertak sambal. Bahwa ia akan mati adalah urusan kecil, tapi apakah Beng-kauw yang mempunyai sejarah selama tiga puluh turunan akan musnah dalam tangan seorang pendeta Siauw Lim?

Sesudah berdiam sejenak, sambil tersenyum-senyum Goan-tin berkata pula, “Di dalam Beng-kauw terdapat banyak sekali orang pandai. Jika kalian tidak saling bunuh, tidak saling makan, Beng-kauw takkan menghadapi bencana seperti hari ini. Lihatlah kejadian yang sekarang. Karena kalian bertujuh berkelahi maka dengan mudah pinceng bisa naik sampai di sini. Kalau bukan lantaran begitu, mana bisa pinceng berhasil dengan begitu gampang? Ha-ha-ha!…Tak disangka Beng-kauw yang dulu begitu hebat, sesudah matinya Yo Po Thian lantas menjadi runtuh.”

Yo Siauw dan yang lainnya tertegun. Mereka lantas ingat kejadian-kejadian semenjak kurang lebih dua puluh tahun. Semua merasa menyesal. Dalam hati kecil mereka mengakui bahwa apa yang dikatakan Goan-tin memang tak salah.

“Yo Siauw!” teriak Cioe Tian, “Aku benar-benar pantas mati! Aku telah melakukan banyak perbuatan tidak pantas terhadapmu. Walaupun kau tidak terlalu baik tapi kalau kau menjadi Kauwcoe, keadaan kita akan lebih baik daripada tidak punya Kauwcoe sama sekali.”

Yo Siauw tertawa getir. “Apa kemampuanku sehingga aku berani menjadi Kauwcoe?” katanya. “Dalam urusan ini, kita semua bersalah. Kita salah membuat keadaan menjadi sedemikian kacau dan agama kita akhirnya akan musnah sehingga di alam baka, kita takkan punya muka untuk menemui para Beng coen Kauwcoe.”

“Kamu menyesalpun sudah tak berguna,” kata Goan-tin sambil tertawa. “Pada waktu Yo Po Thian mengepalai Mo-kauw, keangkerannya meluap-luap. Hanya sayang, dia mati terlalu cepat sehingga ia tak bisa menyaksikan kehancuran Mo-kauw.”

“Bangsat!” caci Cioe Tian. “Tutup mulutmu! Jika Yo Kauwcoe masih hidup, kami semua akan menaati segala perintahnya. Kepala gundul macam kau mana bisa membokong kami?”

Goan-tin tertawa dingin dan berkata dengan suara mengejek, “Tak perduli Yo Po Thian mati atau hidup aku tetap mempunyai cara untuk menghancurkan Mo-kauw….” Mendadak terdengar suara “Plak!” dan Goan-tin mengeluarkan suara kesakitan sebab punggungnya kena dipukul Wie It Siauw. Hampir berbarengan Wie It Siauw pun kena ditotok Goan-tin pada Tian tiong hiatnya, di bagian dada. Mereka mundur sedikit dan kemudian roboh bersamaan.

Wie It Siauw adalah orang yang berakal budi. Sesudah kena totokan pertama, biarpun luka berat, berkat Lweekangnya yang sangat tinggi ia sebenarnya masih dapat melawan. Tapi ia berlagak dan pada waktu Goan-tin sedang girang dan tidak berjaga-jaga ia menyerang dengan segenap tenaganya. Untuk menolong Beng-kauw, ia bertekad untuk mati bersama-sama musuh. Ceng ek Hok-ong adalah salah seorang dari keempat Hoat-ong dalam kalangan Beng-kauw dan kepandaiannya sebanding dengan In Thian Ceng atau Cia Soen. Maka itu, meskipun hebat, Goan-tin tak dapat mempertahankan diri terhadap pukulan yang dikirim secara nekat. Demikianlah begitu kena, tenaga Han peng Bian-ciang segera menerobos masuk ke dalam tubuhnya dan ia merasa dadanya sesak. Beberapa kali ia mengerahkan Lweekang tapi sebaliknya daripada berhasil, kepalanya pusing. Kemudian ia menjatuhkan diri dan bersila untuk mengerahkan hawa murni untuk menolak hawa dingin dari Han peng Bian-ciang. Dilain pihak, sesudah tertotok dua kali oleh It in cie, Wie It Siauw tergeletak tanpa bisa bergerak dan nafasnya tersengal-sengal.

Ruangan itu berubah sunyi. Delapan jago terluka berat tapi yang terluka paling berat adalah Yo Poet Hwie yang roboh di luar ruangan itu. Goan-tin dan tujuh tokoh Beng-kauw sama-sama menjalankan pernafasan dan mengerahkan Lweekang. Mereka tahu bahwa siapa yang tenaganya pulih lebih dulu, dialah yang akan memperoleh kemenangan terakhir. Andaikata Goan-tin yang bisa bergerak lebih dulu, dengan menggunakan pedang ia bisa membunuh ketujuh musuhnya dan bisa mengobati lukanya belakangan. Sebaliknya kalau Beng-kauw ada yang lebih dulu pulih tenaganya maka dengan mudah ia akan bisa membunuh Goan-tin. Mengingat jumlahnya, ketujuh tokoh Beng-kauw itu kelihatannya mempunyai harapan yang lebih besar. Akan tetapi, tenaga dalam Ngo Sian-jin agak cetek dan sesudah kena It im cie, tenaganya musnah semua. Yo Siauw dan Wie It Siauw yang Lweekangnya lebih tinggi masing-masing sudah kena dua totokan. Pada hakekatnya kehebatan Hen peng Bian-ciang dan It im cie kira-kira sebanding. Tapi Wie It Siauw memukul setelah terluka sehingga tenaganya lebih kurang daripada Goan-tin yang belum terluka. Maka itu, ditinjau dari sini kelihatannya Goan-tin yang bisa bergerak lebih dahulu.

Yo Siauw dan yang lainnya menjadi bingung, tapi dalam menjalankan pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam untuk mengobati luka, seseorang tak bisa memaksakan diri. Makin dia bingung, makin mudah celaka. Sebagi ahli Lweekee, Yo Siauw dan kawan-kawannya tentu mengerti kenyataan itu.

Sesudah beberapa kali berusaha, Leng Kiam tahu bahwa ia takkan bisa mendahului Goan-tin. Harapan satu-satunya adalah masuknya salah seorang anggota Beng-kauw ke dalam ruangan itu. Orang itu tak usah memiliki ilmu silat yang tinggi bahkan ia tak perlu mengerti ilmu silat. Dengan sepotong kayu, ia bisa membinasakan Goan-tin yang sudah tak berdaya.

Tapi sesudah menunggu lama, di luar ruangan tak terdengar suara apapun juga. Waktu itu sudah tengah malam dan para anggota Beng-kauw telah pada tidur sedang mereka yang bertugas hanya menjaga di tempat-tempat penjagaan tertentu. Tanpa dipanggil, mana berani masuk ke dalam ruangan Gie soe teng (ruangan rapat)? Yo Siauw mempunyai beberapa pelayan pribadi, tapi setelah yang satu diisap darahnya oleh Wie It Siauw, yang lainnya lantas menyingkir jauh-jauh. Jangankan tak dipanggil sedangkan dipanggilpun belum tentu dia berani menghampiri.

Boe Kie yang berada di dalam karung juga mengerti bila kesunyian itu kesunyian yang sangat tegang. Selang beberapa lama, tiba-tiba Swee Poet Tek berkata, “Sahabat yang berada dalam karung harus menolong kami.”

“Bagaimana menolongnya?” tanya Boe Kie.

Pada detik itu, hawa murni Goan-tin justru telah mulai mengalir bebas di bagian tan tiannya. Mendengar pembicaraan itu, ia kaget bukan main dan hawa murni itu berbalik lagi sehingga ia kembali menggigil keras. Dalam tekadnya dan kesibukannya untuk membasmi jago-jago Beng-kauw mimpipun ia tak pernah bahwa di dalam karung ada manusianya. “Habislah jiwaku,” ia mengeluh di dalam hati.

“Mulut karung dijerat mati dan kecuali olehku sendiri, siapapun juga tak akan bisa membukanya,” terang Swee Poet Tek. “Tapi kau bisa berdiri di dalam karung.”

“Baiklah,” kata Boe Kie yang segera bangkit dan berdiri di dalam karung.

“Saudara kecil!” kata Swee Poet Tek tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya, kau sudah menolong beberapa puluh saudara dari Swie Kim-kie. Kesatriaanmu dikagumi oleh semua orang. Sekarang, kamipun mengandalkan bantuanmu. Pergilah ke tempat pendeta bangsat itu dan hantam dia sampai mati.”

Boe Kie berpikir keras, ia tidak segera menjawab.

“Cara yang licik, pendeta jahat itu membokong orang,” kata Swee Poet Tek. “Cara bangsat itu telah didengar oleh kau sendiri. Kalau kau tidak membinasakan ia, maka berlaksa-laksa anggota Beng-kauw akan musnah dalam tangannya. Jika membunuh dia, kau melakukan perbuatan yang sangat mulia.”

Pemuda itu tetap ragu.

“Aku sudah tidak bisa bergerak lagi,” kata Goan-tin. “Apabila kau mengambil nyawaku dalam keadaan begitu, kau akan ditertawai oleh seluruh orang gagah di kolong langit.”

“Kepala gundul, tutup mulutmu!” bentak Cioe Tian. “Siauw Lim-pay menyebut diri sebagai partai yang lurus bersih. Tapi kau, diam-diam telah membokong orang. Apakah perbuatan itu semua tak ditertawai semua orang gagah di kolong langit?”

Boe Kie maju selangkah tapi segera berhenti lagi. “Swee Poet Tek Taysoe,” katanya, “Aku sama sekali tak tahu sebab dari permusuhan agamamu dengan enam partai persilatan. Aku sangat ingin membantu kalian tetapi akupun tak mau mencelakai pendeta Siauw Lim-pay itu.”

“Saudara kecil, ada satu hal belum dipikirkan kami tapi akan mengambil nyawamu juga.”

Goan-tin tertawa, “Dengan saudara kecil itu aku tidak bermusuhan,” katanya. “Di samping itu, iapun bukan anggota Mo-kauw, tak bisa salah lagi, ia ditangkap Po-tay Hweeshio dengan maksud jahat. Memang, orang-orang Mo-kauw memang biasa berlaku kejam dan melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk.”

Boe Kie jadi serba salah. Ia tahu bahwa Goan-tin bukan manusia baik tapi ia tak ingin membinasakan orang. Selain itu, bila ia turun tangan maka dengan sendirinya ia berdiri di pihak Mo-kauw. Dengan sendirinya, ia bermusuhan dengan keenam partai persilatan, bermusuhan dengan Thaysoehoe (Thio Sam Hong), Boe Tong, Liok hiap, Cioe Jiak dan yang lainnya. Di mata orang-orang rimba persilatan, Mo-kauw dianggap sebagai agama sesat, semacam agama siluman. Perbuatan Wie It Siauw yang suka mengisap darah manusia dan perbuatan ayah angkatnya yang sering membunuh sesama manusia secara sembarangan merupakan bukti-bukti dari perbuatan-perbuatan yang tak pantas. Thaysoehoe pernah berpesan bahwa biar bagaimanapun juga ia tak boleh bergaul atau berhubungan dengan orang-orang Mo-kauw supaya dia tidak usah menghadapi bencana yang tak perlu. Dia ingat juga pengalaman mendiang ayahnya. Karena sang ayah menikah dengan ibunya yang Mo-kauw, maka ayahnya mati bunuh diri. Ia ingat pula bahwa Goan-tin adalah murid Kong Kian Taysoe. Dalam usaha untuk menuntun ayah angkatnya ke jalan lurus, pendeta suci itu telah rela menerima tiga belas pukulan Cit siang-koen sehingga akhirnya mengorbankan nyawanya. Itulah pengorbanan yang sangat mulia yang jarang terjadi dalam dunia luas ini. Apakah ia bisa membunuh murid seorang yang begitu mulia? Selain itu, iapun ingat bahwa sesudah menerima ajaran Siauw Lim Kioe-yang kang dari Goan-tin, hubungan mereka adalah murid dan guru. Memang benar dengan membuka pembuluh darahnya pendeta itu mengandung maksud kurang baik. “Tapi biar bagaimanapun juga aku toh tak jadi mati,” katanya di dalam hati.

Boe Kie adalah seorang manusi aygn tidak bisa melupakan kebaikan orang. Jika seseorang menyakiti dirinya, sesudah lewat beberapa lama ia selalu mencari-cari alasan untuk mengentengkan arti jahat dari perbuatan itu. Misalnya perbuatan Ho Thay Ciong Coe Tiang Leng dan Cioe Tin adalah perbuatan-perbuatan yang sangat kurang ajar tapi tanpa diminta di dalam hatinya ia sudah memaafkan orang-orang itu. Terhadap Goan-tin pun ia tak punya dendam lagi.

Berulang kali Sweet Poet Tek mendesaknya tapi ia tetap tak bergerak. Akhirnya ia berkata, “Swee Poet Tek Taysoe, cobalah kau mencari suatu cara supaya aku tak usah membinasakannya dan ia pun tak bisa mencelakai kalian.”

Swee Poet Tek tak menyahut. Mana ada cara yang begitu?

Beberapa saat kemudian, Pheng Eng Gioklah yang membuka mulut, “Saudara kecil, kau seorang yang sangat mulia dan kami semua merasa sangat kagum. Sekarang begini saja, tolong kau totok Giok tong hiat di dada Goan-tin. Totokan ini takkan membahayakan dirinya. Ia hanya tak bisa mengerahkan Lweekang untuk beberapa jam. Aku akan memerintahkan orang untuk mengantarnya turun dari Kong Beng-teng dan kami berjanji bahwa kami takkan mengganggu selembar rambutnya.”

Sebagai orang yang ahli ilmu pengobatan, Boe Kie mengerti bahwa totokan pada Giok tong hiat hanya mencegah naiknya hawa murni dari bagian tian dan takkan mencelakai jiwa orang yang ditotok.”

“Siauw sie coe, jangan kena diakali oleh mereka,” kata Goan-tin. “Totokan pada Giok tong hiat memang tak membahayakan jiwaku tapi begitu tenaga mereka pulih, mereka pasti akan membinasakan aku. Bagaimana kau bisa cegah mereka?”

“Tutup mulutmu!” teriak Cioe Tian. “Kami sudah berjanji untuk tak mencelakai kau. Apakah perkataan Ngo Sian-jin dari Beng-kauw tidak dapat dipercaya?”

Boe Kie menganggap bahwa Yo Siauw dan Ngo Sian-jin adalah orang-orang berkedudukan tinggi yang kejujurannya tak diragukan lagu. Hanya Wie It Siauw seorang yang masih diragukannya. Maka itu ia lantas saja bertanya, “Wie Cianpwee bagaimana dengan kau?”

“Kali ini akupun tak akan menyerang dia,” jawabnya dengan suara gemetar. “Tapi kalau bertemu di lain kali, kami pasti akan mengadu jiwa dengannya.”

‘Baiklah,” kata Boe Kie. “Kong Beng Soecia, Ceng ek Hok-ong dan Ngo Sian-jin adalah orang-orang gagah pada jaman ini dan mereka tentu tak akan menjilat lagi ludah yang sudah dibuang. Goan-tin Taysoe, maafkan boanpwee terpaksa berbuat begini terhadapmu.”

Sesudah belasan langkah barulah ia berhadapan dengan pendeta Siauw Lim itu.

Giok tiong hiat terletak di bagian dada manusia satu coen enam hoen di bawah Cie kiong hiat atau satu coen enam hoen di atas Tian tiang hiat.

Pada hakekatnya “hiat” itu bukan “hiat” yang dapat membinasakan jiwa manusia tapi karena kedudukannya berada di jalan darah yang harus dilewati oleh hawa di dalam tubuh, maka kalau “hiat” tersebut tertotok aliran hawa murni di dalam tubuh segera terhenti.


Dengan mendengar suara nafas, Boe Kie tahu bahwa ia sudah berada dalam jarak kurang lebih dua kaki dari pendeta itu. “Goan-tin Taysoe,” katanya, “Untuk kebaikan kedua belah pihak, boanpwee terpaksa harus bertindak begini. Mohon Taysoe tidak menjadi gusar.” Seraya berkata begitu, perlahan-lahan ia mengangkat tangannya.

Goan-tin tertawa getir, “Badanku tidak bisa bergerak, rasakanlah,” katanya.

Semenjak binasanya Tiap-kok Ie-sian Ouw-Cena Goe, kepandaian Boe Kie mengenai jalan darah dapat dikatakan tidak ada duanya dalam dunia. Walaupun ia berada di dalam karung tidak dapat melihat sasarannya, jari tangannya menuju tepat kepada Giok tiong hiat.

“Celaka!” mendadak terdengar suara Yo Siauw, Leng Kiam dan Swee Poet Tek.

Hampir bersamaan pemuda itu merasa semacam hawa yang sangat dingin menerobos masuk ke dalam dirinya dari telunjuk yang digunakan untuk menotok Giok tiong hiat. Sambil mengigil ia mendengar cacian Cioe Tian dan Tiat Koan Toojin kepada Goan-tin. Ia lantas mengerti bahwa meskipun tubuhnya tidak bisa bergerak Goan-tin masih mempunyai sedikit tanaga yang dipusatkan pada jari tangannya. Waktu ia menotok, pendeta itu menaruh jari tangannya di Giok tiong hiat dan karena tidak melihat ia sudah menotok terus. Sebagai akibatnya begitu kedua jari tangan terbentur, tenaga It im cie menerjang masuk ke dalam badannya.

Boe Kie terluka tapi Goan-tin pun mendapat pukulan keras. Barusan ia memusatkan segenap sisa tenaganya pada jari tangannya. Dengan digunakannya tenaga itu, sekujur tubuhnya segera bergemetar keras, mukanya pucat pasi dan badannya kaku seperti mayat.

Cioe Tian yang paling berangasan terus mencaci maki tapi Yo Siauw dan yang lainnya menganggap bahwa perbuatan Goan-tin itu sudah sepantasnya. Ia berhak penuh untuk membela diri. Dilain pihak walaupun terpukul keras, diam-diam Goan-tin merasa girang. Ia menganggap bahwa sebagai orang yang masih muda, Lweekang Boe Kie tidak seberapa tinggi dan sesudah kena It im cie pemuda itu pasti akan binasa dalam waktu cepat. Ia tahu bahwa dalam waktu satu jam, hawanya yang buyar akan berkumpul kembali dan sesudah tenaganya pulih, ia akan bisa membinasakan musuh-musuh itu.

Dengan sembilan orang terluka semua, ruangan itu kembali sunyi. Berselang kira-kira setengah jam, api empat batang lilin padam hampir bersamaan. Dalam gelap gulita Yo Siauw mendengar jalan pernafasan Goan-tin yang tersengal-sengal sudah berubah tenang. Ia mengerti bahwa hawa murni dalam tubuh pendeta itu sudah berkumpul kembali. Berulang kali ia sendiri mengerahkan Lweekang tapi dalam setiap usaha, hawa dingin dari It im cie selalu menerjang ke tan tian-nya dan tanpa dapat dicegah ia menggigil. Ia menghela dan harapannya sirna. Rasa putus asa itu juga dirasakan oleh kawannya yang lain.

Sesudah menganggap, bahwa mereka takkan bisa lolos dari kebinasaan, sekarang mereka mengharap supaya tenaga Goan tin lekas2 pulih. Mereka merasa lebih lekas mati lebih baik, jangan disiksa lebih lama. Antara mereka itu, hanya Swee Poet Tek dan pheng Hweeshio yang masih merasa penasaran. Mereka adalah pendeta, tapi dalam hati merekalah yang mempunyai cita2 paling besar, cita2 untuk melakukan sesuatu yang menggemparkan dunia.

“Pheng Hweeshio,” kata Swee Poet Tek. “Banyak tahun kita tercapai lelah dalam usaha untuk mengusir orang2 mongol dari negara kita. Tak dinyana, semua usaha berpikir dengan kegagalan. Hai! Mungkin sekali beribu-ribu dan berlaksa-laksa rakyat memang harus menderita lebih lama.”

Sesaat itu, Boe Kie sedang mengerahkan hawa panas dalam tubuhnya untuk melawan hawa dingin dari It im cie, tapi setiap perkataan Swee Poet Tek tidak terlolos dari pendengarannya.

“Dia mau mengusir bangsa Mongol?” tanyanya didalam hati, dengan rasa heran. “Apakah Mo Kauw yang nmanya begitu busuk bertujuan untuk menolong rakyat?”

“Swee Poet Tek,” demikian terdengar suara Pheng Hweesio, “Siang2 aku sudah mengatakan, bahwa dengan sendirian saja, Beng Kauw takkan bisa mengusir bangsa Mongol. Kalau mau berhasil kita harus bisa berserikat dengan orang2 gagah di kolong langit dan bergerak dengan serempak. Soehengmu dan soeteeku. Cioe Coe Ong, telah coba memberontak, tapi akhirnya mereka terbasmi…..”

Boe Kie terkejut. “Cioe Coe Ong?” tanyanya didalam hati. “Apakah Cioe Coe Ong bukan ayah nona Coe Cie Jiak?” dalam kagetnya, perkataan Peng Hweesio yang selanjutnya tidak didengar lagi olehnya.

“Jangan ribut!” tiba2 terdengar bentakan Cioe Tian. “Sedang kebinasaan sudah didepan mata, perlu apa kamu rewel2? Semua omong kosong! Siapa yang salah? Kita sendiri. Beng Kauw sendiri yang terpecah belah. Pheng Hweesio kau sungguh gila! Kau mengatakan ingin berserikat dengan orang2 gagah di kolong langit, artinya dengan partai2 yang dinamakan lurus bersih. Huh!….sekarang mereka justru mau membasmi kita. Kau mau berserikat dengan mereka?”

“Kalo Yo Kauwcoe masih hidup, dengan mudah kita bisa menaklukkan enam partai yang menyerang kita,” Tiat Koan menyela.

Cioe Tian tertawa terbahak2. “Hidung kerbau! Kau lebih gila lagi,” bentaknya. “Kalu Yo Kauwcoe masih hidup, segala apa tentu berjalan licin. Perlu apa disebutkan lagi?….Aduh” Ia tak bisa meneruskan perkataannya karena hawa It im cie menerjang ke dalam isi perutnya.

“Diam!” teriak Leng Kiam mendongkol. Bentakan itu sangat berpengaruh dan semua orang segera menutup mulut.

Sementara itu Boe Kie jadi bingung dan bersangsi. Didalam hatinya timbul banyak pertanyaan. Kalau didengar, Beng Kauw bukan semata-mata terdiri dari segundukan manusia yang biasa melakukan perbuatan tidak baik. Maka itu ia lantas saja bertanya “Swee Poet Tek taysoe, apakah aku boleh mendapat tahu tujuan yang sebenarnya dari agama kalian?”

“Ah! Kau belum tahu?” jawabnya. “Jika kau mesti hilang jiwa karena gara2 agama kami, kami sesungguhnya merasa tak enak hati. Kau sekarang hanya bisa hidup beberapa jam lagi, biarlah sebelum mati, kau mendengar rahasia agama kami. Leng Sian Sianseng, apa boleh aku menceritakan?”

“Ceritakanlah!” jawabnya.

“Saudara kecil,” ia mulai, “Beng Kauw dimulai di negeri Tay Sit Kok dan pada zaman kerajaan Tong barulah masuk ke Tionggoan. Pada masa itu, kaisar Tong telah mendirikan kuil2 untuk agama kami. Beng Kauw menyamaratakan semua pengikutnya dan mereka itu jika berharta, diharuskan menolong rakyat miskin. Kamipun tidak diperbolehkan makan makanan berjiwa atau arak. Oleh karena selama beberapa turunan agama kami selalu digencet oleh pembesar2 rakus, maka kerap kali saudara2 kami memberontak. Misalnya saja sedari zaman Phoe Lap, Phoei kauwcoe di masa Pak Song (Song utara), entah sudah berapa kali pemberontakkan Beng Kauw.”

Mendengar samapi disitu, Boe Kie ingat, kalau Phoei merupakan salah seorang dari empat pemberontakan besar di zaman Pak Song dan namanya berendeng dengan orang2 seperti Song Kang dan Tian Kouw.

“Kalau begitu Phoei Lap adalah kauwcoe agamamu?” tanyanya.

“Benar,” jawabnya. “Dalam tahun Kian Yam di zaman Lam Song –Song selatan- , Ong Cong Sek kauwcoe memberontak di Sin cioe, sedang dalam tahun Siauw hin, Ie Ngo Po memberontak di Kioe Cioe. Sesudah itu, dalam tahun Siauw Teng, pada zaman kaisar Lee Cong, Thio Sam Ciang kauwcoe memberontak di daerah Kangsay dan Kwitang. Sebab Bengkauw sering sekali bermusuhan dengan pembesar negeri dan menimbulkan pemberontakan2, maka kalangan pembesar negeri menamakan agama kami sebagai Mo kauw dan melarangnya.”

“Untuk mempertahankan kehidupan, maka kami terpaksa bekerja dengan bersembunyi. Kamipun bermusuhan dengan partai2 lurus bersih dan permusuhan kian lama kian menghebat sehingga mereka dan kami seakan2 api dan air.”

“Tentu saja diantara anggota2 Beng kauw terdapat juga manusia2 yang rendah martabatnya. Mereka itu sering digunakan oleh partai2 lurus bersih sebagai bukti bahwa agama kami adalah agama yang sesat. Dengan demikian, nama Beng kauw jadi makin merosost.”

“Swee Poet Tek, apakah kau maksudkan aku?” memutus Yo Siauw.

“Namaku Swee Poet Tek dan sesuatu yang tak boleh dikatakan aku tentu takkan mengatakannya” jawabnya. “Siapa kepotong dia perih. Siapa berdosa dia tahu dalam hatinya.”

Yo Siauw mengeluarkan suara di hidung dan tidak bicara lagi.

Tiba2 Boe Kie kaget sebab badannya sudah tak dingin. Tadi waktu baru kena It im cie rasa dingin meresap ke tulang2, tapi sekarang serangan itu sudah menghilang.

Sebagaimana diketahui, waktu masih kecil sekali ia kena racun dingin dari pukulan Hian beng Sin ciang dan sesudah mencapai usia 17 tahun, barulah semua racun terusir dari badannya. Selama kurang lebih 7 tahun siang malam tubuhnya bertempur melawan hawa dingin sehingga perlawanan tubuhnya terhadap setiap serangan hawa dingin sudah terjadi secara wajar. Disamping itu, iapun telah makan kodok merah dan telah melatih diri dengan ilmu Kioe Yang Sin Keng. Oleh karena adanya beberapa sebab itu maka hawa “yang” (hawa panas) didalam tubuhnya hebat luar biasa. Sehingga racun It im cie sudah terusir keluar, tanpa ia mesti mengeluarkan banyak tenaga.

Sementara itu Swee Poet Tek melanjutkan penuturannya. “Sedari kerajaan Song direbut oleh bangsa Mongol, permusuhan antara Beng kauw dan kerajaan makin menghebat. Selama beberapa keturunan, pemimpin2 agama kami telah menugaskan diri sendiri untuk mengusir kaum penjajah dengan mempersatukan semua orang gagah di seluruh negeri. Sayang sungguh, dalam tahun2 yang belakangan Beng kauw tidak mempunyai pemimpin dan sebab memperebutkan kedudukan sebagai Kauwcoe, tokoh2 Beng kauw jadi saling bunuh. Antara pentolan2 kami ada yang mengasingkan diri dan ada pula yang mendirikan agama lain dan mengangkat diri sebagai Kauwcoe. Sesudah Beng kauw berantakan, permusuhan dengan partai2 lurus bersih makin besar dan sebagai akibatnya kau bisa lihat sendiri. Kami sekarang sedang menghadapi bencana. Goan tin Hweeshio, bagaimana pendapatmu? Apakah aku berjusta?”

Goan tin mengeluarkan suara di hidung. “Tidak kau tak berdusta,” jawabnya. “Sesudah berada begini dekat dengan kebinasaan, perlu apa kau berjusta?” seraya berkata begitu, perlahan2 ia berdiri dan melangkah setindak.

“Ah!….”seru Yo Siauw dan yang lain2. biarpun sudah menduga, bahwa tenaga Goan tin akan pulih terlebih dahulu mereka sama sekali tidak menaksir, bahwa pendeta itu memiliki Lweekang yang begitu tinggi dan tenaganya pulih secara begitu cepat.

Dilain saat, dengan badan tetap, Goan tin telah melangkah lagi setindak.

Yo Siauw tertawa dingin. “Murid Kong kian taysoe benar2 hebat,” katanya. “Eh! Aku telah mengajukan satu pertanyaan yang belum dijawab olehmu. Apakah jawabannya memalukan kau, sehingga kau tak berani membuka mulut?”

Goan tin tertawa terbahak bahak dan maju lagi setindak. “Aku tahu……aku tahu, bahwa sebelum aku menjawab, kau tak bisa mati dengan mata meram,” katanya. “Kau tanya, mengapa aku tahu jalanan2 rahasia dari Kong Beng Teng. Mengapa aku bisa sampai disini tanpa diketahui oleh siapapun jua. Baiklah aku akan menjawab dengan sejujur2nya. Jawabanku ialah Yo Po Thian kauwcoe, pemimpin agamamu sendiri berdua istri yang pernah membawaku kemari.”

Yo Siauw terkesinap. Sebagai seorang yang berkedudukan dan berkepandaian tinggi, pendeta itu pasti tak berdusta. Tapi mana bisa kejadian yang seperti itu?

“Keledai gundul! Jangan dusta kau!” caci Cioe Tian. “Jalanan rahasia Kong beng teng adalah sebuah rahasia besar. Tempat itu adalah tempat suci dari agama kami. Biarpun Yo cosoe seorang Kong beng Soe cia, walaupun Wie toako berkedudukan sebagai Hoe kauw Hoat tong. Mereka belum pernah menggunakan jalanan itu. Hanyalah kauwcoe seorang yang boleh menggunakannya. Mana bisa jadi Yo kauwcoe mengajak kau seorang luar berjalan dijalan itu?”

Goan tin menghela nafas dan untuk beberapa saat, kedua matanya mengawasi ke tempat yang jauh, “Jika kau mendesak juga, aku harus menceritakan peristiwa yang terjadi pada 25 tahun berselang,” katanya dengan suara berduka. “Baiklah. Biar bagaimanapun juga, kamu takkan bisa turun dari gunung ini dengan masih bernyawa. Kamu takkan bisa membocorkan rahasia. Hai! Cioe Tian, tak salah apa yang dikatakan olehmu. Jalanan rahasia itu adalah tempat suci dari agamamu. Memang, hanya kauwcoe yang boleh masuk kesitu. Siapa yang melanggar dosa besar. Tapi orangnya Yo Po Thian telah masuk kesitu. Yo Po Thian telah melanggar peraturan agama. Secara diam2 dia membawa Yo hoejin masuk kesitu.”

“Dusta! Dusta besar.” Teriak Cioe Tian.

“Cioe Tian, diam kau!” bentak Pheng hweshio.

Goan tin melanjutkan perkataannya. “Bukan saja begitu, Yo hoejin telah membawaku masuk kesitu…”.

“Bangsat! Bangsat besar! Dusta!” caci Cioe Tian.

“……..aku bukan anggota Beng kauw. Biarpun masuk dijalanan itu, aku tidak melanggar peraturan agama.” Kata Goan tin dengan sedih.

“Mengapa Yo Hoejin mengajak kau masuk dijalanan itu?” tanya Tiat koan Tojin.

“Hmmm! Itulah kejadian yang terjadi sudah lama sekali.” Jawabnya. “Sekarang loolap sudah berusia 70 tahun lebih. Diwaktu masih muda….Baiklah, loolap akan menceritakan rahasianya.”

“Apa kalian tahu siapa adanya loolap? Yo Po Thian adalah Soehengku, Yo Hoejin adalah Soemoyku. Pada sebelum menjadi pendeta, loolap she Seng bernama Koen, bergelar Hoen goan Pek Leng chiu.”

Mendengar keterangan itu, bukan main kagetnya Yo Siauw dan yang lain2, sedang Boe Kie hampir berteriak. Pemuda itu lantas saja ingat penuturan ayah angkatnya pada suatu malam di pulau Peng Hwee to. Pada waktu itu Cia Soen menceritakan cara bagaimana gurunya telah membunuh semua anggota keluarganya, cara bagaimana untuk memaksa keluarnya guru itu, ia telah membunuh banyak orang gagah dalam Rimba persilatan dan cara bagaimana sesudah ia melukai pendeta suci Kong kian. Seng koen tidak menepati janji untuk munculkan diri. Tiba2 Boe Kie tersadar dan berkata didalam hatinya. “Tak bisa salah lagi, pada waktu itu bangsat tua Seng Koen telah mengangkat Kong kian Seng ceng –pendeta suci kian- sebagai guru. Untuk menghilangkan permusuhan itu, pendeta suci itu rela menerima 13 pukulan Cit Siang koen dari Giehoe. Siapa nyana Seng Koen malah sudah mendustai gurunya sendiri, sehingga Kong kian Taysu meninggal dunia dengan penasaran.”

Mengingat sampai disitu, Boe Kie lantas saja sangat perkataannya sendiri yang diucapkan pada malam itu. “Giehoe, orang yang membinasakan seantero keluargamu bernama Hoen goan Pek lek chioe, bukan? Baiklah, Boe Kie akan mengingat nama itu. Dibelakang hari, anak tentu akan mewakili ayah untuk membalas sakit hati.”

Dengan gusar, ia kemudian berkata didalam hati. “Kalapnya Giehoe sehingga ia sering membunuh orang yang tidak berdosa, kedatangan dan desakan berbagai partai di Boe Tong san sehingga kedua orang tuaku terpaksa membunuh diri semua adalah gara2nya bangsat tua Seng Koen.”

Makin diingat, darah pemuda itu makin meluap. Tiba2 ia merasa sekujur badannya panas, seperti dibakar. Karung Kian Koen It Khie tay dari Swee Poet Tek tertutup rapat dan hawa udara tidak bisa keluar masuk. Menurut pantas, sesudah berdiam dalam karung begitu lama, Boe Kie sebenarnya sudah mesti mati. Tapi ia kerena memiliki lweekang yang sangat tinggi dan hawa yang dikeluarkan dari pernafasan sangat sedikit, maka ia masih dapat mempertahankan diri. Tapi sekarang, dalam gusarnya, Cioe yang Cin khie (hawa tulen Kioe Yang) tak dapat dikuasai lagi dan lalu mengamuk hebat. Beberapa saat kemudian, ia merasa badannya seperti masuk dalam perapian, sehingga ia mengeluarkan teriakan keras.

“Saudara kecil!” bentak Cioe Tian, “Kita semua tengah menghadapi kebinasaan dan sama2 menanggung penderitaan hebat. Tapi seorang yang gagah tidak boleh memperlihatkan kelemahannya dan berteriak2 seperti kau”.

“Benar!” kata Boe Kie yang lalu menentramkan jalan pernafasannya dengan ilmu yang terdapat dalam Kioe yang cin keng. Biasanya ilmu itu bermanfaat sekali. Tapi kini, usahanya gagal. Tulang2nya sakit dan jalan darah diseluruh tubuhnya seperti juga ditusuk dengan jarum2 ribuan yang panas.

Mengapa bisa begitu?

Biarpun telah melatih diri selama beberapa tahun dan biarpun Kioe yang cin keng merupakan salah satu kitab silat terlihay di kolong langit, tapi dalam mempelajari kitab tersebut, Boe Kie tidak mendapat bimbingan guru yang pandai. Ia belajar hanya dengan meraba2. Maka itu, Kioe yang cin khie yang makin lama makin bertambah didalam badannya, tidak dapat disalurkan olehnya, karena ia berada didalam karung. Disamping itu, totokan It im cie merupakan salah satu ilmu yang paling beracun dalam rimba persilatan. Bagi Boe Kie, totokan itu seakan2 setengah obat pasang yang disulut sumbunya. Celakanya, sebab berada didalam karung, hawa cin kie yang keluar dari pernafasannya tak bisa buyar dan balik menghantam dirinya sendiri. Dengan demikian, Boe Kie kini tengah menghadapi saat yang sangat penting (jiwanya tergantung atas selembar rambut).

Hal ini tentu tak diketahui oleh Cioe Tian dan yang lain2.

Sementara itu, biarpun sedang melawan hawa panas dengan mati2an, Boe Kie tetap dapat menangkap setiap perkataan Goan Tin yang telah melanjutkan penuturannya. “Keluarga soemay-ku dan keluargaku mempunyai hubungan yang rapat,” kata pendeta itu. “Sedari kecil kita telah ditunangkan. Siapa tahu, diam2 Yo Po Thian juga mencintai soemoy-ku itu. Belakangan dia menjadi kauwcoe dari Beng kauw dan pengaruhnya besar sekali. Ayah dan ibunya soemoy adalah manusia2 yang kemaruk akan pengaruh, sedang soemoy sendiri tidak mempunyai pendirian yang teguh. Akhirnya soemoy menikah dengan Yo Po Thian. Tapi sesudah menikah, ia merasa tidak beruntung dan kadang2 membuat pertemuan denganku. Supaya pertemuan tidak terganggu, ia ingin sekali mencari tempat yang aman dan nyaman.”

“Yo Po Thian sangat mencintai soemoy-ku dan ia tidak pernah membantah kehendak sang istri. Waktu soemoy menyatakan keinginannya untuk melihat2 jalanan rahasia Kong beng teng, biarpun merasa sangat berat, ia sudah meluluskan juga. Demikianlah, jalanan rahasia itu yang selama ratusan tahun dipandang sebagai temnpat suci dari Beng kauw, menjadi tempat pertemuanku dengan nyonya Kauwcoe. Ha…ha…ha….ha! Puluhan kali aku mondar mandir di jalanan itu. Apa heran jika hari ini aku bisa mendaki Kong beng teng tak kesukaran apapun jua?”

Yo Siauw dan kawan2nya merasa dada mereka seperti mau meledak, tapi mereka tak bisa mengucapkan sepatah kata. Cioe Tian yang biasa mencaci maki juga tidak dapat mengeluarkan caciannya. Kejadian itu merupakan hinaan yang besar bagi Beng kauw dan bencana yang dihadapi oleh Beng kauw juga karena gara2 terbukanya rahasia jalanan itu. Mata Yo Siauw dan yang lain2 seperti mau menyemburkan api, tapi merekapun tahu, bahwa Goan Tin tidak berbicara dusta.

“Kamu marah?” tanya Goan tin. “Pernikahanku telah digagalkan oleh Yo Po Thian. Dia terang2 istriku. Setelah menjadi pemimpin Mo Kauw, Yo Po Thian merampas istriku yang tercinta. Permusuhanku dengan Mo kauw adalah permusuhan yang tidak bisa berdiri di kolong langit bersama2. pada hari pernikahan Yo Po Thian dengan soemoy-ku, aku datang memberi selamat dan turut minum arak kegirangan. Tapi didalam hati, diam2 aku bersumpah, bahwa sebegitu lama Seng Koen masih bernafas, ia pasti akan membunuh Yo Po Thian, ia pasti akan membasmi Mo kauw. Sudah 50 tahun aku bersumpah. Baru kini aku berhasil.”

“haaa……haaaa…..Aku puas!” Seng koen akan mati dengan mata meram.

“Terima kasih atas keteranganmu,” kata Yo Siauw dengan suara dingin. “Kini baru kutahu sebab musabab dari kematian Yo Siauw coe.”

“Kalau begitu, ia mati didalam tanganmu”

“Ilmu Yo soeheng banyak lebih tinggi daripadaku,” kata Goan Tin. “Kami adalah saudara seperguruan…………masing2 tahu kepandaiannya….”

“Lantaran begitu kau sudah membokong,” memutus Cioe Tian. “Kalau bukan menggunakan racun, kau tentulah sudah menyerang secara gelap, seperti perbuatanmu hari ini.”

Goan tin menghela nafas dan menggelengkan kepala. “Tidak!” katanya. “Sebab kuatir ku mencelakai dia secara menggelap, berulang kali soemoyku memperingatiku. Ia mengatakan bahwa jika aku membinasakan Yo Po Thian, ia takkan mengampuniku. Ia mengatakan, bahwa dengan mengadakan pertemuan gelap saja, ia telah berdosa besar terhadap suaminya. Bila Yo Po Thian dibinasakan, maka perbuatan itu dianggapnya sebagai perbuatan terkutuk yang pasti akan dihukum oleh langit.”

“Hai!………Yo Soeheng……..dia………mati sendiri.”

Yo Siauw dan lain2 terkesiap.

Kata Goan Tin pula, “Kalau benar Yo Po Thian binasa dalam tanganku, aku tentu sudah mengampuni Beng kauw….” Suaranya berubah perlahan. Seperti juga ia ingat pula peristiwa yang terjadi pada banyak tahun berselang. Sesudah berhenti sejenak, ia berkata lagi dengan suara perlahan. “Malam itu aku bertemu lagi dengan suomoy-ku di jalanan rahasia itu. Sekonyong2 kami mendengar suara nafas yang datang dari jurusan kiri. Itulah kejadian yang belum pernah terjadi. Orang luar takkan bisa masuk ke jalanan itu, sedang anggota Beng kauw takkan berani masuk. Kami kaget dan lalu menyelidiki. Ternyata suara nafas itu suara nafasnya Yo Soeheng yang sedang berduduk dalam sebuah kamar. Ia memegang selembar kulit kambing dalam tangannya dan selebar mukanya berwarna merah. Ia sudah mengetahui rahasia kami. ‘Bagus sungguh perbuatan kamu berdua!’ katanya. Sesudah berkata begitu paras mukanya berubah biru. Sesaat kemudian, warna biru berubah merah lagi. Perubahan ini silih berganti sampai 3 kali. Yo Cosoe, apa kau tahu sebab musababnya?”

“Kejadian itu sudah terjadi karena Yo kauwcoe sedang melatih diri dalam ilmu Kiun koen tay lo ie,” jawabnya.

“Yo Siauw bukankah kau sudah mahir dalam ilmu itu?” tanya Coe Tian.

“Kau tidak dapat menggunakan perkataan mahir,” jawabya. “Waktu masih hidup; karena menghargai aku, Yo kauwcoe telah mengajar aku pokok2 dari Kian koen Tay lo ie Sin kang. Sesudah berlatih belasan tahun, aku hanya mencapai tingkat dua. Dalam latihan selanjutnya. Hawa tulen dalam badanku mengamuk dan coba menerjang keluar dengan memecahkan batok kepalaku. Biar bagaimanapun juga aku tidak bisa menguasai hawa itu. Perubahan 3 kali pada paras muka Yo Kauwcoe merupakan tanda, bahwa ia sudah mencapai tingkat kelima dari ilmu tersebut. Ia pernah memberitahu aku, bahwa diantara kauwcoe agama kita, Ciong kauwcoelah, dari keturunan kedelapan yang memiliki kepandaian paling tinggi dan sudah mencapai tingkat keenam dari Kian koen tay lo ie.

Pada suatu hari, waktu sedang melatih diri, ilmu itu telah membakar Ciong kauwcoe, sehingga binasa. Mulai dari waktu, belum ada orang yang bisa mencapai tingkat kelima.”

“Begitu sukar?” kata Cioe Tian.

“Kalau tidak sukar, ilmu itu tentu tidak dianggap sebagai ilmu pelindung agama kita,” kata Tiat koen Toojin.

Jago-jago Beng kauw itu sudah lama mendengar halnya Kiankoen tay loe ie Sinkang. Maka itu begitu nama itu disebutkan, biarpun sedang menghadapi bahaya, mereka tak tahan untuk membicarakannya.

“Yo Cosoe,” kata Pheng Eng Giok, “Mengapa terjadi perubahan pada paras muka Yo kauwcoe?”

Pheng Hweesio adalah seorang yang sangat pintar. Dengan mengajukan pertanyaan itu ia mempunyai maksud tertentu. Kalau Goan Tin maju beberapa tindak lagi, habislah nyawa mereka. Maka itu sedapat mungkin ia ingin memperpanjang pembicaraan untuk mendapat lebih banyak waktu. Asal saja ketujuh jago Beng kauw dapat bergerak, maka dengan bersatu padu, mereka akan bisa melawan serangan Goan Tin, biarpun hanya untuk sementara waktu. Andai kata pada akhirnya lebih baik daripada tanpa melawan.

Sebagai seorang yang sangat cerdas Yo Siauwpun mengerti maksud Pheng Eng Giok. Maka itu perlahan2 ia memberi keterangan. “Tujuan dari Kian koen tay lo ie Sinkang yalah menjungkir balikkan 2 rupa hawa, yaitu hawa ‘keras’ dan hawa ‘lembek’, hawa Im dan hawa Yang. Perubahan pada paras muka sudah terjadi pada waktu darah didalam tubuh turun ke bawah, yaitu pada waktu berubahnya Cin kie. Sepanjang keterangan, waktu mencapai tingkat keenam, kulit di sekujur badan bisa berubah2 warnanya, sebentar merah sebentar biru. Tapi kalo seseorang sudah mencapai tingkat ke tujuh, perubahan hawa Im dan Yang akan terjadi tanpa memperlihatkan perubahan dalam warna kulit.” (Im dan Yang, Negatif dan Positif).

Sebab kuatir Goan tin tak sabaran, Pheng Eng Giok lalu menanya pendeta itu. “Goan tin taysu apakah kau boleh memberitahu kami, cara bagaimana Yo Kauwcoe sudah berpulang ke alam baka?”

Goan tin tertawa dingin. “Sesudah kamu kena It Im cie dalam dunia ini hanya ada empat golongan manusia yang bisa menolong,” katanya. “Kamu hanya bisa ditolong dengan Kioe yang sin kang dari Boe Tong, Siauw Lim, Go Bie dan It Yang Cie dari It Teng Taysoe. Kalu ditolong dengan salah satu ilmu itu kamu akan bisa bergerak untuk sementara waktu. Janganlah mimpi, bahwa kamu bisa menolong diri sendiri dengan mengerahkan lweekang dan dengan memperpanjang waktu. Aku bicara terang2. itu semua tiada gunanya. Sebagai ahli2 kelas utama dalam rimba persilatan, kamu tentu tahu, bahwa biar mendapat luka yang lebih berat lagi, sesudah menjalankan pernafasan begitu lama, sedikit banyak kamu sudah mendapat kemajuan. Tapi sekarang? Bukannkah, sebaliknya daripada mendingan badanmu jadi makin kaku?”

Yo Siauw dan yang lain2 sudah merasai kenyataan itu. Tapi sebagai manusia sebegitu lama masih bernafas, mereka masih mempunyai harapan.

Sementara itu Goan tin melanjutkan penuturannya. “Melihat perubahan paras muka Yo Soe Heng, aku kaget. Soemoyku tahu, bahwa ia berkepandaian sangat tinggi dan dengan sekali menghantam, ia bisa membinasakan aku. “Toosoeko, katanya, dalam hal ini akulah yang bersalah. Lepaskan Seng soeko dan aku rela menerima segala hukuman.” Mendengar perkataannya, Yo Soe heng berkata dengan suara parau. “Aku hanya bisa menikah dengan badanmu, tidak bisa menikah dengan hatimu. Sehabis berkata begitu, kedua matanya terbuka lebar, seperti sedang mangamati sesuatu ditempat jauh dan sesaat kemudian, dari kedua mata itu keluar darah yang mengalir turun dengan perlahan. Tubuhnya kelihatan kaku dan ia tidak bergerak lagi. Soemoyku terkejut dan berteriak. Toa soeko!…..Toa soeko!….Po Thian!…..Po Thian!….Mengapa kau?. Ia berteruiak berulang2.”

Goan Tin meniru teriakan Soemoynya dengan suara perlahan, tapi nadanya menyeramkan, sehingga semua orang jadi bergidik.

Sesudah berdiam sejenak. Ia berkata pula, “Sebab Yo Soeheng tidak juga bergerak, dengan membaringkan hati soemoyku menarik tangannya dan lantas saja ternyata, bahwa tangan itu tangannya mayat. Soemoy meraba dadanya. Ia memang sudah mati. Kutahu hatinya tidak enak dan ia merasa menyesal. Maka itu, aku segera coba membujuknya dengan berkata. Soemoy, menurut penglihatanku Toasoeko telah membuat kesalahan pasa waktu melatih diri dalam serupa ilmu yang tinggi. Mengalirnya hawa tulen terbalik dan ia tidak dapat ditolong lagi. Soemoyku mengangguk, ‘benar” katanya. ‘Ia tangah melatih ilmu Kian Koen tay lo ie yang sangat luar biasa. Pada detik latihan yang sangat penting ia mendapat tahu rahasia pertemuan kita. Biarpun bukan binasa dalam tanganku, tapi ia binasa karena gara2ku.’ Baru saja aku ingin membujuk lagi, tiba2 ia menuding ke jurusan belakangku sambil membentak ‘Siapa itu?’ Aku memutar badan, tapi tak lihat apapu juga. Waktu aku memutar badan lagi, pada dadanya sudah tertancap sebilah pisau. Ia sudah membunuh diri sendiri!”

“Huh..Huh!…Yo Po Thian mengatakan, bahwa ia menikah dengan orangnya, tapi tidak menikah dengan hatinya. Aku sendiri? Aku berhasil merebut hatinya soemoy, tapi tidak bisa mendapatkan menusianya. Dalam seluruh penghidupanku, ia adalah seorang yang paling dihormati dan paling dicintai olehku. Kalau bukan gara2 Yo Po Thian, kami berdua tentu sudah terangkap menjadi suami istri yang bahagia. Kalau bukan Yo Po Thian menjadi kauwcoe dari Mo kauw, maka soemoyku tentu takkan menikah dengan manusia itu yang usianya lebih tua dua puluh tahun lebih daripadanya Yo Po Thian telah mati. Aku tidak bisa berbuat sesuatu lagi kepadanya. Tapi Mo kauw masih malang melintang di dalam dunia. Waktu itu sambil menuding jenazah soeheng dan soemoyku, aku berkata. “Aku Seng Koen, bersumpah untuk menggunakan segala rupa kepandaianku guna membasmi Beng kauw. Sesudah berhasil, aku akan datang kemari lagi dan disini untuk menggorok leher sendiri dihadapanmu berduasebagai penebus dosa. Ha…ha……ha…….Yo Siauw!……Wie It Siauw…….kamu semua akan segera binasa. Seng koenpun tak akan hidup lebih lama lagi. Maksudku sudah tercapai dan dengan segala senang hati, aku akan menggorok leher sendiri untuk mengawani kamu semua ke alam baka.”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar