Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------
Bagian 49
Dengan demikian, aku justru
terjerumus ke dalam jebakan yang dipasang oleh binatang Seng Koen. Sudahlah!
Aku harus menelan semua hinaan. Hanya dengan begitu barulah aku bisa membalas
sakit hati kedua orang tuaku dan Gie-hoe.
Sesudah melepaskan Goan im, ia
berkata dengan suara perlahan, Matamu bukan dibutakan oleh Thio Ngo Hiap.
Janganlah mendendam begitu hebat. Apalagi sesudah Thio Ngo Hiap bunuh diri,
semua sakit hati sebenarnya sudah harus habis. Taysoe adalah seorang pertapa
yang tentu tahu, bahwa dunia ini penuh dengan kekosongan. Perlu apa Taysoe
begitu sakit hati?
Sesudah lolos dari lubang
jarum, Goan im berdiri terpaku dan mengawasi Boe Kie dengan mata membelalak
tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun. Melihat pemuda itu mengangsurkan sian-thungnya
seperti orang linglung ia menyambut dan sesaat kemudian ia mengundurkan diri
dengan menundukkan kepala.
Melihat hebatnya Boe Kie, Cong
Wie Hiap kaget bercampur heran. Tapi sebab ia sudah turun ke dalam gelanggang
tak dapat ia memperlihatkan kelemahannya. Orang she Can! teriaknya. Siapa
sebenarnya yang sudah menyuruh kau berbuat begini? Aku bukan suruhan orang,
jawabnya. Aku bertindak demi keadilan dengan harapan agar enam partai dan Beng
Kauw bisa berdamai.
Cong Wie Hiap mengeluarkan
suara di hidung, Tak mungkin aku berdamai dengan Beng Kauw, katanya dengan
kaku. Bangsat tua she In itu hutang tiga pukulan Cit siang koen. Sesudah aku
menghajar dia, kita boleh bicara lagi. Seraya berkata begitu ia menggulung
tangan bajunya.
Cong Cianpwee tak henti-hentinya
menyebut Cit siang koen, kata Boe Kie. Tapi menurut penglihatan boanpwee,
latihan Cianpwee dalam ilmu itu masih jauh dari cukup. Dalam tubuh manusia
terdapat Ngo heng. Jantung berarti Api, paru-paru berarti Emas, ginjal berarti
Air, nyali berarti Tanah dan hati berarti Kayuz. Disamping itu terdapat dua
macam Khie (hawa), yaitu Im dan Yang (negative dan positif) sehingga semuanya
berjumlah tujuh unsur. Begitu seseorang terburu-buru melatih diri dalam ilmu
Cit siang koen maka ketujuh unsur itu akan terluka semua. Makin tinggi
latihannya makin hebat luka di dalam badannya. Sebelum ilmu itu dapat melukai
musuh, ilmu tersebut lebih dulu melukai diri sendiri. Untung juga latihan
Cianpwee masih belum tinggi sehingga luka Cianpwee masih dapat diobati. (Cit
siang koen berarti ilmu pukulan tujuh luka)
Cong Wie Hiap terkejut.
Keterangan pemuda itu sesuai dengan apa yang tertulis di dalam kitab Cit siang
koen! Di dalam kitab itu diperingatkan keras bahwa seseorang yang mau melatih
Cit siang koen harus mempunyai Lweekang yang sangat tinggi harus mencapai di
mana Khie (hawa) yang dikerahkan bisa menerobos masuk ke dalam semua jalan
darah yang terdapat di dalam tubuh manusia. Siapa yang belum mencapai tingkat
setinggi itu dilarang mempelajarinya. Tapi Cong Wie Hiap tak menggubris. Begitu
ia merasa tenaga dalamnya sudah cukup kuat, ia segera melakukan latihan Cit
siang koen. Latihan itu benar saja banyak menambah tenaganya, karena belum
merasakan bahaya, ia lupa daratan. Sekarang mendadak ia mendengar perkataan Boe
Kie dan lantas saja ia jadi kaget. Mengapa kau tahu? tanyanya tanpa sadar.
Sebaliknya dari menjawab
pertanyaan itu, Boe Kie berkata, Cong Cianpwee, bukankah kau sering merasa
sakit pada In boen hiat di pundakmu? In boen hiat berhubungan dengan paruparu.
Itu berarti paru-paru Cianpwee sudah terluka. Bukankah Ceng leng hiat Cianpwee
di lengan terasa gatal-gatal? Ceng leng hiat berhubungan langsung dengan
jantung dan itu berarti bahwa jantung Cianpwee telah terluka. Setiap hawa
lembab dan turun hujan, betis Cianpwee di bagian Ngo lie hiat terasa lemas.
Bukankah begitu? Ngo lie hiat berhubungan dengan hati dan aku berani mengatakan
bahwa hati Cianpwee juga ikut terluka. Makin lama Cianpwee berlatih,
tanda-tanda itu akan makin terasa. Kalau Cianpwee berlatih terus enam tujuh
tahun lagi, maka sekujur tubuh Cianpwee akan menjadi lumpuh. Cong Wie Hiap
mendengar keterangan itu dengan keringat dingin turun menetes dari dahinya. Boe
Kie mengerti seluk beluk Cit siang koen sebab ia pernah mendapat teorinya dari
Cia Soen. Belakangan, sesudah mahir dalam ilmu ketabiban, ia mengerti juga
bahaya-bahaya dari ilmu pukulan itu, hingga demikian ia dapat menyebutkan
tanda-tandanya secara tepat sekali.
Dilain pihak, selama beberapa
tahun Cong Wie Hiap pun sudah merasa bahwa ada sesuatu yang kurang beres dalam
tubuhnya. Tapi lantaran penyakit itu enteng rasanya dan juga seperti lumrahnya
manusia kebanyakan, ia takut menghadapi tabib maka sejauh ini ia belum pernah
berusaha mengobati ketidak beresan itu. Sekarang ia takut setengah mati dan
parasnya berubah pucat. Ia mengawasi Boe Kie dengan mata terbuka lebar dan
beberapa saat barulah ia bisa membuka mulut, Kau bagaimanakau tahu? Pemuda itu
tertawa tawar. Boanpwee mengenal ilmu ketabiban, sahutnya. Jika Cianpwee
percaya, sesudah urusan ini beres, boanpwee bersedia mengobati. Tapi bagi
Cianpwee Cit siang koen banyak bahayanya dan tiada gunanya. Sebaiknya Cianpwee
tidak berlatih ilmu itu lagi.
Si tua coba ngotot terus. Cit
siang koen adalah ilmu terhebat dari Khong tong-pay sehingga bagaimana bisa kau
katakana bahwa ilmu itu banyak bahaya dan tiada gunanya? tanyanya. Dahulu Ciang
boen Soe cow kami, yaitu Bok Leng Coe telah mengguncang seluruh Rimba
Persilatan. Nama harumnya dikenal di empat penjuru dan ia berusia sampai
sembilan puluh satu tahun. Inilah bukti bahwa Cit siang koen tidak mencelakai
orang yang mempelajarinya. Bocah! Kau jangan bicara sembarangan!
Kalau begitu, bisalah
dipastikan bahwa Lweekang Bok Leng Coe cianpwee sudah mencapai taraf yang
cukup, kata Boe Kie. Seseorang yang tenaga dalamnya cukup tentu saja boleh
berlatih ilmu tersebut. Ia bukan saja tidak akan mendapat bahaya malah akan
memperoleh keuntungan besar karena Cit siang koen dapat memperkuat isi perut
manusia. Kalau Cianpwee tidak percaya omonganku, terserahlah. Tapi boanpwee
tetap berpendapat bahwa Lweekang Cianpwee belum cukup tinggi untuk berlatih Cit
siang koen.
Cong Wie Hiap adalah salah
seorang tetua Khong tong-pay dan jago ternama dalam Rimba Persilatan. Tapi
sekarang, di hadapan tokoh-tokoh berbagai partai, ia didesak oleh seorang
pemuda yang tidak dikenal. Bukan saja terdesak, tapi ilmu terhebat partainya
dikatakan sebagai ilmu tak berguna. Dapatlah dimengerti kalau darahnya langsung
mendidih. Bocah! bentaknya dengan mata melotot. Kalau kau bilang Cit siang koen
tidak berguna, cobalah jajal!
Boe Kie kembali tertawatawar.
Cit siang koen memang ilmu yang hebat, katanya. Aku tidak mengatakan bahwa ilmu
itu tak berguna. Maksudku hanya bahwa jika Lweekang seseorang belum cukup
tinggi, biarpun dia berlatih lama, latihan itu tiada gunanya. Dengan berdiri di
belakang para soecinya, Cioe Cie Jiak mengawasi pemuda itu. Di dalam hati ia
merasa geli. Paras muka Boe Kie masih agak kekanak-kanakan tapi dengan sikap
seperti orang tua yang berpengalaman, ia memberi nasehat pada salah seorang
tetua dari Khong tong-pay dan hal itu seolah-olah gurauan. Murid-murid Khong
tong-pay yang berusia muda merasa gusar dan ingin sekali menghajar Boe Kie.
Tapi karena melihat Cong Wie Hiap mendengarkan setiap perkataan pemuda itu dengan
penuh perhatian, mereka tidak berani bertindak sembrono. Apakah kau berpendapat
bahwa Lweekangku belum cukup? tanya Cong Wie Hiap.
Cukup atau tak cukup, aku tak
tahu, jawabnya. Tapi menurut penglihatanku, waktu berlatih Cit siang koen,
Cianpwee telah terluka sehingga sebaiknay latihan itu tidak diteruskan. Jiako
tak usah meladeni semua omong kosong! tiba-tiba terdengar suara bentakan
seseorang di belakangnya. Dia menghina Cit siang koen kita, biarlah dia rasakan
pukulanku. Hampir berbarengan, satu pukulan yang hebat menyambar Leng tay hiat
di punggung Boe Kie. Leng tay hiat adalah salah satu hiat penting yang
membinasakan. Jangankan Cit siang koen, pukulan yang biasa sekalipun bisa
membinasakan jika kena tepat di bagian itu. Dalam tekadnya untuk menaklukan
keenam partai dengan Kioe yang Sin kang, biarpun tahu sedang dibokong orang,
Boe Kie tidak memutar badan dan membalas, ia berkata pula kepada Cong Wie Hiap,
Cong Cianpwee.
Mendadak terdengar kerincingan
rantain disusul dengan bentakan, Tua bangka! Jangan bokong orang! Itulah
bentakan Siauw Ciauw yang segera meninju kepala si pembokong. Orang itu
menangkis dengan tangan kirinya sedang tinju kanannya sudah mampir tepat di
Leng tay hiat Boe Kie. Semua orang terkesiap tapi pemuda itu sendiri tidak bergeming.
Ia mengambil sikap acuh tak acuh bahkan tidak mengerahkan tenaga dalam untuk
menolak tenaga pukulan itu. Siauw Ciauw, katanya seraya tertawa. Kau tak usah
khawatir. Pukulan Cit siang koen itu sedikitpun tiada gunanya.
Muka si nona yang putih lantas
saja bersemu merah. Dengan jengah ia berkata, Aku lupaaku lupa kau sudah
belajar. Ia tidak meneruskan perkataannya dan buru-buru meloncat mundur sambil
menyeret rantai.
Boe Kie memutar tubuh dan
melihat si pembokong adalah seorang kakek yang batok kepalanya besar dan
tubuhnya kurus. Dia adalah tetua keempat dari Khong tong-pay namanya Siang Keng
Cie. Mukanya sudah berubah pucat dan ia berkata dengan suara tergugu. Kau
memiliki Kim kong Poet-hoay tee Sin-kang Apa kau murid Siauw lim sie? Sambil
tersenyum pemuda itu menjawab, Aku bukan murid Siauw lim sie tapi benar aku
pernah belajar ilmu di kuil Siauw lim sie.
Buk! Selagi ia bicara, tinju
Siang Keng Cie mampir tepat di dadanya. Sepanjang pengetahuan tetua Khong tong
itu, Kim kong Poet hoay tee hanya dapat dipertahankan sambil menahan nafas.
Boe Kie tertawa dan berkata,
Kalau seseorang sudah melatih diri dalam Kim kong Poet hoay tee sampai pada
puncak kesempurnaan, ia tak akan bisa diserang walaupun ia sedang bicara. Tanpa
menggunakan Lweekang, tubuhnya tidak bisa kena segala pukulan. Jika kau tidak
percaya kau boleh memukul lagi.
Bagaikan kilat Siang Keng Cie
mengirimkan empat tinju geledek. Pemuda itu menerima dengan paras muka
berseri-seri.
Siang Keng Cie dijuluki
It-koen Toan gak (satu tinju mematahkan gunung). Meskipun julukan itu terlalu
mencolok tapi orang-orang yang berusia agak lanjut mengetahui bahwa tetua Khong
tong itu memang mempunyai pukulan dahsyat. Bahwa Boe Kie bisa menerima keempat
pukulan itu sambil tersenyum-senyum telah mengejutkan semua orang.
Sesudah lama Koen loen dan
Khong tong-pay tak begitu akur dan meskipun sekarang mereka bersatu untuk
membasmi Beng-kauw, tapi di dalam hati, banyak anggota kedua partai itu masih
mengambil sikap bermusuhan. Maka itu, dari barisan Koen loen-pay segera saja
terdengar beberapa ejekan.
Lihat, sungguh tinju It-koen
Toan gak!
Apakah yang telah dipatahkan
Sie koen (empat tinju).
Untung juga Siang Keng Cie
berkulit hitam sehingga warna merah pada mukanya tak begitu menyolok.
Dilain pihak, anggota-anggota
Siauw lim-pay merasa heran dan banyak pertanyaan muncul dalam hati mereka.
Pemuda itu mengatakan bahwa dia sudah pernah belajar ilmu Siauw lim sie. Siapa
dia? Kim kong Poet hoay tee tak pernah diturunkan kepada orang luar. Disamping
itu, Tong kian Taysoe dalam partai kita, tiada orang lain memiliki ilmu
tersebut. Pemuda itu masih begitu muda. Mana bisa dia mempunya ilmu yang harus
dilatih selama empat puluh tahun. Sungguh mengherankan. Siapa dia?
Siapa dia?....
Dilain saat, Cong Wie Hiap
mengangkat tangannya dan berkata dengan suara menyeramkan, Can heng, aku merasa
sangat kagum akan Sin-kangmu. Apa boleh aku menerima pelajaran darimu dalam
tiga jurus? Ia menantang karena tahu bahwa tenaga Cit siang koen yang
dimilikinya lebih kuat banyak daripada Siang Keng Cie sehingga mungkin sekali
ia akan berhasil merobohkan pemuda itu.
Jika nanti Cianpwee sudah
berhasil, boanpwee pasti akan menolak, jawabnya. Tapi sekarang, bolehlah
boanpwee menerima pukulan Cianpwee.
Dengan gusar Cong Wie Hiap
mengerahkan Cin-khie sehingga tulang-tulangnya di dalam tubuh berkerotokan. Ia
maju selangkah dan menghantam dada Boe Kie sekuat tenaga.
Begitu tinju menyentuh dada,
ia terkesiap sebab tersedot dengan semacam tenaga dan tak mampu menarik kembali
tangannya. Dilain saat, dari tinjunya masuk semacam hawa hangat yang terus
menerobos ke dalam isi perutnya. Waktu menarik kembali tangannya ia merasa
semangatnya terbangun dan sekujur badannya nyaman luar biasa. Ia tertegun
sejenak dan lalu mengirimkan tinju kedua ke Boe Kie. Kali ini pemuda itu
mengerahkan sedikit Lweekang sehingga ia terhuyung beberapa langkah.
Melihat paras muka kawannya
yang sebentar pucat dan sebentar merah. Siang Keng Cie yang berdiri di samping
Boe Kie menduga bahwa kawan itu terluka berat. Maka itu waktu Cong Wie Hiap
mengirimkan tinju ketiga, iapun menghantam dari belakang sehingga dengan
bersamaan dua tinju mampir telak di tubuh Boe Kie, satu di dada satu di
punggung.
Semua orang melihat bahwa dua
pukulan itu disertai dengan Lweekang yang sangat tinggi. Tapi begitu menyentuh
tubuh si pemuda, semua tenaga dalam amblas bagaikan batu yang masuk ke dalam
lautan.
Siang Keng Cie tahu bahwa
dengan kedudukannya yang tinggi, dalam pembokongannya yang pertama saja, ia
sudah melakukan perbuatan tak pantas. Tapi bokongan pertama itu bisa dimengerti
dan dimaafkan. Orang bisa menganggap ia berbuat begitu sebab terlalu gusar
karena partainya dihina orang. Tapi pembokongan yang kedua merupakan perbuatan
hina dan yang tak bisa dibela dengan cara apapun juga.
Waktu memukul ia percaya bahwa
Boe Kie akan binasa dengan pukulan itu. Kalau pemuda itu dapat dibinasakan maka
menurut jalan pemikirannya ia telah berjasa terhadap keenam partai dalam
menyingkirkan seorang pengacau. Mungkin orang akan mencela dia tapi dia bisa menebus
ketidak layakan itu dengan jasanya.
Betapa kagetnya karena
bokongannya tidak berhasil, dapatlah dibayangkan sendiri.
Bagaimana rasanya badan
Cianpwee? tanya Boe Kie kepada Cong Wie Hiap.
Si tua kelihatan terkejut.
Sesaat kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata dengan suara jengah. Terima
kasih atas budi Can-heng yang sudah membalas kejahatan dengan kebaikan,
sungguh-sungguh aku merasa malu dan berterima kasih tidak habisnya. Pengakuan
itu mengejutkan semua orang.
Ternyata waktu menerima tiga pukulan,
Boe Kie telah mengirim Kioe-yang Cin-khie disalurkan ke dalam tubuh si tua.
Meskipun pengiriman hawa tulen itu hanya dilakukan dalam waktu sedetik tapi
karena Kioe-yang Cin-khie bertenaga dahsyat maka Cong Wie Hiap sudah mendapat
keuntungan yang tidak kecil. Jika dalam pukulan ketiga Siang Keng Cie tidak
mengadu tinju maka keuntungan yang didapat olehnya akan lebih besar lagi.
Pujian Cianpwee yang begitu
tinggi tak dapat diterima olehku, kata pemuda itu dengan suara merendah.
Barusan Kie keng Pat meh (pembuluh darah) Cianpwee telah mendapat sedikit
bantuan dan sebaiknya Cianpwee mengaso sambil mengerahkan hawa. Dengan demikian
racun yang berkumpul dalam tubuh sebagai akibat latihan Cit siang koen akan
dapat disingkirkan dalam waktu dua atau tiga tahun.
Cong Wie Hiap yang tahu
penyakitnya sendiri buru-buru menyoja dan berkata, Terima kasih, banyak-banyak
terima kasih.
Boe Kie berjongkok dan
menyambung tulang Tong Boen Liang. Seraya menengok ke Siang Keng Cie, ia
berkata, Berikanlah koyo Hwee-yang Giok-liong kepadaku. Siang Keng Cie segera
menyerahkan apa yang dipintanya. Cobalah Cianpwee minta Sam hong Po la wan dari
Boe tong-pay dan bubuk Giok Cin-san dari Hwa san-pay, kata Boe Kie pula.
Permintaan itu lantas dituruti.
Dengan menggunakan rumput Co o
koyo Hwee-yang Giok-liong dari partai Cianpwee, sangat mujarab, kata pemuda
itu.
Dalam Sam hong Po la wan dari
Boe tong-pay terdapat Thiun tiok-hong, Hiong hong dan Tang hong. Ditambah
dengan Giok Cin-san maka dalam waktu dua bulan saja kesehatan Tong Cianpwee
akan pulih seperti biasa lagi. Seraya berkata begitu dengan cepat ia membalut
tulang-tulang Tong Boen Liang yang sudah disambung dan dalam sekejap pekerjaan
itu sudah selesai.
Perbuatan Boe Kie kian lama
kian mengherankan. Kepandaiannya dalam menyambung tulang tidak akan dapat
ditandingi oleh tabib manapun juga. Disamping itu, iapun tahu obat-obat
istimewa yang dipunyai oleh setiap partai.
Dengan rasa malu Siang Keng
Cie mendukung Tong Boen Liang dan mundur dari gelanggang. Mendadak Tong Boen
Liang berteriak, Orang she Can! Bahwa kau telah menyambung tulangku, aku merasa
sangat berterima kasih dan di kemudian hari nanti, aku pasti akan membalas
budimu. Tapi permusuhan antara Khong tong-pay dan Mo-kauw sedalam lautan. Tak
bisa kami sudahi karena budimu. Jika kau anggap melupakan budi, kau boleh
mematahkan lagi tulang kaki tanganku.
Mendengar pernyataan itu, hati
semua orang timbul perasaan hormat terhadap Tong Boen Liang yang bersifat lebih
ksatria daripada Siang Keng Cie. Cara bagaimanakah baru Cianpwee bisa merasa
puas dan sudi menyudahi permusuhan ini? tanya Boe Kie.
Cobalah kau perlihatkan ilmu
silatmu, jawabnya. Jika Khong tong-pay merasa tak bisa menandingi, barulah kami
tak bisa berkata apa-apa lagi.
Dalam Khong tong-pay terdapat
banyak sekali orang pandai sehingga biar bagaimanapun juga boanpwee takkan bisa
menandingi, sahut Boe Kie sambil tertawa. Tapi karena telah terlanjur,
biarlah boanpwee
memperlihatkan kebodohannya. Seraya berkata begitu, matanya mengawasi seluruh
lapangan. Di sebelah timur terdapat pohon siong yang tingginya tiga tombak
lebih dan rindang daunnya. Perlahan-lahan ia mendekati pohon itu dan berkata
dengan suara nyaring,
Boanpwee pernah belajar Cit
siang koen dan kini boanpwee ingin memperlihatkan kebodohan sendiri. Boanpwee
mohon para Cianpwee supaya tidak menertawai. Semua orang merasa heran. Dari
mana bocah itu belajar Cit siang koen? tanyanya di dalam hati. Sesudah berdiam
sejenak, tiba-tiba Boe Kie menghafalkan sesuatu yang menyerupai sajak:
Hawa Ngo-heng dicampur Im-yang,
Merusak jantung, melukai
paru-paru, hati dan usus,
Tenaga hilang, pikiran kalang
kabut,
Semangat terbang!
Tak kepalang kagetnya kelima
ketua Khong tong-pay! Mengapa? Karena apa yang dihafal pemuda itu adalah bagian
terakhir dari kitab Cit siang koen, suatu rahasia yang belum pernah diturunkan
ke orang luar. Dalam kagetnya, mereka tentu saja belum bisa menduga bahwa
pelajaran itu telah diturunkan oleh Cia Soen yang telah merampas kitab tersebut
kepada Boe Kie.
Sementara itu, setelah
mengerahkan tenaga dalam, bagaikan kilat Boe Kie meninju pokok pohon.
Krreek!.... Sebatas pokok yang
ditinju, pohon itu terbang dan dubrak! Roboh dalam jarak dua tombak lebih! Di
atas tanah hanya berdiri pohon yang tingginya kira-kira empat kaki.
Pukulan pukulan itu bukan Cit
siang koen, kata Siang Keng Cie dengan suara tak puas. Cit siang koen adalah
semacam pukulan yang di dalam kekerasannya terdapat kelembekan dan di dalam
kelembekannya terdapat kekerasan. Pukulan Boe Kie itu biarpun dahsyat luar
biasa hanyalah pukulan yang menggunakan tenaga keras
Tapi waktu Siang Keng Cie
menghampiri pangkal pohon yang masih berdiri dan memeriksanya, ia terpaku dan
mengawasi dengan mulut ternganga. Ia lihat bahwa urat-urat pohon yang terpukul
hancur semuanya! Itulah Cit siang koen yang sudah mencapai puncak kesempurnaan!
Ternyata dalam pukulannya itu,
Boe Kie telah menggunakan dua macam tenaga. Untuk mencapai maksudnya, mereka
harus memperlihatkan hasil dengan segera. Jika ia hanya menggunakan Cit siang
koen maka sesudah berselang sepuluh hari atau setengah bulan, barulah pohon itu
mati berdiri. Maka itu ia meningju dengan tenaga Cit siang koen yang disertai
dengan Yang-kang (tenaga keras) sehingga batangnya patah dan terbang.
Kehebatan Boe Kie disambut
dengan sorak-sorai gegap-gempita.
Bagus! seru Tong Boen Liang.
Itulah Cit siang koen yang tertinggi. Aku merasa takluk! Tapi bolehkah aku
bertanya, dari mana Can Siauw hiap belajar ilmu itu?
Boe Kie tidak menjawab. Ia
hanya tersenyum.
Tiba-tiba si tua berteriak, Di
mana adanya Kim mo Say-ong Cia Soen! Beritahukanlah! Pemuda itu terkejut.
Celaka! ia mengeluh di dalam hati. Dengan memperlihatkan Cit siang koen, aku
menyeret Gie-hoe. Jika aku bicara terus terang, peranan damai tidak dapat
dipegang lagi olehku.
Sesudah berpikir sejenak, ia
bertanya dengan suara lantang, Apakah Cianpwee menganggap kitab Cit siang koen
dirampas oleh Kim mo Say-ong? Ha-ha! Cianpwee salah, salah besar!
Kitab itu dicuri oleh Hoen
goan Pek lek chioe Seng Koen. Malam itu, ketika terjadi pertempuran di kuil
Ceng yang koen, gunung Khong tong san bukankah ada dua orang yang kena pukulan
Hoen goan kang? Katakanlah, boanpwee benar atau salah.
Ternyata pada waktu Cia Soen
bertempur di Khong tong san dalam usahanya merampas kitab Cit siang koen, Seng
Koen yang ingin memperhebat kekacauan dalam Rimba Persilatan,
diam-diam memberi bantuan. Ia
melukai Tong Boen Liang dan Siang Keng Cie dengan pukulan Hoen goan kang. Waktu
itu Cia Soen sendiri masih belum tahu. Belakangan, atas petunjuk Kong kian
Taysoe, barulah ia tahu adanya bantuan itu.
Mengingat kejahatan Seng Koen,
tanpa ragu lagi Boe Kie sudah menimpakan kesalahan padanya. Apalagi, pada
hakekatnya Boe Kie tidak berdusta seluruhnya sebab memang benar Seng Koen sudah
membokong kedua tetua Khong tong dengan maksud tidak baik.
Selama dua puluh tahun lebih
Tong Boen Liang dan Siang Keng Cie dihinggapi perasaan ragu. Mendengar
keterangan Boe Kie, mereka saling melirik tapi tidak mengatakan apapun juga.
Apakah Can Siauw hiap tahu di
mana adanya Seng Koen sekarang? tanya Cong Wie Hiap.
Dengan menggunakan semua
kepandaiannya Seng Koen mengadu domba enam partai besar dan Beng-kauw, terang
Boe Kie. Belakangan ia menjadi murid Siauw lin dan sebagai seorang pertapa ia
memakai nama Goan-tin. Di kuil Siauw lim sie, dia pernah mengajar ilmu silat
kepada boanpwee. Jika dusta, boanpwee rela menerima hukuman seberat-beratnya di
akhirat dan biarlah boanpwee tidak bisa lahir lagi di dunia.
Barisan Siauw lim-pay lantas
saja gempar. Goan-tin adalah murid Kong kiang Seng Ceng dan sesuai dengan
peraturan yang sangat keras, kecuali di kuil ini, pendeta-pendeta Siauw lim
belum pernah keluar dari pintu kuil. Keterangan Boe Kie bahwa Goan-tin adalah
Seng Koen sedikit pun tidak dipercaya oleh mereka.
Tiba-tiba terdengar pujian
kepada Sang Buddha dan seorang pendeta yang mengenakan jubah pertapa warna
abu-abu berjalan keluar dari barisan Siauw lim. Pendeta itu berparas angker dan
tangan kirinya mencengkram tasbih, tidak lain daripada Kong seng, salah seorang
dari ketiga pendeta suci. Can Sie-coe, bagaimana kau bernai menuduh murid Siauw
lim sie secara sembarangan? tanyanya. Kapan kau belajar silat di kuil kami? Di
hadapan orang-orang gagah di seluruh Rimba Persilatan, aku tak bisa membiarkan
kau menodai nama harumnya Siauw lim.
Boe Kie membungkuk seraya
berkata, Taysoe, janganlah kau gusar. Jika Taysoe bisa memanggil Goan-tin.
Taysoe akan segera tahu duduk persoalannya.
Paras muka Kong seng lantas
saja berubah menyeramkan. Can Sie-coe, sekali lagi kau menyebut nama soetitku,
katanya dengan suara kaku. Kau masih begitu muda, mengapa hatimu begitu kejam?
Mengapa Taysoe mengatakan
hatiku kejam? tanya Boe Kie. Aku minta Goan-tin Hweeshio keluar hanya untuk
menjelaskan persoalan ini di hadapan para orang gagah.
Goan-tin soetit telah
berpulang ke alam baka, kata Kong seng dengan suara perlahan. Ia mengorbankan
jiwa untuk partai kami. Sesudah meninggal dunia, nama baiknya tak dapat. Begitu
mendengar perkataan Goan tin soetit sekarang sudah berpulang ke alam baka
kepala Boe Kie pusing dan paras mukanya berubah pucat. Perkataan Kong seng yang
selanjutnya tak dapat ditangkap lagi olehnya. Apa benar dia mati? tanyanya
dengan suara terputus-putus.
Tidak tak mungkin.
Kong seng menunjuk sesosok
tubuh yang tergeletak di sebelah barat dan berkata dengan suara keras, Kau
lihat sendiri.
Boe Kie mendekati. Mayat itu
mukanya melesak dan matanya terbuka lebar ternyata memang mayat Goan-tin atau
Hoen-goan Pek lek chioe Seng Koen. Ia membungkuk dan meraba dada mayat yang
dingin itu, suatu tanda bahwa Goan-tin sudah mati lama juga.
Boe Kie berduka campur girang.
Ia tak menyangka bahwa musuh besar ayah angkatnya binasa di tempat itu. Biarpun
bukan ia sendiri yang membinasakannya, sakit hati sudah terbalas. Darahnya
bergolak-golak dan sambil mendongak, ia tertawa terbahak-bahak.
Bangsat! Oh, bangsat terkutuk!
teriaknya. Selama hidup kau melakukan berbagai kejahatan tapi kau mendapat juga
bagianmu di hari ini! Suara tawanya yang dahsyat seolah-olah menggetarkan
seluruh lembah. Sesudah berteriak, ia menengok ke arah Kong seng dan bertanya,
Siapa yang membinasakan Goan-tin?
Kong seng tidka menyahut. Ia
melirik pemuda itu dengan mata menyala dan mukanya bersinar dingin bagaikan es.
Yang menjawab Boe Kie adalah
In Thian Ceng, Dia telah bertempur dengan anakku, Ya Ong, katanya. Dia mati,
anakku terluka.
Boe Kie membungkuk. Di dalam
hati ia berkata, Sesudah kena pukulan Han-peng Bian-ciang dari Ceng-ek Hok ong,
Goan-tin terluka berat. Karena itu paman berhasil membinasakannya. Sungguh
menyenangkan bahwa paman sudah berhasil membalas sakit hati ini. Ia
menghampiri In Ya Ong dan
memegang nadinya. Hatinya lega sebab ia tahu bahwa luka sang paman tidak
berbahaya bagi jiwanya. Makin lama Kong seng jadi makin gusar. Tiba-tiba ia
berteriak, Bocah! Kemari kau untuk menerima kebinasaan!
Boe Kie terkejut, ia menengok
dan menegaskan, Apa?
Jelas-jelas kau tahu bahwa
Goan-tin soetit sudah binasa tapi kau masih juga berusaha untuk menimpakan
segala dosa di atas pundaknya, kata Kong seng. Kau terlalu jahat, dan aku tidak
dapat mengampuni kau. Hari ini aku terpaksa membuka larangan membunuh.
Pilihlah, kau mati bunuh diri atau dibinasakan olehku.
Pemuda itu jadi bingung.
Kebinasaan Goan-tin merupakan ganjaran setimpal bagi dirinya dan kejadian ini
sangat menggirangkan, pikirnya. Tapi dengan binasanya pendeta itu, aku tak
punya saksi lagi dan urusan jadi makin susah dipecahkan. Bagaimana baiknya?
Selagi ia mengasah otak, Kong
seng sudah menerjang. Tangan kanannya menyambar ke leher dengan jari-jari yang
dipentang lurus. Hati-hati! Itu Liong Jiauw chioe! seru In Thian Ceng. (Liong
Jiauw chioe ilmu pukulan cakar naga)
Dengan sekali berkelit Boe Kie
menyelamatkan dirinya, tapi Kong seng adalah salah seorang dari tiga pendeta
suci Siauw lim sie dan Liong Jiauw chioe merupakan salah satu pukulan terhebat
dari Siauw lim-pay. Baru saja cengkraman pertama gagal, cengkraman kedua yang
lebih cepat dan lebih dahsyat sudah menyusul. Boe Kie melompat ke samping.
Cengkraman ketiga, keempat, kelima menyambar-nyambar bagaikan hujan dan angin
dalam sekejap, pendeta itu seolah-olah seekor naga yang terbang di angkasa
sambil mementangkan cakarnya sehingga semua gerakan Boe Kie di bawah
kekuasaannya.
Mendadak berbarengan dengan
mengapungnya tubuh Boe Kie terdengar suara brett! Di lain saat barulah orang
tahu bahwa tangan baju pemuda itu robek dan lengan kanannya tercakar sehingga
mengucurkan darah. Di antara sorak-sorai orang Siauw lim-pay terdengar teriakan
kaget dari seorang wanita, Boe Kie melirik dan melihat Siauw Ciauw tengah
mengawasinya dengan paras muka ketakutan. Thio Kongcoe, hati-hati! teriak si
nona.
Sungguh baik nona kecil itu,
piker Boe Kie sambil melompat ke belakang karena dengan kecepatan luar biasa
Kong seng sudah menubruk lagi.
Begitu cengkraman pertama
gagal, cengkraman kedua menyusul dan Boe Kie kembali melompat ke belakang.
Selagi yang satu menubruk dan yang satu melompat, mereka tetap berhadapan satu
sama lain. Sesudah menubruk delapan sembilan kali, Kong seng masih juga belum
berhasil. Jarak antara mereka tetap tidak berubah, yaitu dua kaki lebih. Maka
dengan demikian, meskipun Boe Kie masih belum balas menyerang, tinggi rendahnya
ilmu ringan badan antara kedua lawan itu sudah bisa dilihat nyata.
Kita tahu bahwa Kong seng
menubruk ke depan sedang Boe Kie melompat ke belakang. Tidak dapat disangkal
lagi bahwa menubruk ke depan lebih mudah daripada melompat ke belakang.
Meskipun begitu Kong seng masih tidak bisa menyentuh badan pemuda itu.
Dengan demikian dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa dalam ilmu meringankan badan, pendeta itu sudah kalah
setingkat. Kalau mau, dengan mudah Boe Kie bisa menyingkir jauh-jauh dari Kong
seng.
Mengapa Boe Kie tetap
mempertahankan jarak dua tiga kaki dari pendeta itu? Karena ia ingin
mempelajari rahasia pukulan Liong Jiauw chioe. Ia menyadari bahwa sesudah
mengeluarkan tiga puluh enam macam pukulan, si pendeta menyerang pula dengan
pukulan ke delapan yaitu Na na sit (Gerakan mencengkram) yang tadi sudah
digunakan. Sesudah itu kedua tangan Kogn seng menyambar dari atas ke bawah.
Itulah Chio coe sit (Gerakan merebut mutiara), pukulan kedua belas. Melihat
itu, Boe Kie segera mengetahui bahwa Liong Jiauw chioe hanya terdiri dari tiga
puluh enam pukulan atau gerakan.
Selama hidup, Kong seng jarang
sekali bertempur melawan musuh. Waktu mencapai usia setengah tua, walaupun
musuh beberapa kali ia pernah bertemu dengan lawan berat, tapi begitu
mengeluarkan Liong Jiauw chioe, pihak lawan segera keteteran. Sejauh itu, ia
belum pernah bertempur dengan lawan yang bisa bertahan lebih dari dua belas
pukulan. Maka itu, pukulan ketiga belas sampai ketiga puluh enam belum pernah
digunakan untuk menghadapi musuh.
Sungguh tak disangka, sesudah
mengeluarkan tiga puluh enam pukulan, ia masih juga belum bisa merobohkan Boe
Kie. Mau tak mau ia terpaksa mengulangi pukulan-pukulan yang tadi sudah
digunakan. Ilmu ringan badan bocah ini memang sangat hebat, pikirnya.
Dengan mengandalkan
kegesitannya, ia berhasil menyelamatkan diri dari pukulan-pukulan. Tapi kalau
bertempur sungguhan, belum tentu ia bisa melayani dua belas pukulan Liong Jiauw
chioe.
Sementara itu, Boe Kie sudah
dapat menyelami kehebatan Liong Jiauw chioe. Memang Jiauw hoat (Ilmu
mencengkram) yang terdiri dari tiga puluh enam gerakan itu tidak ada cacatnya.
Akan tetapi, sesudah memiliki
Kian koen Tay lo ie Sin-kang, dengan mengandalkan Sin-kang tersebut, pemuda itu
dapat memecahkan pukulan apapun juga. Sekarang juga ia bisa menghancurkan Liong
Jiauw chioe. Tapi ia ragu dan berkata dalam hati, Tidak sukar bagiku mengambil
jiwanya, tapi Siauw lim-pay mempunyai nama besar sedangkan Kong seng Taysoe
adalah salah seorang dari ketiga pendeta suci. Apabila dengan gegabah lalu aku
merobohkannya di hadapan orang banyak, di mana Siauw lim-pay mau menaruh muka?
Tapi bila tidak dirobohkan, dia pasti tak akan mau mundur. Ia jadi serba salah.
Tiba-tiba Kong seng membentak,
Bocah! Kau kabur bukan Pie Boe!
Boe Kie menjawab, Mau Pie Boe.
Dengan menggunakan kesempatan selagi pemuda itu bicara, Kong seng mengirim dua
pukulan berantai. Di luar dugaan, seraya melompat Boe Kie terus bicara dengan
suara tenang. juga boleh. Tapi bagaimana kalau aku menang? Suaranya bukan saja
tenang, tapi juga tak terputus. Kalau seseorang memeramkan kedua matanya, ia
tak akan menduga bahwa selama mengucapkan perkataan-perkataan itu, Boe Kie
sudah menyelamatkan diri dari tiga serangan Kong seng yang cepat dan dahsyat.
Ilmu ringan badanmu
benar-benar hebat, puji si pendeta itu. Tapi kamu jangan harap bisa menandingi
aku dalam suatu pertempuran yang sungguh-sungguh.
Dalam Pie Boe, tak seorangpun
bisa meramalkan siapa bakal menang, siapa bakal kalah, kata Boe Kie. Usia
boanpwee lebih muda daripada Taysoe. Tapi biarpun kalah ilmu, boanpwee
mungkin menang tenaga.
Kalau aku kalah, kau boleh
bunuh aku! bentak Kong seng dengan gusar.
Hal ini tak akan berani
boanpwee lakukan, kata pemuda itu. Apabila boanpwee kalah, Taysoe boleh berbuat
sesuka hati. Tapi jika secara kebetulan boanpwee menang sejurus atau setengah
jurus maka boanpwee hanya berharap supaya Siauw lim-pay mundur dari Kong
Beng-teng.
Urusan Siauw lim-pay harus
diputuskan oleh Soehengku, kata Kong seng. Aku hanya bicara secara pribadi. Aku
tak percaya Liong Jiauw chioe tak bisa membereskan kau.
Sebuah gagasan lewat di otak
Boe Kie dan ia segera mengambil keputusan, Liong Jiauw chioe dari Siauw lim-pay
memang tiada cacatnya, katanya. Ilmu itu adalah Kim na Chioe hoat (Ilmu
mencengkram) yang tiada duanya dalam dunia. Hanya sayang latihan Taysoe belum
sempurna.
Baiklah! kata Kong seng dengan
gusar. Jika kau dapat memecahkan Liong Jiauw chioe-ku, aku akan segera pulang
ke Siauw lim sie dan seumur hidup aku tidak akan keluar dari pintu kuil lagi!
Itu boleh tidak usah! kata Boe
Kie.
Selagi mereka bertanya jawab,
sorak-sorai di seputar lapangan tak henti-hentinya. Semua orang merasa kagum
sebab ketika mulut mereka bicara, kaki dan tangan bekerja terus. Waktu
mengatakan ilmu ringan badanmu benar-benar hebat Kong seng mengirimkan dua
serangan beruntun dan selagi mengatakan tapi kau jangan harap bisa menandingi
aku dalam suatu pertempuran yang sungguh-sungguh ia sudah mengirimkan tiga
serangan lain. Di antara sorak-sorai yang riuh rendah, setiap perkataan mereka
terdengar nyata sekali.
Mendadak sesudah berkata itu
boleh tidak usah, tubuh Boe Kie mencelat ke atas, berputar empat kali dan pada
setiap putaran badannya mengapung makin tinggi dan kemudian bagaikan daun
kering ia melayang-layang ke bawah dan kedua kakinya hinggap di bumi dalam
jarak beberapa tombak jauhnya dari tempat semula. Semua orang mengawasi dengan
mata membelalak dan sesaat kemudian, tampik sorak gegapgempita memecah angkasa.
Belum pernah jago-jago itu melihat ilmu ringan badan yang setinggi itu.
Hampir bersamaan dengan
hinggapnya Boe Kie, Kong seng sudah berada di hadapannya. Apa kita sekarang
boleh mulai Pie Boe? tanyanya. Baiklah. Taysoe boleh menyerang, jawab Boe Kie.
Apakah kau akan menggunakan
lagi siasat kabur? tanya Kong seng pula. Pemuda itu tersenyum, Jika boanpwee
mundur setengah langkah saja, boanpwee sudah boleh dihitung kalah, jawabnya.
Walaupun badannya tidak dapat
bergerak, Yo Siauw, Leng Kiam, Cioe Tiam, Swee Poet Tek dan yang lain-lain bisa
melihat dan mendengar. Perkataan Boe Kie yang terakhir itu mengejutkan mereka.
Mereka berpengalaman luas, setiap pukulan Kong seng hebat luar biasa dan untuk
menyambut satu pukulan saja sudah bukan urusan gampang. Menurut pendapat
mereka, walaupun hebat tapi kalau mau mengharap menang, Boe Kie setidaknya
harus bertempur dalam seratus jurus. Selama pertempuran itu, mana bisa ia tidak
mundur setengah langkah?
Boleh tak usah begitu, kata
Kong seng. Yang menang, biarlah menang secara adil. Yang kalah, biarlah kalah
dengan tidak merasa penasaran. Ia terdiam sejenak dan kemudian membentak,
Sambutlah! Tangan kirinya mengirimkan pukulan gertakan disusul dengan sambaran
tangan kanan yang meluncur ke arah Koat poen hiat di pundak Boe Kie. Itulah
pukulan Na in sit. (Gerakan menjambret awan)
Begitu tangan kiri Kong seng
bergerak, Boe Kie sudah tahu pukulan apa yang bakal dikeluarkan. Iapun segera
membuat serangan gertakan dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menyambar
ke Koat poen hiat di pundak Kong seng.
Kedua lawan itu menyerang
dengan pukulan yang bersamaan. Tapi dalam persamaan itu ada juga bedanya.
Bedanya Boe Kie menyerang belakangan tapi tangannya sampai lebih dahulu. Pada
detik jari tangan Kong seng masih terpisah dua dim dari pundak Boe Kie, jari
tangan pemuda itu sudah mencengkram Koat poen hiat Kong seng yang segera saja
merasa jalan darahnya kesemutan dan tangan kanannya tidak bertenaga lagi, tapi
Boe Kie segera menarik kembali tangannya.
Untuk sejenak kemudian Kong
seng jadi terpaku. Tiba-tiba kedua tangannya menyambar ke Tay yang hiat kiri
dan kanan dengan gerakan Chio coe sit. Kejadian tadi terulang lagi, Boe Kie pun
menyerang sepasang Tay yang hiat Kong seng dengan Chio coe sit dan seperti tadi
biarpun ia menyerang belakangan, kedua tangannya sampai lebih dulu. Tay yang
hiat adalah hiat besar yang bila terpukul segera mati. Dengan perlahan Boe Kie
mengebut kedua Tay yang hiat lawan dan kemudian dengan sekali berbalik tangan,
ia menyentuh Hong hoe hiat di belakang kepala Kong seng dengan gerakan Lo goat
sit (Gerakan menjemput rembulan), yaitu pukulan ketujuh belas dari Liong Jiauw
chioe.
Begitu Tay yang hiat-nya
dikebut, hati Kong seng mencelos dan melihat gerakan Lo goat sit itu ia kaget
tak kepalang. Kau mencuri Liong Jiauw chioe Siauw lim-pay! teriaknya. Boe Kie
tersenyum, Semua ilmu silat dalam dunia ini diubah oleh manusia, katanya. Belum
tentu Liong Jiauw chioe hanya dimiliki oleh Siauw lim-pay.
Kong seng mengawasi pemuda itu
dengan mata membelalak. Ia bingung bukan main. Dalam ilmu Liong Jiauw chioe,
kepandaiannya lebih tinggi daripada Kong boen dan Kong tie. Bagaimana caranya
pemuda itu bisa memiliki salah satu ilmu terhebat dari Siauw lim-pay? Bukan
saja memiliki, ia bahkan lebih unggul daripada dirinya sendiri. Bagaimana bisa
begitu? Untuk sejenak ia berdiri terpaku tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata.
Dengan hari berdebar-debar,
ratusan orang mengawasi kedua lawan itu. Mereka merasa heran karena baru saja
dua gerakan, kedua lawan itu sudah berhenti. Kecuali beberapa tokoh yang
berkepandaian sangat tinggi, yang lain tak tahu siapa menang, siapa kalah. Tapi
dengan melihat sikap Boe Kie yang tenang-tenang saja dan alis Kong seng yang
berkerut, mereka menarik kesimpulan bahwa pendeta itulah yang jatuh di bawah
angin.
Selama ratusan tahun, Liong
Jiauw chioe sudah menjadi ilmu silat Siauw lim-pay yang tidak terkalahkan. Jika
Boe Kie menggunakan ilmu lain, tak gampang ia memperoleh kemenangan.
Mendadak Kong seng membentak
keras sambil melompat dan kedua tangannya menyambar bagaikan hujan dan angin.
Dengan beruntun bagaikan kilat cepatnya ia menyerang dengan delapan pukulan
yaitu Po hong sit, To eng sit, Boe khim sit, Kouw sek sit, Pi kong sit, To hie
sit, Po cam sit dan Sioe koat sit. Boe Kie mengempos semangat dan menyambut
dengan delapan pukulan yang sama.
Delapan pukulan berantai yang
dikirim Kong seng sedemikian cepatnya sehingga seolah-olah merupakan satu
pukulan tunggal yang berisi delapan perubahan. Tapi kalau Kong seng cepat, Boe
Kie lebih cepat. Apa yang paling menakjubkan adalah biarpun pemuda itu bergerak
belakangan, setiap pukulannya tiba lebih dulu sehingga setiap kali memukul Kong
seng harus mundur selangkah.
Dalam sekejap, sambil
melangkah mundur untuk ketujuh kalinya, Kong seng mengirimkan Po cam sit dan
Sioe koat sit, yaitu pukulan ketiga puluh lima dan ketiga puluh enam. Dilihat
dari luar, Po cam sit dan Sioe koat sit banyak cacatnya, tapi sebenarnya kedua
pukulan itu adalah yang terhebat dalam Liong Jiauw chioe. Dalam cacatnya
tersembunyi jebakan yang
membinasakan. Pada hakikatnya
Liong Jiauw chioe adalah ilmu silat keras, akan tetapi dalam kedua pukulan yang
terakhir itu, di dalam kekerasan tersembunyi Im jioe. (Kelembekan) Sambil
membentak keras Boe Kie maju selangkah dan menyambut dengan Po cam sit dan Sioe
koat sit juga, tapi mendadak ia mengubah gerakannya menjadi gerakan Na in sit
dan tangannya menerobos masuk ke dalam garis pertahanan Kong seng.
Kong seng girang. Lihat
kehebatanku, katanya dalam hati. Saat itu, lengan kanan Boe Kie sudah masuk ke
dalam garis pertahanan Kong seng dan ia tidak bisa segera mundur kembali.
Bagaikan kilat, si pendeta mengangkat kedua tangannya dan menghantam lengan
pemuda itu.
Kong seng adalah seorang taat
yang punya perikemanusiaan. Melihat Boe Kie mahir dalam ilmu Liong Jiauw chioe,
ia kuatir pemuda itu mempunyai sangkut paut dengan Siauw lim sie.
Di samping itu, dalam
gerakan-gerakan yang lalu, beberapa kali jalan darahnya sudah tercengkram tapi
Boe Kie sengaja melepaskan. Maka itu, dalam pukulan ini iapun tidak turunkan
tangan jahat. Ia hanya ingin mematahkan lengan pemuda itu.
Tapi di luar dugaan, begitu
lekas kedua telapak tangannya menyentuh lengan Boe Kie, ia merasakan dorongan
semacam tenaga yang halus tapi dahsyat yang dengan mudah dapat menolak tenaga
pukulannya.
Hampir bersamaan, kelima jari
tangan pemuda itu sudah menempel di dadanya di bagian Tan tiong hiat.
Kong seng runtuh semangatnya,
ia merasa bahwa latihannya selama berpuluh tahun sedikitpun tiada gunanya. Ia manggut-manggut
dan berkata dengan suara perlahan, Can Siecoe berkepandaian lebih tinggi
daripada Loo-lap.
Seraya berkata begitu, lima
jari tangan kirinya mencengkram lima jari tangan kanannya. Tapi sebelum ia
keburu mengerahkanLweekang untuk mematahkan jari tangan sendiri, mendadak
pergelangan tangan kirinyakesemutan dan tenaganya habis. Ternyata jalan
darahnya telah dikebut Boe Kie.
Dengan menggunakan Liong Jiauw
chioe dari Siauw lim-pay, boanpwee telah mengalahkan Taysoe, kata Boe Kie
dengan suara nyaring. Kerugian apakah yang diderita oleh Siauw limpay? Jika
boanpwee tidak menggunakan Liong Jiauw chioe, ilmu dari Siauw lim-pay sendiri,
dalam dunia yang lebar ini tidak ada ilmu lain yang akan dapat menjatuhkan
Taysoe. Tadi karena gusar dan malu, Kong seng ingin mematahkan jari tangannya
sendiri supaya seumur hidup ia tidak bisa bersilat lagi. Sekarang, sesudah
mendengar perkataan Boe Kie, hatinya jadi lega.
Dilain saat ia mengaku bahwa
sepak terjang pemuda itu selalu mencoba melindungi nama baik Siauw lim-pay.
Memang benar, kalua Boe Kie
tidak menggunakan Liong Jiauw chioe maka nama baik Siauw lim sie akan jatuh di
dalam tangannya dan ia akan menjadi orang yang berdosa. Mengingat begitu, ia
merasa berterima kasih dan terharu.