Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 50

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 50
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 50

Sejenak kemudian dengan air mata berlinang ia merangkap kedua tangannya dan berkata, Can Sie-coe mempunyai budi yang sangat tinggi, Loo-lap merasa berterima kasih dan takluk. Buru-buru Boe Kie membalas hormat sambil membungkuk. Janganlah Taysoe memuji begitu tinggi, katanya. Boanpwee berharap supaya Taysoe suka mengampuni segala kekurang ajaran boanpwee.

Kong seng tersenyum. Waktu digunakan oleh Sie-coe, Liong Jiauw chioe dahsyat luar biasa, katanya. Loo-lap belum pernah bermimpi bahwa ilmu silat itu sedemikian hebatnya. Jika di lain hari nanti Sie-coe mempunyai waktu luang, Loo-lap harap Sie-coe suka mampir di kuil kami, Loo-lap ingin menjadi tuan rumah dan meminta pengajaran dari Sie-coe.

Menurut kebiasaan di dalam Rimba Persilatan, kata-kata meminta pengajaran mengandung maksud mengajukan tantangan. Tapi kali ini, perkataan itu jujur. Dengan sejujurnya Kong seng ingin meminta pengajaran dari Boe Kie.

Cepat-cepat Boe Kie menyoja dan berkata dengan suara merendah, Tidak! Boanpwee tidak berani menerima perkataan Taysoe.

Dalam Siauw lim-pay, Kong seng mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Biarpun karena tak bisa memimpin, ia tidak memegang tugas penting tapi sebab berwatak mulia dan berkepandaian tinggi, ia dihormati segenap pendeta Siauw lim sie. Sekarang, sesudah pertandingan antara Kong seng dan Boe Kie berakhir, semua anggota Siauw lim-pay merasa bhawa partai mereka tak bisa menantang pemuda itu lagi.

Dalam usaha membasmi Beng-kauw, Kong tie telah diangkat sebagai pemimpin. Maka dapatlah dimengerti jika perkembangan yang tak diduga-duga itu sangat membingungkan hatinya. Urusan membasmi Mo-kauw telah dirintangi dan dikacau oleh seorang pemuda yang tak bernama. Bagaimana jika ditertawai oleh segenap orang gagah dalam Rimba Persilatan?

Ia ragu dan tak dapat mengambil keputusan. Dalam kebingungannya, ia melirik Sin soan-coe (si Malaikat tukang hitung) Sian Ie Thong, Cian boen jin dari Hwa san-pay. Sian Ie Thong dikenal sebagai seorang yang mempunyai banyak tipu daya dan dalam usaha membasmi Beng-kauw ia memegang peranan sebagai Koen-soe (penasehat). Begitu dilirik Kong tie, ia segera bertindak masuk ke tengah lapangan sambil menggoyang-goyangkan kipasnya.

Melihat yang maju seorang sastrawan tampan yang berusia empat puluh tahun lebih, Boe Kie mendapat kesan yang baik. Ia menyoja dan berkata, Pelajaran apakah yang hendak diberikan oleh Cianpwee?

Sebelum Sian Ie Thong menjawab, In Thian Ceng sudah mendahului, Dia bernama Sian Ie Thong, Cian boen jin Hwa san-pay. Ilmu silat tidak tinggi tapi banyak akal bulusnya. Mendengar Sian Ie Thong, Boe Kie kaget. Nama itu sepertinya tidak asing baginya. Tapi di mana ia pernah mendengar nama itu?

Dalam jarak setombak lebih, Sian Ie Thong menghentikan langkahnya dan sambil menyoja ia berkata, Can Siauw-hiap selamat bertemu!

Boe Kie membalas hormat. Siang Ji Ciang boen, selamat bertemu, sahutnya.

Can Siauw-hiap mempunyai Sin-kang yang sangat tinggi, kata Sian Ie Thong.

Kau sudah mengalahkan tetua dari Khong tong-pay dan bahkan Siauw lim Seng Ceng pun jatuh di bawah angin. Aku sungguh merasa sangat kagum, tapi apakah aku boleh mengetahui, Cianpwee manakah yang mempunyai seorang murid begitu gagah seperti Can Siauw-hiap? Boe Kie yang sedang mengingat-ingat nama Sian Ie Thong, tidak menjawab. Ia pernah mendengar nama itu, tapi di mana? Di mana?

Tiba-tiba Sian Ie Thong mendongak dan tertawa terbahak-bahak. Mengapa Can Siauw-hiap sungkan memberitahukan nama gurumu? tanyanya dengan suara nyaring. Orang jaman dulu sering berkata begini, Kian-hian soe-cee. (Melihat orang pandai teringat negeri Cee) Mendengar Kian-hian soe-cee Boe Kie terkesiap dan lantas saja teringat Kian-sie Poet-kioe (Melihat kebinasaan tetap sungkan menolong, yaitu gelaran Tiap kok Ie sian Ouw Ceng Goe) Ia lantas saja ingat kejadian di Ouw tiap kok pada waktu lima tahun berselang.

Waktu itu Ouw Ceng Goe pernah memberitahukan bahwa Sian Ie Thong dari Hwa san-pay adalah manusia yang sudah menyebabkan kebinasaan adik perempuannya. Di kala itu, ia masih kecil tapi di dalam hati ia sudah memastikan bahwa Sian Ie Thong akan mendapatkan pembalasan yang setimpal karena Tuhan adil.

Saat itu, perkataan Ouw Ceng Goe seolah-olah terdengar pula di kupingnya, Aku pernah menolong seseorang yang mendapat tujuh belas lubang luka bacokan.

Ia sebenarnya sudah mesti mati. Tiga hari tiga malam aku tidak tidur dan dengan segenap kepandaian aku bisa menyembuhkannya. Belakangan aku mengangkat saudara dengannya.

 Tak disangka ia akhirnya membinasakan adik perempuanku, adik kandungku.

Waktu berkata begitu, air mata Ouw Ceng Goe mengucur deras sehingga iapun sangat berduka. Belakangan istri Ouw Ceng Goe yaitu Tok sian Ong Lan Kauw, meracuni Sian Ie Thong dengan racun yang sangat hebat.

 Tapi manusia terkutuk itu ditolong oleh Ouw Ceng Goe sendiri, kedua suami istri jadi bertengkar dan pertengkaran itu telah mengakibatkan banyak penderitaan. Pada akhirnya, suami istri Ouw Ceng Goe binasa secara tidak wajar. Biarpun bukan dibunuh oleh Sian Ie Thong, kebinasaan itu adalah karenanya.

Mengingat sampai di situ, Boe Kie mendekati. Dengan sinar mata berapi, ia menyapu muka Sian Ie Thong. Ia juga ingat satu manusia lain yang bernama Sie Kong Wan, murid Sian Ie Thong. Sesudah dilukai oleh Kim hoa Po po, jiwa Sie Kong Wan ditolong olehnya. Tak disangka, manusia itu belakangan mau mencoba mengiris dagingnya! Paras muka Boe Kie merah padam. Guru dan murid itu adalah manusia yang membalas kebaikan dengan kejahatan. Sie Kong Wan sudah mampus, tapi Sian Ie Thong masih malang melintang di dunia dengan berkedudukan tinggi. Manusia ini harus diberi hajaran keras, pikirnya.

Sesudah mengambil keputusan apa yang akan diperbuatnya, ia tersenyum dan berkata, Di badanku tidak ada 17 luka dan akupun belum pernah mencelakai jiwa adik angkatku. Aku tak punya rahasia apapun jua yang harus disembunyikan. Sungguh tajam kata-kata itu!

Sian Ie Thong menggigil! Keringat dingin mengucur dari punggungnya.

Banyak tahun berselang, sesudah jiwanya ditolong oleh Ouw Ceng Goe, Sian Ie Thong dicintai oleh Ouw Cen Yo, adik perempuan Ouw Ceng Goe. Nona Ouw menyerahkan kehormatannya sehingga ia hamil. Tapi Sian Ie Thong yang ingin menduduki kursi Ciang boen jin dari Hwa san-pay sudah menyia-nyiakan nona itu, ia kabur dan menikah dengan putrid tunggal dari Ciang boen jin Hwa san-pay pada masa itu. Karena malu dan gusar, nona Ouw bunuh diri, sehingga dua jiwa yaitu jiwa ibu dan anak menjadi korban. Karena urusan memalukan itu, Ouw Ceng Goe tidak pernah memberitahukan kepada orang luar. Sian Ie Thong sendiri tentu saja menutup mulut rapat-rapat. Siapa sangka, sesudah berselang belasan tahun rahasianya dibuka Boe Kie. Bagaimana ia tidak kaget?

Saat itu juga dia mengambil keputusan untuk mengambil jiwa pemuda itu. Kalau Can Siauwhiap tidak sudi memberitahukan nama gurumu, maka aku mengambil keberanian untuk meminta pengajaran dengan menggunakan ilmu silat Hwa san-pay yang sangat cetek, katanya. Sedang Kong seng ceng saja masih belum dapat menandingi Can Siauw-hiap maka ilmu silatku tentu tidak masuk hitungan. Biarlah pertandingan ini dibatasi sampai salah satu pihak ada yang kena sentuh. Aku mengharap dalam pertempuran Can Siauw-hiap suka menaruh belas kasihan. Sehabis berkata begitu tangan kirinya menghantam pundak Boe Kie.

Ia tidak mau memberi kesempatan untuk pemuda itu bicara.

Boe Kie mengerti maksudnya. Sambil menangkis ia berkata, Ilmu silat Hwa san-pay sangat tinggi dan tidak perlu meminta pelajaran dari orang luar. Yang menjadi soal adalah ilmu Sian Ie Ciang boen sendiri yang sukar dicari duanya dalam dunia ini. Ilmu itu bernama ilmu melupakan budi, ilmu membalas kebaikan dengan kejahatan.

Bagaikan kalap Sian Ie Thong menyerang untuk menutup mulut pemuda itu. Ia menyerang dengan silat Eng coa Sang sie pek (Pertempuran mati hidup antara burung elang dan ular), salah satu ilmu silat terhebat dari Hwa san-pay yang terdiri dari tujuh puluh dua jurus. Ia menutup kipas dan mencekalnya dalam tangan kanan sehingga gagang kipas yang menonjol keluar merupakan kepala ular yang digunakan untuk menotok dan menikam. Lima jari tangan kirinya yang dipentang lebar seolah-olah cakar elang yang menyambar-nyambar untuk mencoba mencengkram Boe Kie.

Eng coa Sang sie pek adalah ilmu simpanan dari Hwa san-pay. Pada seratus tahun yang lampau, waktu berada di gunung Hok goe-san seorang pendekar Hwa san-pay yang bernama In Pek Thian telah menyaksikan pertempuran hidup mati antara seekor elang dan seekor ular. Ia mendapat ilham dan belakangan mengubah ilmu tersebut.

Elang berkelahi dengan ular sebenarnya bukan kejadian langka. Semenjak dulu banyak ahli sudah mengubah ilmu-ilmu baru berdasarkan pertempuran antara binatang dan binatang. Tapi Eng coa Sang sie pek agak beda dari yang lain. Perbedaannya adalah ilmu itu gerakan elang dan ular dikeluarkan bersama-sama dengan kecepatan luar biasa. Terhadap orang biasa, ilmu ini sangat membingungkan karena serangan menyambar dari kiri ke kanan dalam gerakan yang berbeda-beda maka jika seseorang menjaga di bagian kiri, ia tak akan bisa menjaga di bagian kanan.

Baru beberapa gebrakan Boe Kie sudah tahu, biarpun mahir dalam ilmu itu, tenaga Sian Ie Thong masih jauh dari cukup. Sesudah lewat beberapa jurus, ia berkata, Sian Ie Ciang boen, ada satu hal yang kurang dimengerti olehku dan aku ingin meminta penjelasan. Dulu kau mendapat tujuh belas luka dan keadaanmu lebih baik mati daripada hidup. Ada orang yang tanpa tidur tiga hari tiga malam sudah menolongmu dan mengobati kau hingga kau sembuh.

Ia mengangkat saudara denganmu dan memperlakukanmu seperti saudara kandungnya sendiri. Tapi mengapa kau begitu jahat sehingga kau membinasakan adik perempuan orang itu?

Sian Ie Thong gusar bukan kepalang dan berteriak, Ouw. Ia sebenarnya ingin mengatakan Ouw swee Pat-to (omong kosong) dan berniat menjatuhkan tuduhan yang tidak-tidak terhadap Boe Kie supaya pemuda itu gusar dan konsentrasi pikirannya terpecah sehingga dengan mudah ia bisa melaksanakan niat jahatnya. Di luar dugaan, baru saja ia berkata Ouw, semacam tenaga yang lembek dahsyat menindih dadanya yang lantas saja sesak sehingga ia tak bisa meneruskan perkataannya. Mati-matian ia mengerahkan Lweekang untuk melawan tenaga itu.

Sementara itu, Boe Kie sudah berkata pula dengan suara nyaring. Benar! Kau rupanya masih ingat orang she Ouw itu. Mengapa kau tidak bicara terus? Sungguh mengenaskan matinya nona Ouw. Apakah di dalam hatimu kau tidak pernah merasa malu?

Dengan napas mengap-mengap Sian Ie Thong menyerang bagaikan kalap. Boe Kie sengaja mengendurkan tekanan tenaganya dan Sian Ie Thong lantas saja merasakan seakan-akan  dadanya lega. Ia menarik napas dan membentak. Kau ia tidak dapat bicara lagi sebab Boe Kie mendadak menekan lagi dengan lweekangnya.

Pemuda itu mengeluarkan suara di hidung. Laki-laki berani berbuat harus berani menanggung akibatnya, katanya dengan nada mengejek. Ya bilang ya, tidak bilang tidak. Mengapa kau tak berani buka suara? Bukankah Tiap Kok Ie Sian Ouw Ceng Goe Sinshe binasa dalam tanganmu, benarkah begitu? Jawab! Boe Kie sebenarnya tidak tahu cara bagaimana adik Ouw Ceng Goe menemui ajalnya. Maka itu, ia tidak bisa mengatakan secara jelas. Tapi dalam bingungnya, Sian Ie Thong menganggap pemuda itu sudah tahu rahasianya. Mukanya pucat pasi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.

Orang-orang yang mengenal Sian Ie Thong tahu, bahwa dia sangat pandai bicara. Maka itu, melihat dari paras mukanya, sikap dan terkancingnya mulut pemimpin Hwa San Pay itu, mau tak mau dia percaya apa yang dikatakan Boe Kie.

Bahwa pemuda itu sudah menindih jalan pernapasan Sian Ie Thong dengan lweekang yang sangat tinggi, tidak diketahui oleh siapapun jua kecuali mereka berdua.

Yang paling malu adalah orang-orang Hwa San Pay. Pemimpin mereka dicaci oleh seorang pemuda tanpa mampu membela diri. Dimana muka mereka harus ditaruh? Tapi ada juga sejumlah orang yang berpendapat lain.

Mereka mengenal Sian Ie Thong sebagai manusia yang banyak akalnya. Mungkin sikapnya itu hanya satu siasat yang berisi tipu untuk membalas sehebat-hebatnya.

Sementara itu, Boe Kie sudah memaki lagi. Menurut kebiasaan, orang-orang rimba persilatan membalas budi dengan budi, kejahatan dengan kejahatan. Tiap Kok Ie Sian anggota Beng Kauw. Kau adalah seorang yang berhutang budi terhadap Beng Kauw.

Tapi lihatlah! Hari ini kau mengajak orang-orang partaimu untuk menyerang Beng Kauw. Orang menolong jiwamu, kau berbalik mencelakai adik orang itu. Manusia rendah! Kau lebih rendah dari pada binatang! Mukamu tebal, begitu punya tebal hingga kau masih ada muka untuk menjadi Ciang Bun Jin dari sebuah partai besar.

Boe Kie mencaci sesuka hati, tanpa dibalas. Kalau Ouw Shinshe masih hidup dan berada di sini, ia pasti akan merasa puas, pikirnya.

Sesudah memaki beberapa lama lagi, ia berkata di dalam hati. Sekarang cukuplah. Hari ini aku mengampuni jiwanya. Biarlah dilain hari aku berhitungan lagi dengan dia. Memikir begitu, ia lantas saja menarik pulang tenaga telapak tangannya yang digunakan untuk menekan Sian Ie Thong. Binatang! Hari ini aku menitipkan kepalamu di atas lehermu untuk sementara waktu!

Hampir berbareng dada Sian Ie Thong lega. Bangsat kecil! Rasakan ini! teriaknya seraya menotok Boe Kie dengan gagang kipas, sambil melompat ke samping.

Mendadak Boe Kie mengendus bebauan kepalanya tiba-tiba pusing, kakinya lemas dan ia terhuyung-huyung. Ia merasa matanya berkunang-kunang dan dunia seolah-olah terbalik.

Bangsat kecil! caci Sian Ie Thong. Sekarang kau boleh belajar kenal dengan lihainya Eng Coa Seng Sie Pek! ia melompat dan lima jari tangan kirinya sudah mencengkram Yan Ie Hiat, di bawah ketiak Boe Kie. Tapi ia terkejut karena tangannya seolah-olah mencengkram ikan yang licin dan ia tak bisa menggunakan lweekangnya.

Melihat pimpinan mereka berada di atas angin, orang-orang Hwa San Pay bersorak-sorai dan teriak-teriak.

Lihatlah lihainya Eng Coa Seng Sie Pek!

Sian Ie Ciang Bun, hajar!

Bangsat kecil! Akhirnya kau roboh juga!

Diantara tampik sorak, tiba-tiba Boe Kie tersenyum dan meniup muka Sian Ie Thong. Hampir berbareng Sian Ie Thong mengendus bebauan wangi amis dan kepalanya puyeng. Hatinya mencelos kagetnya seperti disambar geledek.

Baru saja ia mau beteriak, Boe Kie sudah mengebut kedua lututnya dengan tangan baju sehingga dia roboh berlutut dihadapan pemuda itu.

Kejadian ini diluar dugaan semua orang. Terang-terang mereka lihat Boe Kie terluka berat dan badannya bergoyang-goyang. Mengapa terjadi perubahan itu? Apakah pemuda itu mempunyai ilmu siluman?

Sementara itu sesudah mengambil kipas dari tangan Sian Ie Thong. Boe Kie tertawa terbahakbahak. Kalian lihatlah! teriaknya sambil mengacungkan kipas itu.

Hwa San Pay menamakan diri sebagai partai yang lurus bersih. Siapa nyana pmemimpin partai itu memiliki ilmu penyebar racun? Dengan sebelah tangan ia membuka kipas itu yang di atasnya terdapat lukisan puncak gunung Hwa San dengan beberapa baris sajak yang indah bunyinya dan indah pula huruf-hurufnya.

Tak seorangpun akan menduga, bahwa dalam kipas yang seindah ini bersembunyi alat rahasia untuk melepaskan racun yang hebat, katanya seraya menghampiri sebuah pohon bunga dan menotok batangnya dengan gagang kipas.

Dalam sekejab semua bunga layu dan rontok, sedang warna daunnya pun segera berubah kuning. Semua orang kaget, di dalam hati mereka bertanya-tanya?

Racun apa yang disimpan di kipas itu?

Dengan mendekam di muka bumi, Sian Ie Thong menjerit-jerit seperti babi dipotong. Ah!..... ah,. Suaranya menyayat hati. Menurut pantas, biarpun dipotong sungguhan seorang yang berkedudukan seperti dia harus bisa menahan sakit. Tak boleh ia menjerit-jerit di hadapan banyak orang. Setiap jeritan berarti digaploknya muka orang-orang Hwa San Pay.

Lekas lekas bunuh aku! teriaknya. Lekas!... lekas!...

Aku bisa menghilangkan rasa sakitmu, kata Boe Kie. Tapi sebelum tahu racun apa yang digunakan olehmu, aku tidak berdaya.

Racun Kim Cam Kouw Tok aduh! Bunuhlah aku lekas! ia sesambat.

Kata-kata Kim Cam Kouw Tok tidak mempengaruhi orang-orang muda, tapi orang-orang yang lebih tua lantas berubah paras mukanya. Mereka yang mempunyai rasa keadilan lantas mencaci.

Kim Cam Kouw Tok, keluaran propinsi Kwi Cioe, adalah salah satu racun terhebat di dunia. Penderitaan orang yang kena racun itu tak mungkin dilukiskan, sekujur badannya seperti digigit oleh berlaksa kutu beracun. Racun itu memuakkan orang-orang rimba persilatan yang baik-baik. Karena sukar didapat, banyak orang hanya pernah mendengar namanya. Sekarang,

dengan menyaksikan penderitaan Sian Ie Thong, mereka baru tahu lihainya Kim Cam Kouw Tok.

Apa kau tahu cara bagaimana racunmu berbalik makan tuan? Tanya Boe Kie.

Bunuh aku! Bunuhlah! Aku tak tahu, teriaknya sambil bergulingan.

Kau melepaskan racun itu kepadaku, tapi aku berhasil menolaknya dengan menggunakan lweekang dan lalu balas menghantam kau, kata Boe Kie. Sekarang apa lagi yang mau dikatakan olehmu?

Ya! Pembalasan! Pembalasan! jeritnya seraya mencengkram tenggorokannya untuk mencoba bunuh diri. Tapi tenaganya habis. Sekuat tenaganya ia coba membenturkan kepala di tanah, tapi ia gagal lagi. Disinilah lihainya Kim Cam Kouw Tok. Pancaindera si korban makin tajam, tapi tenaganya habis, sehingga mau hidup tidak bisa, mau matipun tidak mungkin.

Darimana Sian Ie Thong mendapat racun itu?

Pada waktu mau menghembuskan napasnya yang penghabisan, karena cintanya yang tiada terbatas, Ouw Ceng Yo telah memohon kepada Ouw Ceng Goe, supaya kakak itu suka melindungi Sian Ie Thong. Karena terpaksa, sang kakak memberi janjinya. Isteri Ouw Ceng Goe, Ouw Lan Kouw, gusar dan diam-diam meracuni Sian Ie Thong dengan Kim Cam Kouw Tok.

Belakangan, sebab sudah berjanji, Ouw Ceng Goe menolong juga manusia itu. Sian Ie Thong ternyata licik luar biasa. Waktu berobat di rumah Tiap Kok Ie Sian, selagi orang meleng, ia mencuri dua pasang ulat sutera emas yang lalu dipiara menurut peraturan dan dibuat menjadi bubuk racun. Kemudian ia memasang alat rahasia di kipasnya untuk menyimpan racun itu, yang bisa disembur keluar dengan bantuan tenaga dalamnya.

Tadi, karena ditindih dengan lweekang Boe Kie, ia tak bisa bergerak. Tapi begitu lekas pemuda itu menarik pulang tekanannya, ia segera saja melepaskan racun. Untung besar Boe Kiememiliki lweekang yang sangat kuat. Pada detik yang berbahaya, mereka menahan napas, mengerahkan semua hawa tulen dan bahkan bisa menyembur balik racun itu ke badan Sian Ie Thong. Kalau badannya kurang kuat, maka yang akan menjerit-jerit bukannya Sian Ie Thong, tapi ia sendiri.

Sesudah mempelajari Tok Kang dari Ong Lan Kouw, Boe Kie tahu lihainya Kim Cam Kouw Tok. Diam-diam ia mengalirkan hawa tulen di seluruh badannya dan setelah merasakan sesuatu yang luar biasa, barulah hatinya lega. Melihat penderitaan Sian Ie Thong, di dalam hatinya merasa kasihan.

Menolong, aku akan menolong, tapi dia harus lebih dahulu mengakui segala kedosaannya, pikirnya. Maka itu ia lantas saja berkata, Aku tahu cara mengobati orang yang kena racun Kim Cam Kouw Tok. Tapi sebelum ditolong, kau harus menjawab sejujurnya setiap pertanyaanku. Jika kau berdusta aku takkan memperdulikan kau lagi. Kau akan menderita tujuh hari tujuh malam, sehingga dagingmu rusak dan tulang-tulangmu kelihatan.

Walaupun terpaksa, otak Sian Ie Thong tetap tenang. dahulu Ong Lan Kouw pernah mengatakan dagingku akan rusak dan tulang-tulangku kelihatan, sesudah aku menderita tujuh hari tujuh malam, Katanya di dalam hati. Bagaimana bocah itu bisa tahu? Tapi ia tak percaya Boe Kie mempunyai kepandaian yang menyamai kepandaian Ouw Ceng Goe.Kau takkan bisa menolongku, katanya terputus-putus.

Boe Kietersenyum. Dengan gagang kipas, ia menotok Sian Ie Thong. Aku akan membuat lubang di sini dan akan memasukkan obat ke dalam lobang, katanya.

benar! Kau benar! teriak Sian Ie Thong.

Nah! Kalau kau mau hidu, lekaslah ceritakan segala kedosaanmu, kata Boe Kie.

Sambil menggigit bibir, Sian Ie Thong mengawasi pemuda itu. Tidak! katanya dengan suara gemetar.

Baiklah, kata Boe Kie seraya mengibas tangannya. Kau rebahkan di sini tujuh hari tujuh malam.

Ya! Ya! aku cerita sesambat Sian Ie Thong. Tapi, mulutnya tetap terkancing. Biar bagaimanapun jua, terutama mengingat kedudukannya sebagai Ciang Bun Jin dari sebuah partai besar, ia merasa tak sanggup untuk menceritakan perbuatan-perbuatannya yang terkutuk di hadapan ratusan tokoh rimba persilatan.

Tiba-tiba, berbareng dengan siulan nyaring, dua orang, satu jangkung dan satu kate, melompat keluar dari barisan Hwa San Pay dan berdua di depan Boe Kie. Mereka berusia lima puluh tahun lebih dan masing-masing mencekal sebatang golok.

Orang she Can, kata si kate, orang Hwa San Pay boleh dibunuh, tidak boleh dihina.

Perbuatanmu terhadap Ciang Bun Jin kami bukan perbuatan seorang gagah.

Boe Kie merangkap kedua tangannya dan bertanya: Bolehkah aku mendapat tahu she dan nama besar kedua Cianpwee?

Derajatmu masih belum cukup untuk mengetahui nama kami berdua, kata si kate seraya membungkuk untuk mendukung Sian Ie Thong.

Boe Kie mendorong si kate dan si kate terhuyung, hati-hati kau! katanya. Badannya penuh racun dan kalau kena sedikit saja, kau akan menderita seperti dia.

Si kate terkejut dan berdiri terpaku.

Tolong!... Tolong aku! jerit Sian Ie Thong. Pek Goan, Pek Soeko! Hanya Pek Soeko yang dibinasakan olehku dengan Kim Cam Kauw Tok! Tidak ada orang lain lagi Tidak ada..

Pek Goan dibinasakan olehmu? menegas si kate. Apa benar? Tapi mengapa kau mengatakan bahwa ia mati dalam tangan orang-orang Beng Kauw?

Pek Soeko!...

ampun jerit Sian Ie Thong sambil manggut-manggutkan kepalanya. Pek Soeko..

kau mati secara mengenaskan. Tapi siapa suruh kau memaksa aku untuk mengakui urusan nona Ouw? Suhu pasti tak akan mengampuni aku, tiada jalan lain aku terpaksa..

Pek Suheng! Ampun!....

ia mencengkram ternggorokannya, tapi tenaganya habis. Dengan napas tersengalsengal,

ia berkata pula. Sesudah mencelakai kau, jalan satu-satunya untukku adalah menumplak kedosaan di atas pundak Beng Kauw. Tapi tapi..

aku sudah membakar banyak uang-uangan untuk rohmu aku sudah membikin sembahyangan besar..

aku terus menunjang penghidupan anak isterimu. Mengapa kau masih minta ganti jiwa ampun!...

Ketika itu langit cerah dan matahari memancarkan sinarnya yang gilang gemilang. Tapi mendengar jerit-jeritan Sian Ie Thong, banyak orang menggigil seperti kedinginan. Roh Pek Goan seolah-olah berada di tempat itu.

Pengakuan yang tak diduga-duga itu sudah keluar dari mulut Sian Ie Thong sebab dalam penderitaannya, ia ingat penderitaan Pek Goan. Biarpun Ouw Ceng Yo mati, nona itu bukan mati dalam tangannya, ia mati bunuh diri. Tapi Pek Goan binasa karena diracuni olehnya sendiri. Maka itu ia merasa tak ada kedosaannya terhadap Nona Yo. Dalam penderitaannya yang maha hebat itu di dalam otaknya hanya teringat Pek Goan dan roh Suheng itu seolaholah berdiri di depannya untuk menagih utang.

Boe Kie tak mengenal Pek Goan. Tapi dari pengakuan Sian Ie Thong, ia tahu bahwa segala kedosaan telah ditimpakan ke pundak Beng Kauw. Mungkin sekali turut sertanya Hwa San Pay dalam gerakan membasmi Beng Kauw adalah untuk balas sakit hatinya Pek Goan.

Memikir begitu, ia lantas berkata dengan suara nyaring. Para Cianpwee dari Hwa San Pay, dengarlah! Pek Goan Suhu bukan dicekali oleh orang Beng Kauw kalau sudah salah mereka orang.

Tiba-tiba bagaikan kilat orang tua yang bertubuh jangkung mengangkat goloknya dan membacok leher Sian Ie Thong. Tapi Boe Kie mendahului, dengan gagang kipas ia menotol badan golok yang lantas saja terpental dan menancap di tanah.

Perlu apa kau camput tangan? bentak si jangkung dengan gusar. Dia pengkhianat partai. Siapapun juga boleh membinasakannya.

Aku sudah berjanji untuk mengobati dia, kata Boe Kie. Perkataan yang sudah diucapkan tidak bisa diabaikan dengan begitu saja. Urusan dalam partai bisa dibereskan sesudah kalian pulang ke Hwa San.

Soetee, perkataan dia ada benarnya juga, kata si kate sambil menendang punggung Sian Ie Thong. Tendangan yang sangat keras itu bukan saja mampir tepat di Toa Toei Hiat, tapi juga telah melontarkan tubuh Sian Ie Thong yang kemudian ambruk di depan barisan Hwa San Pay. Pukulan pada Toa Toei Hiat sakit bukan main, tapi Sian Ie Thong sudah tidak bisa berteriak lagi. Ia berguling-guling sambil menahan sakit, tapi tak seorangpun berani menolong, sebab mereka takut ketularan racun.

Kami berdua adalah paman guru Sian Ie Thong, kata si kate kepada Bu Ki. Bahwa kau sudah membikin terang satu perkara besar dalam partai kami, sehingga sakit hatinya Pek Goan Soetit bisa terbalas, aku merasa sangat berterima kasih, sehabis berkata begitu, ia menyoja sambil membungkuk. Si jangkung buru-buru ikut menyoja.

Mendadak si kate mengibas goloknya dan berkata, tapi, sebab kau sudah merusak nama harumnya Hwa San Pay, maka tak ada jalan lain bagi kami berdua daripada mengadu jiwa dengan kau

Yang bersih tetap bersih, yang kotor tinggal kotor. Kalau dalam sebuah partai muncul seorang jahat, nama partai tersebut tidak rusak karena adanya orang jahat itu. Mengapa kalian berpandangan begitu sempit?

Bagaimana pendapatmu? Apakah kejadian itu tidak menodai nama Hwa San Pay? Tanya si jangkung.

Tidak, tentu saja tidak, jawabnya.

Soeko, kata si jangkung. Bocah itu mengatakan tidak menodai partai kita. Kurasa lebih baik kita bikin habis urusan ini.

Si jangkung adalah seorang jujur terhadap Boe Kie, ia agak jeri.

Tidak! Tidak! bentak si kate. lebih dahulu singkirkan hinaan dari luar, kemudian barulah menyapu bersih pintu kita. Kalau hari ini Hwa San Pay tidak berhasil menjatuhkan bocah itu, kita tidak bisa berdiri lagi dalam rimba persilatan.

Baiklah, kata si jangkung. Eh, bocah! Kami berdua mau mengerubuti kau. Jika kaur rasa tidak cukup adil, paling benar siang-siang kau mengaku kalah.

Si kate mengerutkan alisnya dan membentak, Soetee!...

Si jangkung girang tak kepalang, Kalau kami mengerubuti kau, kau pasti tak bisa hidup lagi, teriaknya.

Katanya, kami berdua mempunyai ilmu golok yang dinamakan Liang Gie To Hoat. Kau pasti kalah. Aku harap kau tidak menyesal.

Aku hanya mengharap kedua cianpwee suka menaruh belas kasihan.

Golok tidak mengenal belas kasihan, kata si jangkung. Begitu bertempur golok kami tak mau main sungkan-sungkan lagi. Kulihat kau seorang yang baik. Aku tidak sampai hati jika pasti membacok kau.

Soetee, jangan rewel! bentak si kate.

Aku hanya minta supaya ia berhati-hati, kata si jangkung. Liang Gie To Hoat kita lain dari yang lain.

tutup mulut! bentak si kate. Ia berpaling kepada Boe Kie dan berteriak. sambutlah! Hampir berbareng, goloknya menyambar.

Boe Kie mengangkat kipas Sian Ie Thong dan mendorong belakang golok.

Tidak bisa! Teriak si jangkung. Kalau begini, aku lebih suka tidak bertempur. Mengapa? tanya Boe Kie.

Kipas itu ada racunnya, bisa-bisa kita celaka semua, jawabnya.

Benar, kata Boe Kie. Benda yang begini beracun tidak boleh dibiarkan lama-lama di dunia. Ia menjepit kipas itu dengan telunjuk dan jari tengah menimpuk ke bawah. Blas! kipas amblas ke dalam tanah dan apa yang terlihat hanyalah lubang kecil. Sin kang sehebat itu tak akan dapat dilakukan oleh siapapun jua yang berada di lapangan itu. Tanpa merasa semua orang bersorak-sorai.

Sambil menjepit golok di bawah ketiaknya si jangkung menepuk tangan. Ambillah senjata, katanya.

Boe Kie berwatak sederhana dan ia sebenarnya tak ingin menonjol-nonjolkan kebenarannya di hadapan orang. Tapi keadaan sekarang sangat luar biasa. Jika ia tak memperlihatkan Sin Kang dan menaklukkan semua orang, ia takkan bisa mencapai tujuannya untuk menghentikan permusuhan. Senjata apa yang cianpwee anggap pantas digunakan olehku? tanyanya.

Si jangkung menepuk pundak Boe Kie dua kali. Bocah, kau mempunyai sifat yang menarik, katanya sambil tertawa, Kau boleh menggunakan senjata apapun jua, perlu apa kau tanya aku.

Boe Kie tahu, bahwa tepukan itu tak bermaksud jahat, tapi orang yang menonton kaget bukan main, sebab kalau si jangkung menggunakan tenaga dalam, pemuda itu bisa terluka berat.

Mereka tak tahu, bahwa Boe Kie sudah melindungi sekujur tubuhnya dengan Sin Kang, sehingga andaikata si jangkung berlaku curang, ia takkan berhasil.

Karena pemuda itu tak lantas menjawab, kakek itu berkata pula. Apakah kau akan turut perkataanku, jika aku menyebut senjata.

Ya, jawabnya sambil tersenyum.

Bocah, kau memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan kau tentu mahir dalam delapan belas senjata, kata si jangkung. Tapi sangat keterlaluan jika kau meladeni kami berdua dengan tangan kosong.

Tangan kosong juga boleh, kata Boe Kie.

Si jangkung menyapu seluruh lapangan matanya. Ia ingin cari senjata yang aneh. Tiba-tiba ia lihat beberapa buah batu besar di sudut sebelah kiri, berat setiap batu kira-kira dua ratus atau tiga ratus kati. Aku bersedia untuk mengalah terhadapmu dan kau boleh menggunakan senjata yang sangat berat itu, katanya seraya menuding beberapa batu itu. Sehabis berkata begitu, ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak. Ia hanya berguyon. Batu-batu itu bukan saja sangat berat dan takkan bisa diangkat oleh manusia biasa, tapi juga tak ada pegangannya, tidak bergagang seperti senjata biasa, sehingga sangat mustahil bisa digunakan sebagai senjata.

Tapi di luar dugaan sambil tersenyum Boe Kie berkata, Senjata itu agak luar biasa, Loocianpwee kelihatannya ingin menjajal kepandaianku. Seraya berkata begitu, ia menghampiri batu itu.

Si jangkung menggoyang-goyangkan tangannya, Aku hanya main-main! teriaknya. Ambillah pedang untuk melayani kami  Pemuda itu tak menjawab dan berjalan terus. Sekali menggerakkan tangan kirinya, ia menyangga sebuah batu yang paling besar dan sesudah memutar badan, ia berseru. Jie Wie, ayolah! Ia melompat tinggi dan dilain saat sudah berhadapan dengan kedua kakek itu.

Semua orang mengawasi dengan mulut ternganga. Mereka begitu kaget sehingga mereka lupa untuk menepuk tangan.

Hebat! Sungguh hebat, kata si jangkung seraya mengurut jenggotnya.

Si kate tahu bahwa hari ini mereka bertemu dengan lawan terberat. Apa nama besar mereka berdua akan dapat dipertahankan masih merupakan satu pertanyaan. Sesudah menarik napas dalam-dalam, ia maju, sambutlah! katanya seraya membacok dengan golok yang bersinar putih.

Soeko, apa benar-benar kita berkelahi? tanya si jangkung. Kau kira main-main? si kate balas menanya. Bacokannya yang pertama dengan mudah sudah dikelit Boe Kie.

Mendengar jawaban soekonya, si jangkung segera menyabet dengan golok Ceng Kong To yang bersinar hijau. Bagus! seru Boe Kie sambil memapaki dengan batunya.

Trang! Letupan api berhamburan. Hampir berbaring, Boe Kie mendorong batu ke depan. Soen Soei Toei Couw! teriak si jangkung. Bocah, senjata batu juga ada jurus-jurusnya? (Soen Soei Toei couw dengan mengikuti aliran air mendorong perahu)

Soetee, Hoen Toen It Po! bentak si kate seraya membuat setengah lingkaran dengan goloknya dan membabat Boe Kie.

Tay it Seng Beng. Liang Gie Hop Tek menyambung si jangkung sambil mengirim beberapa serangan.

Jit Goat Hoei Beng, menyambut si kate. Dengan saling sahut menyebutkan namanya pukulan, mereka menyerang.

Sambil mengerahkan Kioe Yang Sin Kang. Boe Kie memutar-mutar batu itu seperti sebutir peluru. Tenaga serangan Liang Gie To Hoat sangat besar, tapi walaupun tenaga pemuda itu lebih besar lagi. Dengan melompat kian kemari, ia menyambut setiap serangan dean tiap bacokan menghantam batu sehingga letupan api berhamburan tak henti-hentinya.

Sesudah bertempur beberapa lama, mendadak Boe Kie melontarkan batu itu ke tengah-tengah udara dan kedua tangannya menyambar leher si kate dan si jangkung. Sesudah mencengkram jalan darah kedua kakek itu sehingga mereka tak bisa bergerak lagi, ia melompat ke belakang.

Di lain saat batu yang beratnya kira-kira tiga ratus kati itu meluncur ke bawah, ke arah kepala kedua jago Hwa San Pay

Pada detik berbahaya, Boe Kie melompat maju dan menepuk batu itu yang lantas saja terpental dan jatuh amblas di dalam tanah. Ia tertawa dan sambil menepuk pundak kedua kakek itu, ia berkata, Jie Wie Loo Cianpwee jangan bingung, Boanpwee hanay main-main. Paras muka si kate pucat bagaikan kertas. Sudahlah! katanya dengan suara parau.

Tapi si jangkung menggelengkan kepalanya. Tidak, ini tidak masuk hitungan. Katanya.

Mengapa tidak masuk hitungan? tanya Boe Kie. Kau mengalahkan kami dengan mengandalkan tenagamu yang besar, jawabnya. Kau bukan menjatuhkan kami dengan menggunakan ilmu silat.

Kalau begitu kita boleh bertanding pula. Kata Boe Kie. Boleh, kata si jangkung, tapi kita harus menggunakan satu cara baru. Kalau kau menang karena tenagamu yang besar, biarpun kalah, kami kalah dengan penasaran. Bukankah demikian?

Pemuda itu mengangguk, benar, katanya. Tiba-tiba SC berteriak, Malu! Benar-benar malu! Kakek jenggotan yang main padan berbalik mengatakan orang lain curang. (Red: SC? what is she doing here?)

Si jangkung tertawa terbahak-bahak. Bocah, katanya. Orang sering kata: yang rugi ialah yang untung. Garam yang ditelan olehku lebih banyak daripada beras yang ditelan olehmu. Jembatan yang dilewati olehku lebih panjang daripada jalanan yang pernah dilalui olehmu. Bocah, tahu apa kau! Ia menengok kepada Boe Kie dan berkata pula, Kalau kau tidak setuju, kita boleh tidak usah bertanding lagi. Dalam pertandingan tadi, kau tak kalah dan kamipun tak menang. Seri saja! Tigapuluh tahun kemudian, kita boleh berjumpa kembali.

Mendengar perkataan Soeteenya yang makin lama jadi makin gila, si kate buru-buru membentak. Orang she Can! Kami mengaku kalah, kau boleh berbuat sesuka hati terhadap kami.

Boanpwee sama sekali tidak mengandung niat kurang baik, kata Boe Kie. Dengan memberanikan hati boanpwee hanya ingin mendamaikan permusuhan antara partai cianpwee dengan Beng Kauw.

Tak bisa! teriak si jangkung. Aku belum ajukan usulku. Mengapa kau lantas mundur?

Si kate mengerutkan alisnya, tapi tidak mengatakan apa-apa. Ia tahu, bahwa biarpun gialgilaan, dengan mengandalkan ketebalan mukanya dan lidahnya, soetee itu sering membuat musuh menjadi pusing dan mengubah kekalahan menjadi kemenangan. Hari ini, dihadapan tokoh-tokoh rimba persilatan, cara-cara itu memang tidak bagus. Tapi jika ia dapat menjatuhkan Boe Kie, maka kemenangan itu sekiranya dapat juga digunakan untuk menebus dosa.

Bagaimana usul cianpwee? tanya Boe Kie.

Ilmu golok yang terlihai dari Hwa San Pay dinamakan Hoan Liang Gie To Hoat, jawabnya. Lihainya To Hoat itu sudah dirasai olehmu. Tapi kau tak tahu, bahwa Koen Loen Pay mempunyai ilmu pedang yang dinamakan Ceng Liang Gie Kiam Hoat. Kelihaian ilmu ini dikatakan berendeng dengan To Hoat dari Hwa San Pay. Masing-masing mempunyai keunggulan sendiri-sendiri. Manakala dua golok dan dua pedang dipersatukan menjadi satu, maka im (negatip) akan mendapat imbangan dari yang (positip) dan air akan membantu api.

Hai!.... berkata sampai di sini, ia menggoyangkan kepalanya dan kemudian menambah dengan perlahan. Hebat! Terlalu hebat!... kau tak akan bisa melawan.

Mendengar begitu, Boe Kie lantas saja menengok ke barisan Koen Loen Pay dan berkata, Apakah cianpwee dari Koen Loen Pay sudi memberi pelajaran kepadaku?

Dalam Koen Loen Pay kecuali Thie Khim Sian Seng suami isteri, tak ada lain orang yang bisa bekerja sama dengan kami berdua, kata si jangkung. Kutak tahu apakah Ho Ciang Boen bernyali cukup besar atau tidak. Seorang yang ingin menonton keramaian jadi girang sekali. Dalam omongannya yang gilagilaan, si jangkung ternyata bukan manusia tolol.

Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham mengawasi si jangkung. Mereka tak kenal dua kakek itu.

Sebagai paman guru Sian Ie Thong, kedua orang tua itu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan sudah tentu jarang berkelana dalam dunia Kang Ouw See Hek yang jauh, meka tidaklah heran jika mereka belum pernah bertemu dengan kedua kakek itu.

Ho Thay Ciong dan Pan Siok Ham sangat bersangsi. Mereka tahu, bahwa kedua kakek itu mau menyeret mereka ke dalam gelanggan. Kalau menang, muka si jangkung dan si kate akan terang kembali. Tapi kalau kalah Huh! Tak mungkin. Mana bisa Liang Gie Kim Hoat dari Koen Loen Pay kalah dari pemuda yang tak dikenal itu?

Melihat suami isteri Ho Thay Ciong tidak lantas bergerak, si jangkung lantas saja berteriak. Oooh! Suami isteri Ho dari Koen Loen Pay tidak berani bertempur dengan kau. Kau tak usah heran. Biarpun boleh juga, Ceng Liang Gie Kam Hoat masih banyak cacatnya. Dibandingkan dengan ilmu golok kami Hoan Liang Gie To Hoat masih lebih unggul setingkat dua tingkat.

Pan Siok Ham gusat tak kepalang. Dengan sekali melompat, ia sudah berada di tengah gelanggang. Siapa she dan nama tuan yang besar? tanyanya seraya menuding si jangkung. Akupun she Ho, jawabnya. Ho Hoe jin silahkan.

Perkataan itu disambut dengan gelak tertawa ejek sejumlah penonton.

Pan Siok Ham dikenal sebagai tay Siang Ciang Boen Jin dari Koen Loen Pay. Selama puluhan tahun di daerah yang luasnya beberapa ratus li persegi ia berkuasa bagaikan ratu. Maka itu, mana bisa ia menerima ejekan di hadapan orang banyak. srt! bagaikan kilat ia menikam sijangkung.

Di detik ini masih bertangan kosong, di lain detik pedangnya sudah menyambar dan ujung pedang hanya terpisah setengah kaki dari pundak lawan.

Si jangkung terkesiap dan menyampok dengan goloknya. Trang! pada saat terakhir berhasil memapaki bacokan jago betina itu. Pan Siok Ham menyerang dengan pukulan Kim ciam Touw Ciat (jarum emas melewati merah bahaya) sedangkan si jangkung menyambut dengan Ban Ciat Pot Hok (laksana merah bahaya tidak datang lagi) Kedua pukulan itu yang satu Ceng yang lain hoan merupakan ilmu silat Liang Gie yang indah luar biasa. Kalau tadi dalam menghadapi Kiu Yang Sin Kang, si kakek tidak berdaya sekarang ia memperlihatkan kepandaiannya yang sangat tinggi, sebab pada hakekatnya, ia memang merupakan seorang ahli silat dari kelas utama.

Sesudah gebrakan pertama, masing-masing mundur setindak. Mereka terkejut dan merasa kagum. Mereka berlainan partai, berlainan ilmu dan belum pernah bertemu muka. Tapi sesudah gebrakan itu, masing-masing yakin bahwa jika Liang Gie To Hoat bekerja sama, maka kerja sama itu akan menciptakan serupa ilmu silat yang tiada bandingannya dalam dunia. Ketika itu, Pan Siok Ham merasa seperti juga seorang yang selama hidupnya hidup kesepian, tiba-tiba bertemu dengan sahabat akrab. Ia menengok kepada suaminya dan berkata, eh, kemana kau!

Ho Thay Ciong adalah seorang suami yang selalu menurut perintah sang isteri. Tapi di hadapan orang banyak ia merasa jengah juga dan berusaha untuk menolong muka dengan memperlihatkan keangkerannya sebagai seorang Ciang Boen Jin. Sambil mengeluarkan suara di hidung, perlahan-lahan ia menghampiri sang isteri dengan didahului oleh empat kacung.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar